Sekarang Dilarang Menyerang Musuh Duluan padahal Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia, Tentara Jepang Dulunya Terkenal Brutal, Banyak yang Dihukum karena Kekejamannya

Khaerunisa

Penulis

Ilustrasi - Foto Tentara Jepang. Sekarang Dilarang Menyerang Musuh Duluan padahal Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia, Tentara Jepang Dulunya Terkenal Brutal, Banyak yang Dihukum karena Kekejamannya

Intisari-Online.com - Terikat konstitusi pasca-perang, militer Jepang hanya diperbolehkan bersifat defensif meski termasuk militer paling kuat di dunia.

Itu berlaku sejak kekalahannya dalam Perang Dunia II. Di bawah konstitusi tersebut, Jepang tidak diperbolehkan memiliki kekuatan militer ofensif atau menyerang.

Negara ini hanya mempertahankan Pasukan Bela Diri (SDF), yang dibentuk pada tahun 1954. Misinya adalah melindungi daratan Jepang.

Pasal Sembilan konstitusi tersebut secara eksplisit melarang Jepang mempertahankan militer atau menggunakan kekuatan internasional untuk alasan apa pun.

Baca Juga: Padahal Salah Satu Senjata Terkuat Jepang, Kapal Selam Seberat 2.900 Ton Ini Langsung Ringsek Saat Menabrak Kapal China Ini, Ini Foto-fotonya

Jepang mendapat perlindungan dari Amerika Serikat di bawah Perjanjian Bantuan Pertahanan Bersama tahun 1954.

Amerika Serikat berjanji untuk melindungi Jepang dengan syarat dapat mendirikan pangkalan militer permanen di tanah Jepang.

Maka, sejak berakhirnya Perang Dunia II, tidak satu pun tentara Jepang terbunuh -atau telah membunuh siapa pun- dalam pertempuran.

Padahal, dulunya tentara Jepang dikenal dengan reputasi yang menakutkan.

Baca Juga: Dari Bayar Cicilan Bank Hingga Harus Nafkahi Bayinya, Beginilah Derita Istri Terduga Teroris yang Bingung Karena Sang Suami Ditangkap Densus

Melansir totallyhistory, Selama Perang Dunia II , Tentara Kekaisaran Jepang merupakan kekuatan darat utama Kekaisaran Jepang.

Ia berada bawah komando nominal Kaisar, meskipun dalam banyak kasus Kementerian Perang dan Kantor Staf Umum mengendalikan tindakannya.

Tentara dibubarkan setelah kekalahan Jepang pada tahun 1945, ketika Sekutu melarang negara tersebut untuk membangun kembali angkatan bersenjata konvensional.

Meski demikian sejumlah kecil tentara terus bertempur di daerah terpencil hingga tahun 1970-an.

Baca Juga: Dibongkar Habis-habisan oleh WHO Soal Asal-usul Covid-19, China Akhirnya Angkat Suara, Bukannya Marah Karena Merasa Terpojok Justru Beri Pernyataan Begini

Dikatakan, mayoritas kematian militer Jepang selama perang justru bukan karena pertempuran, melainkan karena kelaparan atau penyakit.

Kekurangan pasokan mulai menjadi masalah besar ketika gelombang perang di Pasifik berubah selama tahun 1943.

Selain pasokan militer, pengiriman obat-obatan dan makanan sangat terpengaruh.

Angkatan udara pun kehilangan banyak pesawat yang dapat diservis karena suku cadang untuk memperbaikinya tidak tersedia.

Baca Juga: Mirip Catur, Begini Rahasia Terbaik Permainan Hnefatafl Raja Viking, Strategi Taktis Menangkan Peperangan Bahkan Ikut Dikuburkan dalam Makam

Dalam kondisi yang sulit sekalipun, tak membuat Tentara Kekaisaran Jepang menyerah dengan mudahnya.

Misalnya, dalam Pertempuran Saipan. Dari sebuah garnisun dengan kekuatan lebih dari 30.000, hanya sedikit lebih dari 900 orang yang jatuh ke tangan musuh sebagai tawanan perang.

