Jadi Harapan Warga Se-Indonesia, Ivermectin Ternyata Pernah Bikin Ilmuwan WHO Dituntut Hukuman Mati untuk 'Pembunuhan Setiap Orang yang Sekarat' karena Covid-19

Ade S

Editor

Ivermectin
Ivermectin

Intisari-Online.com -KeberadaanIvermectin ternyata pernah membuat seorang ilmuwan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dituntut kasus pembunuhan.

Seperti diketahui, di Indonesia,Ivermectin kini menjadi salah satu harapan dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19 akibat serangan varian Delta.

Banyak pihak, terutama dari sisi pemerintah, yang mengklaim bahwaIvermectin sangat efektif dalam penyembuhan Covid-19.

"Saya selaku Ketua Umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) sungguh sangat mendukung program edukasi hari ini, untuk mengenalkan lebih dekat tentang Ivermectin sebagai salah satu obat yang telah terbukti efektif di dalam penyembuhan Covid-19 di berbagai negara," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, seperti dikutip dari kompas.com,Senin (28/6/2021).

Baca Juga: Ada Obat Baru Lagi yang Ditemukan Ilmuwan Diklaim Bisa Membunuh Virus Corona Hanya Dalam Waktu 2 Hari, Bukan Klorokuin Ataupun Avigan

Moeldoko yang mengakui bahwa sebenarnyaIvermectin merupakan obat cacing, menganggap bahwa penggunaan obat tersebut penting saat kasus Covid-19 mengalami lonjakan seperti saat ini.

Bahkan, karena klaim kemanjurannya tersebut,Ivermectin direncakan akan diproduksi sebanyak 4,5 juta.

Hal tersebut disampaikan secara langsung olehMenteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

"Tentunya hari ini kita bicara ivermectin, kita menyiapkan produksi 4,5 juta, ini kalau memang ternyata baik untuk kita semua, tentu produksi ini akan kita genjot," kata Eric, seperti dilansir dari kompas.com, Senin (28/6/2021)

Baca Juga: Virus Corona Bikin Kalang Kabut Seluruh Dunia, Kini 2 Lagi Obat Covid-19 Telah Ditemukan, Disebut Bisa Selamatkan Nyawa 1/4 Pasien yang Punya Gejala Berat, Dokter: Layak Dicoba

Namun, Eric menekankan bahwa produksiIvermectin secara besar-besaran tersebut baru akan dilakukan setelah uji klinik terhadap obat tersebut berhasil dilakukan.

Ivermectin sendiri kini memang sudah mendapatkanPersetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Dengan penyerahan PPUK ini, uji klinik terhadap obat Ivermectin sebagai obat Covid-19 bisa segera dilakukan," kata Kepala BPOM Penny K Lukito, seperti dikutip darikompas.com, Senin (28/6/2021).

Penny sendiri mengakui bahwa uji klinik terhadapIvermectin yang dilakukan oleh BPOM merujuk pada rekomendasi WHO.

Kepala BPOM Penny Lukito, memberikan informasi prihal efek samping vaksin Sinopharm.
Kepala BPOM Penny Lukito, memberikan informasi prihal efek samping vaksin Sinopharm.

WHO memang merekomendasikanIvermectin agar dapat digunakan dalam rangka uji klinik.

Hal yang juga dilakukan olehBadan Medis Eropa (EMA) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).

"Nah untuk itulah, BPOM sejalan dengan rekomendasi WHO memfasilitasi untuk segera mendukung pelaksanaan uji klinik, yang diinisiasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan," ujar Penny.

Hanya saja, terkait keberadaanIvermectin, WHO ternyata memiliki sedikit masalah hingga membuat salah seorang ilmuwannya disomasi dengan pasal pembunuhan.

Baca Juga: Disebut 'Kunci' dari Membaiknya Kondisi Trump, 'Obat' Covid-19 yang Dikonsumsi Presiden AS Tersebut Ternyata Dikembangkan dengan Sel Jaringan Janin Aborsi

Somasi atau legal noticetersebut terjadi di India pada pertengahan Juni 2021 lalu.

Kala itu,Asosiasi Pengacara India (IBA) menuntut salah seorang ilmuwan WHO Dr Soumya Swaminathan secara hukum.

Swaminathan, seperti dilansir daritheprint.in, dituduh telah "menjalankan kampanye disinformasi melawan Ivermectin".

Hal ini terjadi setelahSwaminathan, melalui akun Twitter miliknya, menyebut WHO tidakmerekomendasikan penggunaan obat untuk Covid-19, "kecuali dalam uji klinis".

Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan
Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan

Sebab, lanjutSwaminathan dalam cuitannya,"tidak ada bukti" bahwa obat itu membantu menghentikan perkembangan penyakit.

PernyataanSwaminathan sendiri sebenarnya memang selaras dengan pernyataan WHO yang secara konsisten menyebuttidak ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa Ivermectin membantu meringankan penyakit Covid-19.

Namun, bagi IBA, pernyataan sang ilmuwan“sangat tidak berbudi, menyesatkan dan dikeluarkan dengan tujuan tersembunyi dan niat yang disengaja untuk meremehkan efektivitas Ivermectin dalam merawat pasien Covid-19 serta penggunaannya sebagai profilaksis dan untuk mencegah orang menggunakan obat ini dengan menciptakan keraguan di benak orang-orang tentang keamanan Ivermectin”.

Untuk itulah, IBA pada akhirnya melakukan somasi dengan menggunakan pasal-pasal pembunuhan di dalamnya.

Baca Juga: Covid Hari Ini 17 Agustus 2020: Diklaim Tinggal Menunggu Izin Edar, Epidemiolog Ragukan Obat Covid-19 dari Unair, TNI-AD, dan BIN, Pertanyakan Transparansi

"Asosiasi Pengacara India telah memperingatkan tindakan berdasarkan pasal 302 dll. dari KUHP India terhadap Dr. Soumya Swaminathan dan lainnya, atas pembunuhan setiap orang yang sekarat karena halangan dalam perawatan pasien COVID-19 secara efektif oleh Ivermectin. Hukuman berdasarkan pasal 302 KUHP India adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup," ujar pengacara Dipali Ojha.

Wah, jadi serba salah.

Baca Juga: Berbuntut Panjang, Anji dan Hadi Pranoto Akan Dipanggil Polisi Terkait Dugaan Sebarkan Hoax Obat Covid-19

Artikel Terkait