Penulis
Intisari-Online.com - Pernahkah Anda mendengar tentang Belak? Belak merupakan perhiasan khas Timor Leste yang biasanya digunakan untuk upacara-upacara besar di negara tersebut.
Belak merupakan bagian dari pakaian tradisional berbagai kelompok etnis Timor Leste.
Bentuknya seperti piringan bundar dan biasanya terbuat dari perunggu, selain itu bisa juga dari emas atau perak.
Cara memakainya yaitu dikenakan menggunakan rantai atau tali, dikalungkan di leher dan diletakkan di dada.
Dahulu, Belak juga digunakan sebagai tanda kemenangan para pejuang yang sukses dan diberi gelar Assuai atau Si Pemberani.
Sementara itu, sampai saat ini, Belak masih digunakan sebagai hadiah dari pengantin pria kepada keluarga pengantin wanita.
Dalam budaya Timor Leste, Belak sebagai simbol bulan berarti feminitas, dingin, pasif, kesuburan, dan kekuatan ritual. Mitra maskulinnya adalah Kaibauk, yaitu mahkota berbentuk tanduk kerbau.
Belak dan Kaibauk bersama-sama melambangkan harmoni dan keseimbangan dengan saling melengkapi.
Masih terus digunakan dalam tradisi pernikahan Timor Leste, ada konsekuensi yang harus ditanggung pengantin pria yang tidak membawa Belak dalam acara lamaran.
Melansir Kompas.com, Jika pihak laki-laki tidak membawa, maka akan dikenakan denda berupa uang, yang mana jumlah denda disebut lumayan besar.
Jurnalis National Geographic Traveler Indonesia, Yunaidi, yang melakukan perjalanan ke Timor Leste, salah satunya mengunjungi tempat pembuatan Belak. dan melihat proses pembuatan perhiasan khas Timor Leste tersebut.
"Saya datang ke sini untuk mendokumentasikan proses pembuatan Belak. Pembuatan belak ini biasanya dilakukan oleh para pengarajin yang menekuni kepandaian ini dari turun-temurun, dikutip dari Kompas.com (6/2/2015).
Dikisahkan, salah satu pengerajinnya adalah Jose Noronha di Kampung Tunubibi, Desa Tapomemo, Malina, Distrik Bobonaro.
Menurut Jose, ia mendapatkan keahlian tersebut dari orangtuanya yang mengajarinya.
“Orang tua mengajari saya membuat belak. Ini kepandaian turun temurun,” ujar Jose.
Alat yang digunakan dalam pembuatan belak pun masih menggunakan alat yang digunakan generasi sebelumnya.
Dijelaskan, pembuatan belak dimulai dengan memasak perak yang dibeli dari Atambua.
Potongan perak kemudian dibakar hingga mencair di dalam wadah yang sudah dibuat sedemikian rupa.
Dengan suhu maksimal potongan perak yang mencair kemudian dituang kedalam batu cetakan atau acnu.
Batu cetakan tersebut dibuat sendiri oleh Jose, di mana bahan pembuatan batu cetakan biasanya didapat dari daerah sekitar tempat tinggal.
Batu tersebut dilubangi sedemikian rupa sesuai keinginan dengan menggunakan bahan dari besiCairan kepingan perak yang sudah dituangkan ke dalam cetakan kemudian dibiarkan mengeras hingga kembali menjadi kepingan perak yang sudah berbentuk.
Selanjutnya potongan perak yang sudah mengeras dipipihkan dengan memukulnya.
Proses tersebut dilakukan hingga potongan perak pipih dan membentuk potongan tertentu, seperti bulat atau petak.
Pada proses akhir, Belak ditambahkan motif-motif tertentu sesuai dengan kreasi dari pengerajin belak.
Belak yang sudah selesai dibuat, biasanya dijual dengan harga $200-300 saat itu.
Pembeli biasanya datang langsung ke pengerajin, meski tak jarang juga pengerajin belak yang memasarkannya di pasar setempat.
Jika Jose mendapatkan keahlian dari orangtuanya, maka ia pun mengungkapkan akan menurunkan keahlian tersebut pada salah satu anaknya.
Ia percaya jika hal tersebut tidak dilakukan, maka tuah akan berlaku.
“Kalau tidak saya turunkan kepandaian ini, ada-ada saja yang terjadi. Biasanya keluarga akan sakit,” tuturnya.
Kerajinan Belak merupakan salah satu warisan budaya dari masyarakat Timor Leste yang masih bertahan dan digunakan dalam kegiatan adat hingga sekarang.
Bagi masyarakat Timor Leste, penting untuk melestarikan kepandaian pembuatan belak kepada generasi penerus di Timor Leste.
(*)