Advertorial
Intisari-Online.com - Musuh China bertambah satu terkait sengketa di Laut China Selatan.
Setelah berhadapan dengan Amerika Serikat (AS), Filipina, Australia, Jepang, dan India, kini China kedatangan musuh baru.
Dilansir dari express.co.uk pada Selasa (3/11/2020), negara-negaraEropa mengatakan pihaknya meningkatkan pengeluaran militer untuk tahun depan.
Keputusan itu dibuat meskipun ekonomi mereka terpukul karena pandemi virus corona (Covid-19).
Tak sampai disitu.
Bangsa Eropa juga akan bertemu dengan NATO gunamemperkuat hubungan dengan sekutu merekaseperti Australia.
Ini dilakukan untuk "berdiri bersatu melawan mereka yang menantang kita".
Komentar tersebut dibuat oleh Annegret Kramp-Karrenbauer, Menteri Pertahanan Jerman dan ketua partai politik Uni Demokratik Kristen.
Sebelumnya, Kramp-Karrenbauer menujukkanhubungan positif yang dimiliki Jerman dengan China.
Bahkan menyebutnya sebagai "mitra dagang penting" dengan "ikatan ekonomi yang kuat".
Namun, dia mengatakan hal berbeda kini.
“Pada saat yang sama, kami tidak menutup mata pada kondisi investasi yang tidak setara, perampasan kekayaan intelektual yang agresif, distorsi persaingan yang disubsidi negara atau upaya untuk menggunakan pengaruh melalui pinjaman dan investasi," ucap Kramp-Karrenbauer kepada Sydney Morning Herald.
“Mengingat tantangan keamanan yang meningkat di kawasan Indo-Pasifik, adalah tujuan saya untuk mengintensifkan kolaborasi bilateral dan multilateral kita."
"Itu bisa termasuk, misalnya, pengangkatan perwira Jerman di unit Angkatan Laut Australia."
"Itu adalah sebuah proyek yang sedang dinegosiasikan saat kita berbicara."
Lebih lanjut,Kramp-Karrenbauer dijadwalkan akan bertemu secara virtual denganLinda Reynolds, Menteri Pertahanan Australia demi membahas'Kebijakan Strategis Australia'
Perlu Anda tahu, wilayah Indo-Pasifik meliputi China dan Australia, serta India dan Jepang.
Namun, Kramp-Karrenbauer tidak merinci apakah pasukan Jerman akan dikerahkan di Laut China Selatan untuk melakukan operasi kebebasan navigasi.
Latihan militer semacam itu telah dilakukan di Laut China Selatan oleh AS sebelumnya, dan dapat digunakan sebagai tantangan terhadap klaim maritim yang berlebihan.
Ahli urusan internasional Eleanor Freund telah menyatakan: “Operasi Kebebasan Navigasi adalah operasi angkatan laut dan udara AS yang memperkuat hak dan kebebasan yang diakui secara internasional dengan menantang klaim maritim yang berlebihan."
"Detail setiap operasi ditentukan oleh klaim maritim berlebihan yang diprotes."
Dalam satu kasus, kapal perusak Angkatan Laut AS lewat dalam jarak 12 mil dari Kepulauan Spratly yang diperebutkan tanpa meminta izin sebelumnya dari negara-negara yang mengklaim wilayah tersebut.
Terlepas dari itu, Jerman berharap untuk mengerahkan kehadiran angkatan laut di kawasan Indo-Pasifik tahun depan.
Kramp-Karrenbauer juga meminta Barat untuk "bersatu" dalam pendekatannya ke Beijing terlepas dari hasil pemilu AS minggu ini.
Sebab, Donald Trump diketahui bermusuhan dengan China. Namun jika Joe Biden terpilih, bukan berarti dua negara itu tak bisa berteman.
Sejatinya Jerman selama ini memerhatikan keadaan.
Sebelumnya pada akhir September, dilaporkan bahwa undang-undang keamanan siber baru akan mempersulit perusahaan telekomunikasi China, Huawei, untuk terlibat dalam jaringan 5G Jerman.
Meskipun itu berhenti sebelum larangan eksplisit.
Sikap Jerman terlihat lebih 'kalem' dibanding tindakan keras yang lebih keras terhadap Huawei yang diberlakukan oleh Australia, AS, dan Inggris.