Mengutip Kompas.com, dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, India, Australia, Amerika Sertikat, dan Uni Soviet sangat aktif dalam mendukung Republik Indonesia dalam sidang tersebut.
Kemudian, sidang PBB pada tanggal 1 Agustus 1947 menghasilkan sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB yang berisi seruan kepada Indonesia dan Belanda untuk menghentikan tembak menembak dan menyelesaikan konflik mereka dengan cara damai.
Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk menggunakan cara arbitrase (perwasitan) untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.
Maka, pada 25 Agustus 1947, PBB membentuk sebuah komite bernama Komite Jasa Baik untuk Indonesia yang lebih dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN).
Dibentuk untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda, komisi ini beranggotakan negara pilihan Indonesia dan Belanda.
Richard C Kirby dari Australia sebagai wakil Indonesia, Paul Van Zeeland Belgia sebagai wakil Belanda. Sementara itu, Frank B Graham mewakili Amerika Serikat sebagai pihak netral.
Komisi Tiga Negara mulai bekerja secara efektif setelah anggotanya datang di Indonesia pada 27 Oktober 1947.
Tugas KTN tidak hanya dibidang politik, namun juga militer.
Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia jilid VI (1993) karya M.J Poesponegoro dkk, Amerika Serikat sebagai pihak netral menyediakan kapal USS Renville sebagai alat keamanan PBB di Indonesia serta tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda.
KTN pun berhasil mengadakan perundingan pada 8 Desember 1947 di kapal USS Renville, meski perjanjian ini ternyata belum bisa menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.
(*)