Find Us On Social Media :

Sejarah Timor Leste: Xanana Gusmao Menyebut Deklarasi Balibo 1975 Merupakan Tipu-tipu dan Menamainya 'Deklarasi Balibohong' Akal-akalan Indonesia untuk Kuasai Bumi Lorosae

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 17 Mei 2021 | 08:32 WIB

Sejarah Timor Leste

Sambil menyadari perlunya tindakan penentuan nasib sendiri, dia menganggap integrasi dengan Indonesia sebagai kepentingan terbaik Timor.

Dalam pemilihan lokal pada 13 Maret 1975, Fretilin dan UDT muncul sebagai partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan.

Intelijen militer Indonesia, yang dikenal sebagai BAKIN, mulai berusaha untuk menimbulkan perpecahan di antara partai-partai pro-kemerdekaan, dan mempromosikan dukungan dari Apodeti.

Ini dikenal sebagai Operasi Komodo atau 'Operasi Komodo.'

Banyak tokoh militer Indonesia mengadakan pertemuan dengan para pemimpin UDT, yang menjelaskan bahwa Jakarta tidak akan mentolerir pemerintahan yang dipimpin Fretilin di Timor Timur yang merdeka.

Baca Juga: Bendera Timor Leste Terinspirasi Bendera Kelompok Utama yang Lawan Pemerintah Indonesia, Ternyata Ini Makna Warna Hitamnya

Koalisi antara Fretilin dan UDT kemudian bubar.

Selama tahun 1975, Portugal menjadi semakin terlepas dari perkembangan politik di koloninya, menjadi terlibat dalam kerusuhan sipil dan krisis politik.

Ia juga jadi lebih peduli dengan dekolonisasi di koloni Afrika di Angola dan Mozambik daripada dengan Timor Leste.

Banyak pemimpin lokal melihat kemerdekaan itu tidak realistis, dan terbuka untuk berdiskusi dengan Jakarta mengenai penggabungan Timor Leste ke dalam negara Indonesia.

Amerika Serikat juga telah menyatakan keprihatinannya atas Timor Leste setelah perang di Vietnam.

Setelah mendapatkan Indonesia sebagai sekutu, Washington tidak ingin melihat kepulauan yang luas itu tidak stabil oleh rezim sayap kiri di tengah-tengahnya.

Pada 11 Agustus 1975, UDT melancarkan kudeta, dalam upaya untuk menghentikan popularitas Fretilin yang semakin meningkat.

Gubernur Pires melarikan diri ke pulau lepas pantai Atauro, sebelah utara ibu kota, Dili, di mana dia kemudian berusaha menjadi perantara kesepakatan antara kedua belah pihak.

Baca Juga: Siapa Sangka Australia Awalnya Enggan Bantu Timor Leste Karena Ogah Berurusan Dengan Indonesia, Negeri Kangguru Takut Rugi Hal Ini Jika Senggol Indonesia

Dia didesak oleh Fretilin untuk kembali dan melanjutkan proses dekolonisasi, tetapi dia bersikeras bahwa dia menunggu instruksi dari pemerintah di Lisbon, yang sekarang semakin tidak tertarik.

Indonesia berusaha untuk menggambarkan konflik tersebut sebagai perang saudara, yang telah menjerumuskan Timor Leste ke dalam anarki dan kekacauan, tetapi hanya dalam waktu sebulan, lembaga bantuan dan bantuan dari Australia dan tempat lain mengunjungi wilayah tersebut, dan melaporkan bahwa situasinya stabil.

Namun demikian, banyak pendukung UDT telah melarikan diri melintasi perbatasan ke Timor Indonesia, di mana mereka dipaksa untuk mendukung integrasi dengan Indonesia.

Pada bulan Oktober 1975, di kota perbatasan Balibo, dua awak televisi Australia yang melaporkan konflik tersebut dibunuh oleh pasukan Indonesia, setelah mereka menyaksikan serbuan Indonesia ke Timor Leste.

Sementara Fretilin meminta kembalinya Gubernur Portugis, dengan tegas mengibarkan bendera Portugis dari kantor-kantor pemerintah.

Situasi yang memburuk itu berarti bahwa Fretilin harus meminta dukungan internasional kepada dunia, terlepas dari Portugal.

Pada tanggal 28 November 1975, Fretilin membuat deklarasi kemerdekaan sepihak dari Republik Demokratik Timor Leste (Republica Democratica de Timor Leste dalam bahasa Portugis).

Ini tidak diakui oleh Portugal, Indonesia, atau Australia.

Baca Juga: Inilah Profil Negara Timor Leste, yang Miliki Media Harian Namun Sayangnya Tingkat Melek Huruf Rendah Jadi Batasi Jumlah Pembaca

Francisco Xavier do Amaral dari Fretilin menjadi Presiden pertama, sedangkan pemimpin Fretilin Nicolau dos Reis Lobato menjadi Perdana Menteri.

Tanggapan Indonesia adalah meminta para pemimpin UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalhista menandatangani deklarasi yang menyerukan integrasi dengan Indonesia yang disebut Deklarasi Balibo, meskipun itu dirancang oleh intelijen Indonesia dan ditandatangani di Bali, Indonesia bukan Balibo, Timor Leste.

Dalam Sejarah Timor Leste, Xanana Gusmao, mantan presiden negara itu, menggambarkannya sebagai 'Deklarasi Balibohong', pelesetan dari kata 'bohong' dalam bahasa Indonesia.

 

(*)