Digadang-Gadang Jadi 'Doping' Ekonomi Indonesia, Investasi Perusahaan China Lewat Belt and Road di Indonesia Ternyata Terancam Mangkrak Karena Ini

Maymunah Nasution

Penulis

Proyek kereta api cepat China

Intisari-online.com -Beijing berniat menggelar investasi besar-besaran di negara-negara Asia Tenggara.

Lewat proyek infrastruktur besar mereka, China berniat tumbuhkan ekonomi Asia Tenggara.

Namun rupanya banyak tantangan yang dihadapi China ini.

Salah satunya seperti yang dilakukan di Indonesia.

Baca Juga: Tak Berguna, Proyek Super Mahal Timor Leste Ini Justru Bikin Negara Masuk Jebakan Utang China

Mengutip The Diplomat yang mengutip pemberitaan Majalah Tempo mengenai proyek jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung.

Proyek itu merupakan salah satu proyek mewah Belt and Road Initiative (BRI) China di Indonesia.

Namun proyek ini mangkrak karena pertimbangan finansial dan lingkungan.

Bukan kali pertama proyek menghadapi isu dan penundaan.

Baca Juga: Tertatih Usai Merdeka dari Indonesia, Ternyata Segini Uang yang Dihabiskan Timor Leste Untuk Membangun Negaranya, Salah Satunya Didapatkan Dari Utang

Tahun lalu dilaporkan jika proyek jalur kereta ini ditunda karena Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Indonesia berargumen jika konstruksi poryek mengganggu aliran transportasi di jalan toll Jakarta-Cikampek, jalan toll Purwakarta-Bandung-Cileunyi dan jalan non-toll lain yang berada di jalur kereta.

Penimbunan bahan konstruksi di bahu jalan dianggap mengganggu drainase di situs proyek.

Perusahaan penggarap gabungan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), gabungan antara BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd dari China juga terlambat membangun sistem drainase untuk proyek tersebut.

Hasilnya, banjir tumpah ruah di badan jalan toll awal Januari 2021 lalu.

Baca Juga: Harta Karun di Tanah Papua: Tambang Emas Grasberg Terbesar di Dunia yang Ditemukan Penjajah Belanda pada 1930-an hingga Dioperasikan Freeport

Kejadian yang sama terulang di akhir bulan Februari, menyebabkan macet panjang.

Proyek senilai 6 miliar Dolar itu juga mengalami serangkaian penundaan baru-baru ini karena pandemi Covid-19.

Penundaan yang sama juga telah menjadi kunci proyek BRI di negara lain termasuk Pakistan dan Sri Lanka.

Deputi Menteri Luar Negeri Ma Zhaoxu berargumen tahun lalu jika "dampak wabah kepada pengembangan BRI hanyalah sementara" dan bahwa Beijing tetap "bersedia bekerja dengan semua pihak untuk terus mempromosikan perkembangan BRI kualitas tinggi. Kami percaya diri akan ini."

Baca Juga: Sampai Bikin BPK Khawatir Indonesia Akan Sulit Bayar Utang, Negara Mana Saja yang Memberi Utang Indonesia?

Kenyataannya banyak proyek China mangkrak jauh sebelum pandemi Covid-19 berjalan, sesuatu yang seharusnya menjadi pengingat bagi Indonesia sebelum sepakat menandatangani proyek besar infastruktur BRI.

Konflik yang dihadapi selanjutnya adalah terkait dengan pertentangan warga.

Hal ini terjadi di proyek BRI selanjutnya yaitu pembangunan bendungan tailing di zona gempa di Dairi, Sumatera Utara.

Baca Juga: Ketika Menlu Australia dan 'Tangan Kanan Soeharto' Bersulang Sampanye Merayakan Terbukanya Pintu Eskploitasi ke Tambang Minyak Timor Leste

Melansir DW, sebuah tambang seng dan timah akan dibangun di desa Longkotan dan Parongil beserta bendungan penampungan limbah.

Wilayah itu terdiri dari bukit kecil dengan di atasnya berdiri gereja hijau terbuat dari kayu, dengan atap seng yang mulai lapuk.

Gereja HKBP Sikem itu kelak akan digusur untuk dijadikan tambang.

Perusahaan China yang bertanggung jawab, Kelompok Pertambangan Logam Non Ferrous China (NFC), bekerjasama dengan raksasa keluarga Bakrie, Bumi Resources lewat PT. Dairi Prima Mineral (DPM) menggerakkan proyek pertambangan senilai 630 juta Dolar.

Baca Juga: Viral Kasus Wakil Bupati Sangihe Meninggal Setelah Tolak Izin Tambang, Suku Pedalaman Amazon Ini Justru Sukses Kadali Politisi di Pengadilan, Setelah Tolak Ekploitasi Hutan, Begini Kisahnya

DPM mengklaim sudah mendapat persetujuan relokasi dan tukar guling bangunan dengan pengelola gereja.

Namun warga terang-terangan membantah.

Salah satu warga, Jaben Sahiloho, sudah mendiami lembah Sopokomil sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu.

Ia menyebut warga terpaksa menyerah.

Baca Juga: Sebelum Keluarkan Darah dari Hidung dan Mulut hingga Dinyatakan Meninggal Dalam Penerbangan Pesawat,Wakil Bupati Sangihe Tolak Izin Tambang Emas

Mereka memilih adanya tambang terbuka daripada dipaksa tinggal di tepi kolam limbah.

Mereka berpikir dengan itu setidaknya mereka direlokasi.

"Apa bisa tailing dekat dengan pemukiman?” tanyanya dalam nada tak percaya. "Menurut saya karena pernah dulu studi banding ke Pongkor melihat taling, tidak ada pemukiman berada di dekat tailing.”

Istrinya, Asmarina Karosekali, mengaku tidak sampai hati menjual tanah sendiri.

Baca Juga: Coba Contek Cara Indonesia untuk Rebut Tambang Emas Raksasa Miliknya, Papua Nugini Malah Terpaksa Besepakat dengan 'Setan', Kondisi Ini Pemicunya

"Ini adalah tanah wasiat kami untuk anak dan cucu kami. Jadi kami sayang dengan tanah ini,” dikutip dari DW.

Artikel Terkait