Dalam beberapa kasus, tingkat penyerahan bahkan lebih rendah, seperti di Tarawa, di mana hanya 17 pasukan yang ditangkap dari pasukan berkekuatan 3.000 orang.

Bahkan dalam Pertempuran Okinawa yang jauh lebih besar, hanya di bawah sepuluh persen tentara Jepang menyerah, dengan banyak pria melakukan bunuh diri di medan perang setelah mendapatkan otorisasi kekaisaran untuk melakukannya.

Baca Juga: Termasuk Peringatan Tsunami yang Diabaikan hingga Picu Ratusan Korban Jiwa, Ini Daftar Peristiwa Tragis 1 April yang Justru Dianggap April Mop

Mereka memiliki reputasi yang menakutkan, bukan hanya karena pengabdiannya yang fanatik dan membuatnya tak mudah menyerah, tapi juga perlakuan brutalnya terhadap non-kombatan dan tahanan.

Setelah perang, lebih dari 5.000 pengadilan kejahatan perang diadakan, dengan banyak perwira dan laki-laki dihukum karena kekejaman yang dilakukan.

Pada tahun 1941, Mayor Jenderal Horii memberi perintah kepada anak buahnya untuk tidak membunuh atau menjarah dari warga sipil, tetapi kejadian ini hanya sedikit.

Banyak pihak berwenang beralasan bahwa tentara berperilaku brutal karena anak buahnya sendiri telah diperlakukan kasar selama wajib militer.

Baca Juga: Api Masih Berkobar, Kebakaran Kilang Minyak Pertamina di Balongan Dijamin Bikin Pertamina Tekor Meskipun Baru Bulan Kemarin Sesumbar Bebaskan Ratusan Hektar Lahan Sawah Jadi Kilang Minyak Baru

Disiplin melampaui perlakuan manusiawi dan mencakup hukuman seperti tugas yang terlalu berat, makanan yang tidak cukup, dan pemukulan yang kasar.

Pada tahun 1943, para komandan senior Angkatan Darat menyadari bahwa hal tersebut menyebabkan moral yang buruk di antara pasukan mereka.

Namun, arahan mereka untuk mengakhiri praktik semacam itu diabaikan secara luas.

Demikian pula, konsep Jepang tentang kematian yang mulia membuat beberapa komandan bersikeras menuntut menggunakan bayonet, meskipun itu merupakan bunuh diri dan amunisi yang lebih cocok tersedia.

Baca Juga: HUT ke-59 Kopaska TNI AL: Terbentuknya Pasukan Khusus Indonesia Ini Berawal dari 'Ledakan di Dermaga Ujung Surabaya', Unjuk Kebolehan yang Membuat Bung Karno Terkagum-kagum

Jepang pun terus berperang bahkan setelah jatuhnya Jerman pada Mei 1945.

Kaisar Hirohito terpaksa menyerah ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus.

Penggantian Konstitusi Jepang yang dibuat setelah kemenangan Sekutu secara tegas melarang penggunaan kekuatan militer Jepang, sebagai upaya untuk menangkal ancaman militerisme. Namun demikian, pada tahun 1947 pasukan Keamanan Umum dibentuk, yang di kemudian hari menjadi Pasukan Bela Diri Darat.

Sementara sejumlah anggota Tentara Kekaisaran Jepang, dalam waktu yang lama menolak untuk menerima legitimasi penyerahan bangsa mereka, dan terus menganggap diri mereka sebagai pihak yang berperang dalam perang aktif. Tentara Kekaisaran Jepang terakhir yang menyerah melakukannya di Filipina dan Indonesia pada tahun 1974.

Baca Juga: Disebut-sebut Terbakar Karena Sambaran Petir, BMKG Justru Menyebut Kebakaran Kilang Minyak Balongan Disebabkan Hal Lain, Sejarah Mencatat Sudah Tiga Kali Terbakar

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait