Intisari-online.com -Saat Timor Leste masih bernama Timor Timur, banyak gerakan-gerakan separatis yang berupaya memerdekakan Timor Timur dari Indonesia.
Beberapa pasukan terbaik dari ABRI pun dikirimkan untuk menjaga kondisi di sana.
Salah satunya adalah Yonif 514 Kostrad yang diberangkatkan ke Dili di ujung tahun 1987.
Mengutip buku 'Timor Timur The Untold Story' karangan Kiki Syahnakri, Batalyon 514 diarahkan ke wilayah Same, perbatasan Sektor Tengah dan Sektor Barat.
Mereka dilatih dengan latihan adaptasi yang melatih simulasi medan mirip dengan medan operasi sebenarnya.
Informasi beredar saat itu Fretilin yang beroperasi di wilayah Same bernama 'Selalu Mau' yang merupakan nama samaran mereka.
Same berada di perbatasan dengan Ainaro di sisi barat dan Manatuto di sisi timur.
Di hari keempat mereka bertugas, Fretilin sudah menyerang pagi-pagi buta yaitu ketika salah satu tim berada di bawah komando Wakil Danyon 514 dihadang saat mengambil air di sungai.
Ialah Pratu Tosan yang kemudian ditembak dari jarak dekat dan meninggal dunia, segera saja peralatannya berupa radio dan senjatanya dirampas kelompok Fretilin tersebut.
TNI segera membalasnya dengan beberapa hari kemudian mereka berpencar di wilayah tumbangnya Pratu Tosan seperti gerakan 'obat nyamuk' berupa menyisir dalam gerakan memutar di sektor masing-masing.
Beberapa waktu kemudian terjadi kontak senjata, ketika prajurit Kompi A bersama komandannya Kapten Kasman Soleman dari Kotamobagu, Sulawesi Utara, menemukan jejak dan berhasil menemukan persembunyian salah satu kelompok anak buah 'Selalu Mau'.
Akhirnya kontak senjata terjadi, dan dua gerilyawan Fretilin tewas dan satu pucuk senjata SP1 direbut.
Pasukan Yonif 541 kemudian bergerak lagi menggantikan posisi Batalyon 320 yang akan ditarik.
Mereka kemudian sampai di wilayah Bibiliu, Viqueque, dan ditempatkan di pinggir desa Buicaren.
Pasukan dibagi menjadi dua satuan tugas (satgas), satgas pertama terdiri dua kompi terbagi dalam 16 tim, bertugas mengamankan permukiman di Buicaren, Luca, Clalerek Murtin, dan Dilor, serta pengamanan rute perbekalan umum (RPU) antara Viqueque-Dilor dan Viqueque-Beaco, desa di pinggir laut di selatan Viqueque.
Dua kompi lain terbagi dalam 16 tim, menjadi pasukan mobil yang bergerak terus-menerus di Bibiliu Complex.
Fretilin di Bibiliu dikendalikan oleh Lere Anan Timor, dan pasukannya dikenal pasukan paling kuat dan berbahaya saat itu.
Basis mereka adalah Aimanasrai (tanah cabai rawit) yaitu daerah rawa-rawa subur membentang luas dengan berbagai sumber makanan.
Tim Batalyon 514 menyusup rawa tersebut dengan senyap setelah pelajaran meninggalnya Pratu Tosan.
Tim pimpinan Sersan Satu Hasan itu mendapati dua gerilyawan Fretilin berjalan di tengah rawa tanpa senjata, kemungkinan mereka akan mandi atau mencari makanan.
Segera saja Batalyon 514 menyergapnya, salah satunya ditangkap hidup-hidup satunya lagi melarikan diri.
Gerilyawan yang tertangkap bernama Filomino Manuaman yang kemudian dibawa untuk interogasi, ia mengaku pernah terlibat dalam kontak senjata dengan Batalyon 611 sebelum Batalyon 514 sampai di tempat itu.
Filomino mendapat luka tembak dengan Batalyon 611, kemudian Batalyon 514 merawatnya.
Lambat laun diajak berbicara dengan bahasa Tetun dan diperlakukan dengan baik, ia justru patuh mengerjakan tugas-tugas untuknya di posko dan kemudian ia ikut dalam gerakan posko mobil 514 di Bibiliu.
Ia kemudian diberi senjata dan memerangi gerilyawan eks 'rekan-rekannya'.
Tidak hanya Filomeno yang menjadi setia kepada TNI meskipun awalnya adalah Fretilin, ada juga Rui Pereira, Manuel, dan Alcino yang sukarela menyerahkan diri menjadi bagian dari tim operasi bersama 5 anggota Fretilin lain.
Nasib mereka kemudian diserahkan kepada komando sektor dan kemudian diserahkan kepada Mayor Prabowo Subianto yang saat itu menjabat Komandan Batalyon 328.
Tujuannya adalah agar peran mereka dapat diteruskan bersama batalyon yang menggantikan Batalyon 514.
Satu tahun setelah Batalyon 328 selesai bertugas, Prabowo membawa 6 dari 9 mantan anggota Fretilin ke markas Batalyon 328 di Cilodong, Jawa Barat.
Rupanya sebagai ungkapan terima kasih atas andil bagi Batalyon 328, mereka dibawa berkeliling Jakarta mengunjungi berbagai tempat.
Batalyon 328 sendiri meraih prestasi luar biasa dalam penugasan operasi di Timor Timur terutama karena peran mantan anggota Fretilin.
Tiga bulan di Cilodong, mereka akhirnya kembali ke Timor Timur.
Namun ada satu orang bernama Alcino, yang pilih tinggal di Markas Batalyon 328 dan menjadi sopir mobil angkutan umum di kawasan kompleks perumahan Batalyon 328.
Ia kemudian menikah dengan putri pemilik armada angkutan kota di Bogor.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini