Find Us On Social Media :

Disebut Lebih Keji dari Netanyahu Sendiri, Warga Palestina Berharap Calon PM Israel Ini Bisa Bawa Perdamaian, Hal Inilah Pemicunya

By Maymunah Nasution, Senin, 31 Mei 2021 | 18:13 WIB

Naftali Bennett, sosok calon PM Israel yang malah akan berkoalisi dengan golongan sayap kiri dan golongan tengah, bagaimana dampaknya terhadap Palestina?

Intisari-online.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sudah menjabat menjadi perdana menteri Israel dalam waktu yang sangat lama.

Ia sudah menjabat lebih dari 20 tahun sejak tahun 1999.

Ia juga dianggap menjadi pemimpin keji yang tega membunuh ribuan warga Palestina yang tidak bersalah.

Banyak pertanyaan dan pendapat bermunculan yaitu menghentikan Israel salah satunya adalah dengan menghentikan Benjamin Netanyahu.

Baca Juga: Dijuluki Pembunuh Orang Arab, Inilah Naftalia Bennett Sosok yang Umumkan Setuju Untuk Menggulingkan Perdana Menteri Israel Benjamin Nethanyahu

Artinya, setelah ia tidak menjabat menjadi perdana menteri lagi, kebijakan Israel dianggap banyak orang bisa berubah.

Netanyahu juga tersandung kasus korupsi yang membuatnya semakin diharapkan untuk lengser.

Lantas jika Netanyahu lengser apakah aksi Israel akan berhenti?

Dan siapakah yang akan menjadi perdana menteri Israel selanjutnya?

Baca Juga: Sudah Dimanja Penggal Kepala Palestina, PM Israel Malah Berpikir Amerika Adalah Negara Bodoh, Ini Sebabnya

Melansir Reuters, sosok-sosok yang digadang menggantikan Netanyahu ada dua orang.

Pertama adalah Naftali Bennett dan kedua adalah Yair Lapid.

Naftali Bennett adalah milioner sukses yang merupakan anak dari imigran Amerika berusia 49 tahun.

Ia dulunya adalah seorang komandan, dan memberi nama anak tertuanya seperti nama saudara Netanyahu, Yoni, yang dibunuh dalam aksi gerilya Israel untuk membebaskan penumpang yang dibajak di bandara Entebbe di Uganda tahun 1976.

Baca Juga: Bukan Semata Demi Lindungi Negarannya, PM Israel Benjamin Netanyahu Justru Diduga Korbankan Rakyat Gaza Demi Selamatkan Kariernya yang Tercoreng oleh 4 Skandal Memalukan Sekaligus Ini

Bennett adalah pemimpin partai sayap kanan yang selama ini dikenal sebagai pendukung Netanyahu.

Namun hari Minggu kemarin ia memutuskan tidak mendukung Netanyahu lagi dan mulai berpaling kepada Yair Lapid.

Yair Lapid adalah pemimpin oposisi pemerintahan Israel yang berupaya mengakhiri koalisi sayap kanan, golongan tengah dan golongan kiri.

Lapid, kepala dari golongan tengah partai Yesh Atid yang menempati posisi kedua setelah partai milik Netanyahu, Likud, dalam pemungutan suara 23 Maret lalu menghadapi tenggat waktu untuk Rabu besok untuk mengumumkan pemerintahan baru.

Baca Juga: Terlalu Banyak Sesumbar, Rencana Netanyahu untuk Israel dan Palestina Disebut Telah Gagal Total

Lapid selama ini menang karena Bennett.

Di bawah pembagian kekuasaan yang prospektif, Bennett akan menggantikan Netanyahu, kepala partai Likud, sebagai perdana menteri lallu memberikan Lapid rotasi kesepakatan.

"Aku mengumumkan hari ini bahwa aku berniat bekerja dengan seluruh tekadku membangun pemerintahan yang bersatu dengan pemimpin partai Yesh Atid, Yair Lapid," ujar Bennett.

Merespon pengumuman tersebut, Netanyahu menuduhnya melakukan "penipuan abad ini", mengutip janji publik terakhir Bennett adalah tidak bergabung dengan Lapid.

Baca Juga: Kini PBB pun Dilawan, Siapa Sangka Sikap Arogan PM Israel Pernah Bikin Paspampres Indonesia Todongkan Pistol Langsung ke Kepalanya

Netanyahu juga berkata pemerintahan sayap kanan masih mungkin terwujud.

Langkah Bennett terhadap pencaplokan Palestina malah ternyata sama saja dengan langkah Netanyahu.

Ia bermimpi mencaplok hampir seluruh wilayah Tepi Barat.

Bennett bahkan mengatakan pembentukan negara Palestina akan menjadi bunuh diri bagi Israel, dengan mengutip alasan keamanan.

Baca Juga: Bukan Konflik Kemanusiaan atau Agama, Konflik Israel-Palestina 2021 Ternyata Adalah Hasil Nafsu dari Hamas dan Netanyahu Saja, Ini Sebabnya

Bennett adalah mantan pemimpin Yesha, pergerakan pencaplokan utama di Tepi Barat.

Ia membuat aneksasi wilayah yang diamankan Israel lewat perang 1967 sebagai latar belakang penting politiknya.

Namun sebagai kepala pemerintahan "perubahan" yang akan melibatkan partai sayap kiri dan golongan tengah sembari berharap dengan dukungan di parlemen dari anggota legislatif Arab, mengikuti kebijakan aneksasi akan sulit dilakukan.

Bennett mengatakan jika baik kelompok kanan maupun kiri harus berkompromi dalam masalah ideologi.

Baca Juga: Bakal Bikin Umat Islam Seantero Bumi Murka, Calon PM Israel Pengganti Netanyahu Ini Punya Misi Ambisius di Kota Suci Yerusalem, Palestina Dijamin Kian Terusudut

Tahun lalu saat pemerintah Netanyahu berupaya mencaplok Tepi Barat dan menduduki bangunan-bangunan di bulan-bulan terakhir pemerintahan Trump, Bennett mengatakan "momentum pembangunan di negeri ini tidak bisa dihentikan bahkan walaupun sedetik saja."

Rencana aneksasi gagal ketika Israel menormalkan hubungan dengan Uni Emirat Arab.

Pakar melihat kesempatan rencana itu dilanjutkan di bawah Joe Biden cukup kecil.

Meski begitu, warga Palestina kemungkinan melihat dipilihnya Bennett sebagai angin harapan adanya pembicaraan perdamaian dan menjadikan mereka negara merdeka, sebuah formula diplomasi jangka panjang yang pasti akan dibantu Biden.

Baca Juga: Partai Islam Secara Mengejutkan Raih Kursi di Parlemen Israel, United Torah Judaism Memperoleh 7 Kursi dan Religious Zionism Enam Kursi

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini