Penulis
Intisari-Online.com - Mayoritas agama Timor Leste adalah Katolik, bahkan negara ini merupakan komunitas Katolik terbesar kedua di Asia Tenggara.
Sekitar 90 persen warganya menganut agama Katolik, sementara sisanya beragama Protestan dan Islam.
Kepercayaan dan adat animisme tradisional dari zaman pra-kolonial juga masih dipertahankan di negara termuda Asia Tenggara ini.
Meskipun mayoritas agama Timor Leste adalah Katolik, konstitusi melindungi hak kebebasan beragama.
Sementara itu, Assemblies of God merupakan kelompok Protestan terbesar di Timor Leste, mekipun ada juga beberapa kelompok agama Protestan lain.
Kelompok-kelompok tersebut termasuk Baptis, Metodis, Presbiterian, Masehi Advent Hari Ketujuh, dan Saksi-saksi Yehuwa.
Untuk muslim yang merupakan populasi kecil di negara ini, sebagian besar adalah Sunni.
Dihormatinya keberagaman agama di Timor Leste sudah tampak dari masa lalu negara ini.
Baca Juga: 12 Tahun Pimpin Israel, Benjamin Netanyahu Resmi Dilengserkan, Rakyat Israel Bersorak Kegirangan
Di Timor Leste, ada sebuah masjid bersejarah yang juga tak lepas dari perjuangan rakyat Timor Leste melawan penjajahan dan merebut kemerdekaannya.
Masjid tersebut bernama Masjid An-Nur yang juga 'merekam' jejak Indonesia di Timir Leste.
Masjid An-Nur adalah salah satu dari beberapa bangunan peninggalan Indonesia yang masih digunakan sampai saat ini.
Masjid An-Nur terletak di Rua Campo Alor, Kampung Alor, Dili.
Masjid tersebut merupakan salah satu tempat ibadah yang ramai dihadiri warga Timor Leste.
Terdiri dari dua lantai, di mana lantai pertama untuk ibadah, sementara lantai kedua untuk ruang sekolah.
Masjid An-Nur didirikan sebelum invasi Indonesia, yaitu pada tahun 1955.
Pendiriannya atas inisiatif Imam Haji Hasan Bin Abdulah Balatif Kepala Kampung Alor dan masyarakat muslim Dili.
Pendirian masjid tersebut juga direstui Kepala Suku Arab saat itu, Hamud bin Awad Al-Katiri.
Namun, masjid tersebut sempat direnovasi ketika wilayah Timor Leste berada di bawah pemerintahan Indonesia.
Tepatnya pada 20 Maret 1981, masjid direnovasi oleh Pangdam IX/Udayana, Mayjen Dading Kalbuadi.
Tempat ibadah tersebut menjadi saksi sejarah kehadiran umat Islam di Timor-Timur, baik pada masa Portugis, saat berintegrasi dengan Indonesia ataupun ketika menjadi negara sendiri.
Mengutip kemendikbud.go.id, Ketika Timor Leste berada di bawah pendudukan Portugis, masyarakat Kampung Alor menjadikan masjid An Nur ini sebagai salah satu tempat perjuangan politik untuk mengusir Portugis.
Tokoh-tokoh muslim Timor Timur seperti Haji Salim Bin Said Al-Katiri, Hedung Bin Abdullah dan Sya’ban Joaqim meminta bantuan rakyat dan juga kepada pemerintah Indonesia.
Masjid bersejarah ini ramai dikunjungi pada saat ibadah Salat Jumat dan hari-hari besar agama.
"Masih aktif sejak gejolak dan sampai saat ini. Ada sekolah juga. Non muslim juga sekolah di sini," tutur Imam Muslim, salah satu pengurus Masjid An-Nur, kepada wartawan, Selasa (19/9/2017), dikutip Tribunnews.
(*)