Penulis
Intisari-online.com -China memang memiliki kekuatan besar.
Namun dalam urusan membangun hubungan berdasarkan saling percaya, China bukanlah yang terkuat.
Ia kalah oleh AS untuk hal itu.
Dilansir dari media Singapura, Mothership, negara-negara Asia Tengara memilih AS jika dipaksa akan bersekutu antara AS atau China.
Hal itu didapatkan dari hasil pemungutan suara yang dilakukan dari responden negara ASEAN.
Survei yang dilaksanakan oleh pusat penelitian di Singapura ISEAS-Yusof Ishak Institute dari 18 November 2020 sampai 10 Januari 2021 pada 1032 responden, 61.5% responden mengatakan mereka akan memilih bersekutu dengan AS.
Ini kontras dengan 38.5% yang memilih China, yang mengalami penurunan dari 46.4% di tahun 2020.
Penelitian mencatat penurunan persentase ini disebabkan karena diplomasi Covid-19 China di Asia Tenggara.
Termasuk donasi APD ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Singapura.
Meski begitu China dipandang sebagai kekuatan ekonomi paling berpengaruh di ASEAN.
Ada 76.3% responden yang melihat China seperti itu.
Di luar para responden itu, banyak yang khawatir mengenai tumbuhnya pengaruh ekonomi China.
Mirip dengan hasil survei tahun lalu, kekhawatiran ini terlihat di Vietnam (90.4%), Thailand (79.3%) dan Filipina (77.5%).
Persepsi tersebut kontras tajam dengan Kamboja dan Laos yang sebagian besar responden menerima pengaruh ekonomi China (52.4% dan 51.4%).
Peneliti studi tersebut juga mencatat jika ASEAN sudah tidak begitu percaya lagi pada China.
Hal ini membuat China menjadi satu-satunya negara yang mengalami peningkatan ketidakpercayaan di antara negara ASEAN.
Studi tahun ini tunjukkan ketidakpercayaan pada China meningkat dari 60.4% di tahun 2020 sampai 63% di tahun 2021.
Hasil ini mirip dengan hasil survei tahun lalu, yang menghasilkan bahwa meskipun China dianggap sebagai negara paling berpengaruh untuk ekonomi dan strategi politik di wilayah itu, pengaruhnya yang tumbuh tidak diterima di ASEAN.
Tidak heran, hal ini disebabkan karena ada kekhawatiran bantuan ekonomi China ditambah dengan kekuatan militernya dapat digunakan mengancam kedaulatan dan kepentingan negara-negara yang terlibat.
Laporan tunjukkan bahwa agar China bisa dipercaya, harusnya mereka tidak mengganggu kedaulatan dan otonomi strategis negara-negara tetangganya.
Kontras dengan tumbuhnya skeptisme terhadap China, Asia Tenggara tetap menerima pengaruh AS meskipun melihat perkembangan terakhir.
Perkembangan terakhir yang dimaksudkan adalah penipuan pemilu yang diklaim Presiden AS Donald Trump, dan juga konflik Gedung Capitol.
Faktanya, kepercayaan wilayah kepada AS meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, naik sebesar 18% dari 30.3% ke 48.3%.
Peneliti masih tidak yakin mengenai alasan peningkatan ini, tapi mereka tunjukkan beberapa alasan yang mungkin terjadi, seperti responden meninggalkan masa lalu hubungan AS dengan Trump dan menjadi makin yakin dengan Joe Biden.
Namun yang paling dipercayai oleh Asia Tenggara adalah Jepang, yang dianggap pemangku kepentingan yang paling bertanggung jawab dan menghargai hukum internasional.
Kebanyakan yang memilih Jepang berasal dari Brunei dan Singapura.
Uni Eropa menjadi pemangku kepentingan yang dipercaya kedua setelah Jepang.
Saat ini warga Asia Tenggara lebih khawatir dengan militerisasi China di Laut China Selatan, daripada kehadiran militer AS.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini