Salah satu pertimbangannya adalah memandang Fretilin sebagai berideologi komunis yang konon menimbulkan keprihatinan terhadap Indonesia yang seperti kita ketahui bahwa Soeharto anti komunis.
Dikhawatirkan kekuatan Fretilin akan tumbuh dan akan melahirkan negara komunis di perbatasan Indonesia.
Hingga akhirnya, pasukan militer Indonesia mampu menyelesaikan masalah tersebut pada 7 Desember 1975.
Namun, operasi militer ini justru memperparah konflik yang sedang berlangsung.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meredakan konflik tersebut, salah satunya dengan membawa masalah Timor Timur ke PBB usai bernegosiasi dengan Portugal.
Pada tanggal 5 Mei 1999, akhirnya dicapai kesepakatan antara Indonesia dan Portugal untuk mengadakan referendum di Timor Timur.
Perjanjian tersebut kemudian dikenal sebagai Perjanjian New York.
Selain itu, PBB juga membentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) untuk mengawal kesepakatan antara Indonesia dan Portugal dalam proses menuju referendum Timor Timur.
Referendum dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dan dilakukan dengan dua pilihan, yaitu menerima otonomi khusus bagi Timor Timur di dalam wilayah Republik Indonesia atau menolaknya.
Hasilnya, 344.580 orang atau 78,5 persen dari total penduduk Timor Timur memilih menolak otonomi khusus Republik Indonesia.
Kemudian pada bulan Oktober 1999 Timor Leste resmi memisahkan diri dari Republik Indonesia.
(*)