Find Us On Social Media :

Memasuki Teater Pasifik di Perang Dunia II dengan Gagah Berani, dengan Cepat Pasukan Australia Justru Dipercundangi Jepang dan Tercerai Berai Jadi Tahanan Perang Jepang di Pulau Jawa

By Maymunah Nasution, Kamis, 1 April 2021 | 17:52 WIB

Angkatan Udara Australia yang ikut perang Pasifik di Perang Dunia II, justru berakhir sebagai tawanan perang di Jawa

Intisari-online.com - Tepat sebelum tengah malam pada 7 Desember 1941, Pilot Peter Gibbes keluar dari kereta di Kota Bharu di pantai timur laut Malaya.

Ia baru saja melakukan perjalanan panjang dan melelahkan ke semenanjung itu dari Singapura.

Gibbes adalah pilot pesawat di masa damai, dan telah baru saja masuk ke Pasukan Angkatan Udara Australia Squadron 1.

Sejarah mencatat pasukan tersebut akan menjadi unit militer pertama Australia yang beraksi di Perang Pasifik.

Baca Juga: Pantas Saja Tentara Jepang Begitu Perkasa, Melalui Doktrin Ilahi Kaisar Jepang, Tentara Jepang Harus Bertempur Sampai Menang atau Mati Bunuh Diri

Mengutip The Strategist, segera ia beristirahat di mess petugas di lapangan terbang Kota Bharu, suara tembakan menggelegar di malam itu.

Namun ia ditenangkan oleh staff mess jika suara itu hanyalah latihan semata, dan Gibbes mencoba tidur.

Kemudian, saat tembakan meningkat, ia segera berpakaian dan masuk ke ruang pertemuan squadron.

Ia disambut oleh adegan membingungkan karena petugas operasi memerintahkan pilot Squadron 1 menyiapkan pesawat Lockheed Hudson mereka, keluar ke laut untuk 'menjatuhkan beberapa bom'.

Baca Juga: Ditemukan Buku Catatan Orang Mati dan Sekarat, Orang-orang yang Cukup Beruntung Bertahan Hidup dari Tawanan Tentara Kekaisaran Jepang

Sementara itu tidak jauh dari pantainya, kapal transportasi Jepang telah mulai menurunkan 5000 pasukan ke pantai berpasir yang dekat dari lapangan terbang Kota Bharu.

Di Malaya, saat itu sudah pukul 2 pagi pada 8 Desember, sejam sebelum serangan mengejutkan angkatan udara Jepang berkilometer jauhnya di sisi lain Samudra Pasifik, tepatnya di Pearl Harbor, Hawaii.

Nasib Gibbes seperti diceritakan sejarawan RAAF (Angkatan Udara Australia) Alan Stephens, ia kemudian mengambil jaket pelampung dan parasut, ia lalu menuju Hudson yang berbaris di sepanjang jalur rumput lapangan terbang.

Ia bertanya, "Ke mana arah laut?" yang jawabannya adalah menuju "kilatan".

Baca Juga: 9 Fakta yang Perlu Anda Ketahui tentang Serangan Jepang terhadap Pearl Harbor, Salah Satunya Bukan Ini yang Menyebabkan Hitler Menyerang Amerika

Sesampainya di pesawat yang akan ia kendarai, ia menemukan tiga awak pesawatnya.

"Tidak ada yang pernah bertemu dengannya dan dia tidak mengenakan pangkat atau sayap pilot yang mungkin meyakinkan mereka tentang legitimasinya," tulis Stephens.

"Namun mereka diharapkan menyerahkan nyawa di tangannya, karena mereka terbang bersama untuk pertama kalinya dalam pertempuran. Ini adalah amatirisme dalam skala besar. "

Setelah sudah mengudara, Gibbes segera menemukan lokasi transportasi Jepang yang akan datang dan pada ketinggian tiang dan menuju ke tembakan anti-pesawat musuh yang berat, ia menjatuhkan empat bom seberat 250 pon.

Baca Juga: Terkuak, Sebelum Jadi Korban Diserang Jepang di Pearl Harbor, Rupanya Amerika Serikat Pernah Berpikir Menyerang Jepang Duluan, Permohonan Negara yang Putus Asa Ini Rupanya Pendorong Utama

Dalam beberapa menit ia sudah kembali ke lapangan terbang Kota Bharu untuk mengisi ulang senjata.

Ia sudah mempersiapkan serangan mendadak lainnya.

Di awal Desember 1941, laporan mata-mata mengalir ke Komando Timur Jauh milik Angkatan Udara di Singapura menjelaskan kapal-kapal Jepang dan pesawatnya bergerak di Laut China Selatan menuju barat ke Teluk Siam.

