Find Us On Social Media :

Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda Didapatkan Susah Payah, Baru Sebentar Keutuhan RI Kembali Terancam oleh Sederet Pemberontakan Ini

By Khaerunisa, Jumat, 30 April 2021 | 18:15 WIB

ilustrasi pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Intisari-Online.com - Ketika baru memproklamasikan kemerdekaannya, negara muda Indonesia harus kembali berjuang untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh Belanda.

Itu terjadi karena Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia dan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia yang didapatkan melalui proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Upaya Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia mendapat perlawanan dari pemerintah dan rakyat Indonesia, melahirkan konflik Indonesia-Belanda selama empat tahun.

Kala itu, Inggris ditunjuk oleh aliansi Sekutu setelah memenangkan Perang Dunia II untuk melucuti, memulangkan tentara Jepang di Indonesia.

Baca Juga: Berakhir dengan Pengakuan Kedaulatan, Ternyata Konflik Indonesia-Belanda Membuat AS Berpaling 'Mengubah Kesetiaan', Mau Tak Mau Tekan Belanda untuk Melepas Bekas Jajahannya

Inggris pun membentuk AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untukmelakukan tugas tersebut.

Kesempatan itulah yang digunakan pemerintah sipil Hindia-Belanda (NICA), untuk menyusup kembali ke Indonesia.

Mereka masuk melalui beberapa pintu wilayah Indonesia. Terutama daerahyang merupakan pusat pemerintahan pendudukan Jepang seperti Jakarta,Semarang dan Surabaya.

Meski Indonesia telah menyatakan kemerdekaan, namun bagi Sekutu dan Belanda, Indonesia dalam masa kekosongan kekuasaan (vacuum of power).

Baca Juga: Kisah Drupadi yang Menikahi Lima Suami Pandawa, Berawal dari Arjuna yang Memenangkan Sayembara

Setelah serangkaian upaya untuk menyelesaikan sengketa kedaulatan itu, akhirnya Belanda mau mengakui kemerdekaan Indonesia.

Konferensi Meja Bundar (KMB) menjadi perundingan terakhir yang menghasilkan kesepakatan antara Indonesia dan Belanda, termasuk agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dan menarik pasukannya.

Pada 27 Desember 1949, penyerahan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia disahkan. Penyerahan tersebut dilakukan di dua tempat, yakni Jakarta, Indonesia dan Amsterdam, Belanda.

Berhasil mempertahankan kedaulatannya dari upaya Belanda kembali berkuasa, tak membuat ancaman terhadap kedaulatan Indonesia berakhir.

Baca Juga: Puncak Konflik 4 Tahun Indonesia-Belanda, Ini Dampak Positif Hasil Konferensi Meja Bundar Bagi Indonesia

Bahkan ketika pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda baru sebentar didapatkan, ancaman lain datang dari berbagai kelompok pemberontakan di berbagai daerah.

Kelompok pemberontakan di Indonesia sendiri sudah bermunculan sejak Indonesia merdeka.

Berikut ini sederet pemberontakan di Indonesia yang pernah mengancam keutuhan Republik Indonesia:

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pemberontakan RMS dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil.

Tujuan pemberontakan RMS untuk membentuk negara sendiri yang didirikan pada 25 April 1950, di mana meliputi pulau-pulau seperti Seram, Ambon, dan Buru.

Pemberontakan RMS di Ambon dapat dikalahkan pada November 1950 oleh tentara Indonesia, namun pemberontakan di Seram masih berlanjut hingga Desember 1963.

Kekalahan di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram, kemudian mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada tahun 1966.

Baca Juga: ‘Tolong Bantu Saya, Ayah Bisa Meninggal’ Kisah Seorang Pria Bawa Ayahnya yang Sesak Napas Keliling Cari Rumah Sakit yang Bisa Menerimanya, Krisis Covid-19 di India ‘Menyebar dengan Kecepatan Tak Terbayangkan’

PRRI dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)

Permesta atau Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dipimpin oleh Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual pada 1957-1958.

Pemberontakan tersebut terjadi di Sumatera dan Sulawesi ini merupakan bentuk koreksi untuk pemerintah pusat yang dipimpin Presiden Sukarno.

Disebut, hal itu karena Sukarno tidak bisa lagi diberikan nasihat dalam menjalankan pemerintahan sehingga terjadi ketimpangan sosial.

Pemerintah pusat dianggap telah melanggar undang-undang, pemerintahan yang sentralistis, sehingga pembangunan di daerah menjadi terabaikan.

Baca Juga: Fantastis, Dunia Kira-kira Habiskan Hampir 2.300 Triliun Rupiah Demi Beli Vaksin Covid-19 Sampai 5 Tahun Mendatang

Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Didirikan oleh Kapten KNIL Raymond Westerling pada 15 Januari 1949, APRA melakukan pemberontakan pada 23 Januari 1950 dengan menyerang dan menduduki Bandung serta menguasai markas Staf Divisi Siliwingi.

Gerakan APRA sendiri bertujuan untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara sendiri bagi negara-negara RIS.

Bahkan berencana akan menyerang Jakarta. Namun usahanya mampu digagalkan oleh APRIS yang mengirimkan pasukan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dengan adanya peristiwa ini, maka semakin mempercepat pembubaran RIS dan kembali ke bentuk NKRI pada 17 Agustus 1950.

Baca Juga: Tindakannya Dianggap Ancam Persatuan NKRI, Pemerintah Tetapkan Label Teroris pada KKB Papua, Pemerintah Papua Minta Kaji Kembali, ‘Kedepankan Pertukaran Kata dan Gagasan’

 

 

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)

Seiring bermunculannya gerakan pemberontakan di atas setelah peristiwa pengakuan kedaulatan, kelompok pemberontakan DI/TII juga masih merepotkan pemerintah Indonesia.

Pemberontakan DI/TII berlangsung sejak 7 Agustus 1949 di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.

Mereka ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengam syari'at Islam. Bahkan ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII).

Upaya bangsa Indonesia menumpas pemberontakan tersebut memakan waktu cukup lama, terlebih bermunculan kelompok di daerah lain yang mengikuti ide Kartosuwiryo di jawa barat.

Kartosuwiryo dan para pengikutnya baru bisa ditangkap pada 4 Juni 1962, meski DI/TII di daerah lain masih ada yang bertahan setidaknya hingga tahun 1965.

Baca Juga: 'Jika Kita Tidak Menolong India, Ledakan Kasusnya Bisa Menyerang Seluruh Dunia' Pakar Ini Menjelaskan Mengapa Wabah Covid-19 di India Adalah Masalah Global yang Bahkan Mengancam Vaksinasi Dunia

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini