Penulis
Intisari-online.com -Ketika Amerika Serikat (AS) dan sekutunya mulai mengevakuasi warga dari Kabul pada 15 Agustus lalu bersamaan dengan masuknya Taliban ke Kabul, China memutuskan tetap membuka kedutaan mereka di Afghanistan.
China bahkan mengklaim mereka siap memiliki hubungan bersahabat dengan Taliban.
Penasihat negara sekaligus Menteri Luar Negeri Wang Yi telah bertemu dengan perwakilan Taliban akhir Juli di Tianjin untuk membahas proses rekonstruksi dan rekonsiliasi di Afghanistan.
Mengutip The Diplomat, dalam pertemuan itu Taliban juga sepakat tidak akan mendukung warga separatis Uighur yang bisa mengancam stabilitas di Xinjiang.
China punya prinsip tidak ikut campur dengan hubungan dalam negeri negara lain dan mereka mengharapkan negara lain melakukan hal yang sama.
Berdasarkan hal-hal ini, China dan Taliban mungkin mengembangkan ikatan baru.
Kebijakan China terhadap Taliban terkadang membuat salah paham beberapa negara Barat, tapi menunjukkan ambisi dan politik asli China untuk berlangsungnya Belt and Road Initiative (BRI) di Asia Tengah dan Asia Selatan.
BRI adalah megaproyek China untuk membangun jalur perdagangan baru dari China menuju Asia Tengah dan Asia Selatan agar produk mereka bisa dijual lebih bebas ke pasar global.
China bagaikan membangun jalur sutra baru di abad ke-21 ini.
Hubungan baru antara Beijing dan Kabul mungkin mempercepat perkembangan program besar ini dengan pembangunan fasilitas infrastruktur baru.
Infrastruktur meliputi pembangunan rel kereta dan banyak hal lagi.
Lantas mengapa hubungan Taliban dan China begitu mulus?
Ternyata ada tangan Pakistan yang memuluskan hal ini.
Media pemerintah China, Global Times, sudah mengamini bahwa China ingin Afghanistan terlibat dalam proyek mereka membangun jalur sutra baru tersebut.
Mengutip salah satu artikel Global Times yang diterbitkan Juli lalu, dikatakan bahwa pejabat dari China, Pakistan dan Afghanistan beberkan kecenderungan memperluas koridor ekonomi China-Pakistan (CPEC), anak proyek dari BRI, diteruskan ke Afghanistan.
Para pakar, dikatakan media pemerintah China tersebut, menyebutkan jika CPEC akan membantu meningkatkan ekspor Afghanistan, yang selanjutnya akan kondusif dalam perjalanan perdamaian di Afghanistan.
Sampai saat ini belum ada progres konret telah terjadi mengenai proyek yang dimaksud.
Namun tampaknya pemimpin politik ketiga negara yang terlibat ini menunjukkan dukungan terhadap investasi China di Afghanistan.
Seorang pejabat pemerintah dan juru bicara untuk Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, mengatakan kepada media jika Presiden Ghani telah "memerintahkan otoritas untuk memfasilitasi kerja sama yang diperlukan" dalam beberapa hal antara China dan Afghanistan.
Juru bicara itu membuat komentar saat jumlah perusahaan China dilaporkan menyokong USD 400 juta ke proyek generator listrik bahan bakar batu bara di negara penuh perang itu.
Di sisi lain, juru bicara Taliban Suhail Shaheen mengatakan dalam wawancara dengan South China Morning Post bahwa mereka "menerima bantuan China dalam rekonstruksi dan perkembangan Afghanistan dengan perginya tentara AS.
Juru bicara itu juga menyebut China "seorang teman bagi Afghanistan."
Di antara kerja sama ini, CPEC adalah yang dikatakan paling mencolok.
Terutama setelah AS menarik pasukan dari Afghanistan, dan warga menuntut Afghanistan membangun kembali negaranya.
Sebelumnya, menteri luar negeri China, Pakistan dan Afghanistan mengadakan dialog September 2019 lalu.
Mereka sepakat kala itu jika tiga negara seharusnya meningkatkan hubungan setara dan mendorong perluasan CPEC ke Afghanistan.
Mendorong ekonomi
Zhou Rong, peneliti senior di Chongyang Institute for Financial Studies di Universitas Renmin China mengatakan CPEC dapat jadi alat China membantu membangun atau meningkatkan infrastruktur antara Afghanistan dan Pakistan guna memfasilitasi perputaran ekonomi.
Satu proyek yang ia maksud adalah jalan layang antara Peshawar dan Kabul yang ia katakan sedang dibangun tapi tidak layak dan kurang luas untuk transportasi.
Namun, apakah CPEC memang begitu menguntungkan?
Minggu lalu, unjuk rasa telah meledak di kota pelabuhan Pakistan, Gwadar, terkait kekurangan air dan listrik dan ancaman bagi kehidupan manusia di tempat itu.
Gwadar adalah lokasi utama CPEC di Pakistan, menjadi bagian dari program China di Pakistan.
Para pengunjuk rasa ini termasuk nelayan dan pekerja lokal lainnya memblokir jalanan di Gwadar, kota tepi pantai di Balochistan.
Mereka membakar ban, menyerukan slogan dan secara bersama menutup kota, menuntut ketersediaan air dan listrik.
Para nelayan juga menuntut China berhenti mengirim para nelayan mereka memancing secara ilegal di perairan terdekat dan kemudian mengambil ikannya ke China.
Gwadar telah menjadi jaminan yang dipakai Pakistan untuk mendapatkan uang dari China.
Mengutip The Guardian, Pakistan menyerahkan pelabuhan Gwadar ke perusahaan multinasional China untuk pinjaman selama 4o tahun.
Pakistan menerima investasi China dengan harapan dapat membantu meningkatkan ekonomi Pakistan.
Namun, Balochistan adalah rumah bagi ketegangan yang sudah terus-terusan terjadi, dan kehadiran China di Gwadar telah menyebabkan ketegangan besar dan juga sentimen anti-China.
Jika Pakistan yang notabene negara yang jauh dari konflik saja merasa berang dengan kehadiran China, bagaimana dengan Afghanistan?
Namun sepertinya pemimpin China, Pakistan dan Taliban tidak peduli dengan kesejahteraan warga Afghanistan.
Taliban dan Pakistan tanpa sadar telah menjadi alat yang dengan senang hati membantu China mewujudkan ambisinya menguasai dunia.