Dalam apa yang disebut 'gerakan bersenjata' pada 11 Agustus, UDT merebut beberapa kantor kunci Fretilin dan menahan ratusan pemimpin dan pendukung Fretilin.
Dalam kondisi destabilisasi, propaganda dan tekanan militer dari Indonesia, Fretilin akhirnya memproklamasikan kemerdekaan pada 28 November 1975.
Beberapa hari setelah itu, UDT dan tiga partai kecil lainnya mengumumkan 'Deklarasi Balibo' - seruan kepada pemerintah Indonesia untuk mencaplok Timor.
Meski dinamakan Deklarasi Balibo, saksi yang menandatanganinya memberi kesaksian bahwa draf deklarasi tersebut dibuat di Jakarta dan ditandatangani di sebuah hotel di Bali dengan kondisi paksaan seperti yang tercatat dalam laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk Timor- Leste (CAVR) pada tahun 2005.
Sembilan hari kemudian, Indonesia menginvasi Timor Timur pada 7 Desember 1975.
Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soeharto menduduki Timor Timur bukan tanpa alasan.
Padahal, Soeharto awalnya tidak ingin Timor Timur masuk ke wilayah Indonesia.
Namun, setelah mendapat masukan dari kalangan intelijen Indonesia, salah satunya Majen Ali Murtopo, Soeharto mungkin akan berpikir ulang.