Penulis
Intisari-online.com - Selama 25 tahun, Timor Leste berjuang untuk melepaskan diri dari cengkeraman Indonesia.
Sebelum merdeka 1imor Leste telah hidup di bawah kekuatan asing selam lebih dari empat abad lamanya.
Pertama di mana Portugis menjajah Timor Leste, pada abad ke-16, kemudian dilanjutkan Jepang secara singkat, pada masa Perang Dunia II.
Kemudian, Indonesia pun juga mencaplok wilayah Timor Leste, kemudian menjadikannya provinsi ke-27.
Namun, dari semua itu, Indonesia dianggap sebagai penguasa paling brutal ketika melakukan invasi ke Timor Leste.
Hingga membuat, negara tersebut meminta bantuan Australia dan PBB untuk melawan Indonesia.
Pada akhirnya 30 Agustus 1999, Timor Leste akhirnya diberikan referendum setelah Presiden Habibie, memilih menyerahkan nasib Timor Leste kepada penduduhnya sendiri.
Alhasil, 78,5% suara memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Namun, usai merdeka Timor Leste harus tertatih membangun ulang negaranya yang hancur setelah pertempuran dengan Indonesia.
Menurut The Interpreter, selama 20 tahun terakhir, Timor Leste telah berjuang untuk membangun kembali negara tersebut.
Ini telah menyerap lebih dari 17 miliar dollar AS (Rp244 miliar) dari sumber gabungan seperti dana donor dalam bentuk bantuan dan pinjaman lunak, serta dana publik yang dihasilkan terutama dari pendapatan minyak bumi.
Lebih dari 5 miliar dollar AS (Rp71 triliun) di antaranya adalah dana donor.
Sebagian besar dihabiskan uang itu untuk misi penjaga perdamaian PBB dan penasihat internasional yang bekerja di kementerian-kementerian selama Administrasi Transisi PBB (UNTAET) dan dalam lima tahun pertama kemerdekaan.
Pemerintah Timor Leste telah menghabiskan sekitar 10 miliar dollar AS (Rp143 triliun) untuk berbagai kebutuhan, termasuk proyek infrastruktur dan penguatan institusi publik.
Dalam banyak hal, negara termuda di Asia Tenggara ini telah membuat perubahan positif, dan di bidang tertentu kinerjanya melebihi ekspektasi.
Pada tahun 2017, Indeks Demokrasi Economist Intelligence Unit menempatkan Timor Leste sebagai negara paling demokratis di Asia Tenggara.
Indeks Kebebasan Pers Dunia pada tahun 2019 menempatkan Timor Leste di peringkat ke -84, meningkat 11 poin dari tahun sebelumnya.
Negara ini telah menunjukkan kepemimpinan yang signifikan dalam urusan global, seperti memainkan peran utama di antara kelompok negara-negara rapuh di bawah kerangka G7+.
Secara aktif terlibat dalam Komunitas Negara-negara Berbahasa Portugis, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi regional seperti ASEAN.
Selain itu Timor Leste, telah mencapai kesepakatan mengenai batas laut dengan Australia, sebuah negosiasi yang berlangsung bertahun-tahun.
Namun demikian, perubahan positif tersebut gagal menjangkau daerah lain, terutama dalam memprioritaskan pembangunan yang berpusat pada masyarakat.
Penyediaan layanan dasar seperti akses air bersih, sanitasi dasar dan layanan kesehatan, pendidikan berkualitas, dan gizi yang cukup untuk anak-anak dan ibu hamil sangat kurang, terutama di daerah pedesaan.
Sebuah diperkirakan 50% dari anak-anak Timor telah pengerdilan kekurangan gizi, salah satu tingkat tertinggi di Asia.
Pengangguran meningkat pesat. Banyak proyek infrastruktur yang dibangun dengan buruk dan berumur pendek. Korupsi kecil-kecilan terus berlanjut.
Meskipun negara tersebut telah mulai memulai proyek infrastruktur besar untuk kegiatan yang berhubungan dengan minyak.
Namun belumterlihat investasi yang sebanding di bidang pendidikan, pertanian, pariwisata, atau manufaktur.
Sekitar 80% penduduk tinggal di daerah pedesaan, dan pertanian secara tradisional menjadi sumber mata pencaharian utama.
Namun negara tetap bergantung pada produk impor seperti beras dan sayuran yang bisa diproduksi secara lokal.
Sekitar 40% lahan garapan terlantar akibat kekurangan air, perladangan berpindah, dan rendahnya harga produk pertanian impor.
Membangun kembali sebuah negara bukanlah tugas yang mudah, terlepas dari ukuran dan sumber dayanya serta waktunya. Beda negara beda pengalaman.
Sebagai negara penghasil minyak dengan tabungan yang cukup untuk saat ini, uang bukanlah masalah bagi Timor Leste.