Empat squadron RAAF (Nos 1 dan squadron 8 dilengkapi pesawat bom ringan Hudson dan Nos 21 dan squadron 453 dilengkapi dengan jet tempur usang Brewster Buffalo) telah dikirimkan ke lapangan terbang Sembawang di Singapura dari akhir tahun 1940.

Baca Juga: Tantang Semua Musuhnya, China Kirim Tiga Kapal Penghancur Besar, Lewati Laut Tempat Peperangan Besar Rusia-Jepang Pernah Terjadi Seratus Tahun yang Lalu

Pada Agustus 1941, mengantisipasi kemungkinan serangan Jepang ke Malaya, Squadron 1 telah dipindahkan ke Kota Bharu, dekat dengan perbatasan Thailand.

Awal Desember, Squadron 8 juga dipindah ke semenanjung itu tepatnya ke Kuantan dengan kedua squadron mengambil peran pengintaian.

Pada 6 Desember, tiga pesawat patroli dari Squadron 1 lepas landas dari Kota Bharu.

Segera setelah siang, pesawat Hudson milik Letnan Terbang Jack Ramshaw mengenali kapal angkatan laut Jepang menuju Teluk Siam yang berjarak 400 kilometer di timur laut Kota Bharu.

Baca Juga: Habis Manis Sepah Dibuang, Sejarah Timor Leste Pernah Menderita Diinvasi Indonesia, Ternyata Australia Mendukung padahal Negeri Kanguru 'Hutang Terima Kasih' kepada Rakyat Bumi Lorosae

Konvoi angkatan laut musuh kemudian segera dikenali, termasuk satu kapal perang, lima kapal penjelajah, tujuh kapal perusak dan 22 kapal transportasi.

Hari berikutnya hujan, tapi Jepang ternyata mengirimkan tiga kapal transportasi besar, dilindungi dua kapal pengintai perang dan kapal perusak.

Menghadapi itu, komando tinggi Inggris di Singapura bimbang, karena pemimpin komando, Kepala Marsekal Udara Robert Brooke-Popham, menolak melakukan rencana pertahanan Matador, dan melakukan serangan melawan pasukan Jepang.

Sementara itu Singapura tidak mempercayai hasil laporan mata-mata dan yakin Jepang menuju Thailand.

Baca Juga: Sekarang Dilarang Menyerang Musuh Duluan padahal Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia, Tentara Jepang Dulunya Terkenal Brutal, Banyak yang Dihukum karena Kekejamannya

Hanya beberapa jam saja kekejian dimulai dan Squadron 1 meluncurkan serangan berulang ke pesawat dan kapal yang menuju Kota Bharu, berhasil mengenai kapal transportasi seberat 9800 tron Awagisan Maru.

Awagisan Maru juga menjadi kapal pedagang Jepang pertama yang jatuh di Perang Pasifik.

Salah satu pesawat bom RAAF, A16-94 yang dikendarai Letnan Terbang John Jones hanya terbang beberapa menit saja, dan Jones serta krunya, Ron Siggins, Graham Hedges dan David Walters, adalah warga Australia pertama yang gugur di perang.

Pada 8 Desember siang, Jepang semakin unggul dengan sukses memasang pangkalan di semenanjung Malaya, dan lapangan terbang Kota Bharu diserang berulang-ulang oleh pasukan angkatan laut Jepang Zero dari Thailand.

Baca Juga: Fakta Militer Jepang, Salah Satu Militer Paling Kuat di Dunia, Tak Satupun Tentaranya Terbunuh atau Membunuh Sejak Perang Dunia II

Keadaan segera berubah berbahaya, kantong-kantong pasukan Jepang menembus di dekat batas lapangan udara.

Tepat sebelum senja, setelah menerima perintah dari Singapura jika lapangan udara harus ditinggalkan, lima pesawat Squadron yang tersisa yang masih bisa dipakai lepas landas ke Kuantan.

Pesawat-pesawat itu membawa orang dan persediaan penting.

Delapan pesawat telah hilang dalam pertempuran singkat itu.

Baca Juga: Jadi Pemuas Nafsu Tentara Jepang, Penderitaan Wanita Bumi Lorosae Sisi Kelam Sejarah Timor Leste, Tak Berdaya Hanya Bisa Pasrah saat Keluarga Dipertaruhkan

Saat Jepang menyapu semenanjung Malaya, dua squadron RAAF berhasil membangun diri kembali di Singapura sebelum mengungsi ke Palembang lalu ke pulau Jawa.

Naas, di pulau Jawa, banyak anggota squadron 1 yang masih hidup berakhir sebagai tawanan perang Jepang.

Aksi Kota Bharu menjadi pelajaran bagi RAAF atau pasukan angkatan udara Australia jika kekuatan angkatan udara masih lemah.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini