Penulis
Intisari-online.com -Kelompok bilateral Quadrilateral atau Quad yang terdiri dari AS, Jepang, Australia dan India, sudah lama dianggap sebagai kuda Troya untuk 'NATO Asia' yang dirancang khusus untuk menyeimbangi kekuatan China yang tumbuh di Indo-Pasifik.
Kini beberapa pendukung Quad telah berargumen hal yang sama, meminta 'strategi pertahanan kolektif' di Indo-Pasifik untuk mempertahankan kekuatan AS di regional dan menjatuhkan China.
Namun peneliti dari program keamanan nasional Australian Strategic Policy Institute (ASPI), Charlie Lyons Jones, menuliskan jika Australia seharusnya menahan diri menyerukan persekutuan itu.
Menurutnya, penting untuk bisa membedakan antara 'pertahanan kolektif' dan 'pertahanan kolaboratif'.
Pertahanan kolektif artinya negara-negara di Indo-Pasifik seharusnya mengumpulkan sumber daya dalam struktur komando bersatu dan multinasional mirip dengan NATO.
Sementara itu pertahanan kolaboratif adalah penyesuaian lebih santai dengan negara-negara bekerja sama dalam cara berbeda di kelompok berbeda dalam misi yang berbeda pula.
Pertahanan kolaboratif adalah jumlah kemitraan bilateral dan trilateral yang kemudian dioperasikan lebih luas sebagai pengelompokan regional.
Pengelompokan lebih luas akan berkembang pelan dengan masing-masing pertemuan atau latihan dan tanpa keharusan persekutuan kolektif.
Hal ini menyediakan fleksibilitas taktis untuk kemitraan bilateral dan trilateral untuk bergerak dalam respon atas ancaman yang berbeda di teater operasional tertentu pada waktu-waktu yang menguntungkan.
Rezim pertahanan kolektif NATO mampu menghadang Uni Soviet karena NATO terbentuk di Eropa selama Perang Dingin.
Dengan lingkup pengaruh negara-negara anggota yang terdefinisikan dengan jelas, deklarasi dalam Pasal 5 perjanjian NATO menyebutkan jika serangan terhadap satu negara anggota akan menjadi serangan terhadap semua negara anggota telah memiliki kredibilitas.
Anggota NATO memiliki kepentingan yang sama untuk memastikan bahwa Uni Soviet tidak akan masuk lebih jauh ke Eropa Barat.
Dunia demokrasi liberal menyatu dalam tekad menggagalkan pawai komunisme Soviet.
Saat itu jika Jerman Barat jatuh, Belanda akan dikuasai Uni Soviet.
Saat Perang Dingin berakhir, komunisme Soviet tidak mampu bergerak, dan demokrasi telah menang. Namun dalam kemenangan ideologinya, NATO mengalami kekalahan strategi dan agen pengikat serta nilai dari Pasal 5 telah terhapuskan.
Setelah Perang Dingin, Rusia paham NATO telah kehilangan koherensinya sebagai keanggotaan, dan mulai memperluas diri, fokus NATO sendiri berpindah pada ancaman transnasional seperti terorisme.
Di Indo-Pasifik, China telah buktikan dengan militerisasi Laut China Selatan dan deklarasi zona pertahanan udara di Laut China Timur.
Pada kedua kasus, AS dan sekutunya gagal menilai cara tepat menggunakan aksi militer melawan pelanggaran hukum internasional ini.
Namun dengan tidak melakukan apapun, Washington menyerah pada tindakan Beijing.
Indo-Pasifik saat ini tidak seperti Eropa Barat saat Perang Dingin. Masing-masing negara di sana memiliki alasan yang berbeda untuk melawan China.
Vietnam dan India telah melawan China untuk melindungi batas teritori dan mempertahankan animo bersejarah terhadap Beijing.
Filipina dan Indonesia menolak klaim 9 garis putus-putus China.
Beijing sendiri mengklaim pulau Senkaku milik Jepang dan menggunakan perilaku Tokyo selama Perang Dunia II sebagai alasan politis mereka.
Sementara untuk Taiwan, menahan China adalah urusan keselamatan nasional.
Skenario terburuk
Dalam skenario terburuk, ketika Angkatan Laut China berlatih di Laut China Selatan, saat yang sama milisi maritim China berupaya mendarat di Kepulauan Pratas, Taiwan, menyebabkan militer Taiwan siaga.
Karena hal itu, angkatan laut diminta menghentikan latihan dan membantu para milisi.
Militer Taiwan segera menembaki kapal angkatan laut China, tapi Beijing memerintahkan militernya untuk segera merebut Pratas, sehingga jet tempur angkatan udara segera membuat pertahanan Taiwan kewalahan.
Taipei akan mengharapkan bantuan AS, Australia dan Organisasi Kerjasama Indo-Pasifik (IPTO), tapi mungkin IPTO tidak membantu Taiwan, karena dua anggotanya, Vietnam dan Filipina, diuntungkan jika Taiwan tidak dapat memegang pulau Pratas.
Vietnam dan Filipina menginginkan pulau milik Taiwan, Itu Aba, sehingga jika Taiwan tidak memegang pulau Pratas, mereka bisa menguasai Itu Aba, akibatnya walaupun anggota IPTO lain seperti Jepang setuju membantu Taiwan, mereka tidak setuju.
Sementara itu AS dan Australia sudah yakin terlalu terlambat bagi mereka bergerak membantu Taiwan, akhirnya pulau Pratas menjadi milik China.
Beijing memperhitungkan Washington perlu dukungan IPTO, dan segera saja memecah belah IPTO lagi dengan menargetkan pulau lain yang diklaim oleh sekutu IPTO, akhirnya Beijing menang.
Akan lebih mudah jika AS menggerakkan Aksi Hubungan Taiwan dan menggunakan pasukan di Okinawa untuk menggempur kapal-kapal Beijing. Segera setelah ketegangan meningkat dan teritori Jepang terancam, Tokyo dapat mengirimkan bantuan udara dan laut untuk membantu.
Canberra pun bisa membantu jika diminta Washington untuk terbangkan jet tempur anti kapal selam di titik tekak rantai pulau tersebut sembari mengirimkan kapal perang mendukung angkatan laut India dalam blokade di Selat Malaka.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini