Penulis
Intisari-online.com - Persaingan China dan Amerika yang memanas di perkirakan kuat oleh para pakar bisa menyulut Perang Dunia III.
Hal ini pun dikhawatirkan, karena baik China dan Amerika keduanya terus terlibat provokasi di Laut China Selatan.
Bahkan diramalkan, Amerika dan China bisa jadi tak lama lagi akan menuju ke konflik militer.
Melansir Kontan, seorang analis terkemuka memperingatkan bahwa AS dan China sedang menuju konflik militer besar atas Taiwan.
Analis tersebut mengklaim, faktor pendorong perang sedang meningkat di Laut China Selatan.
Melansir Express.co.uk, ketegangan antara kedua negara adidaya telah meningkat selama sebulan terakhir.
Pada bulan Januari, jet militer milik Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) melakukan serangan rudal simulasi terhadap kapal induk Amerika, USS Theodore Roosevelt, saat berpatroli di perairan dekat Taiwan.
Lebih lanjut, Kementerian Pertahanan China mengeluarkan pernyataan tanpa kompromi pada Kamis lalu yang memperingatkan Taipei bahwa "kemerdekaan berarti perang".
Menulis di Financial Times, Diana Choyleva, kepala ekonom di Enodo Economics, mengatakan bahwa tim risetnya meyakini bahwa peluang untuk menghindari konflik di Taiwan telah turun secara dramatis.
Dia berpendapat bahwa Presiden China Xi Jinping, yang semakin tegas dan percaya diri, melihatnya sebagai takdir untuk membawa Taiwan kembali ke pangkuan China.
Menjawab pertanyaan apakah AS dan China pada akhirnya akan berperang memperebutkan negara pulau itu.
Dia menulis: "Pejabat AS telah lama mengadopsi 'ambiguitas strategis' ketika ditanya apakah mereka akan datang untuk menyelamatkan Taiwan jika terjadi aksi militer China."
"Jika pemaksaan China diperpanjang hingga blokade ekonomi besar-besaran di Taiwan, Washington mungkin akan campur tangan," katanya.
Choyleva juga menjelaskan, selain taruhan ekonomi, jika disisihkan, AS bisa kehilangan status sebagai kekuatan utama Asia-Pasifik.
Dia bilang, Pemerintahan Biden sejauh ini terjebak pada garis keras Donald Trump di China.
"Ini menanggapi serangan udara provokatif dengan menyerukan Beijing untuk berhenti mengintimidasi Taiwan, dan menggambarkan hubungannya dengan Taipei sebagai 'sekuat batu'," Paparnya.
"Biden juga melanggar preseden dengan mengundang perwakilan Taiwan dari Washington ke upacara pelantikannya," imbuhnya.
Namun, menurut Choyleva, meski disibukkan dengan masalah di dalam negeri, Biden ingin menghindari aksi provokasi terhadap Xi Jinping atas masalah tersebut.
Dia menjelaskan, ujian terpenting akan terjadi jika Biden memasukkan Taiwan ke dalam KTT demokrasi yang ditetapkan untuk tahun pertama kepresidenannya.
"Mengundang Taiwan akan membuat marah Beijing dan Xi Jinping akan berada di bawah tekanan untuk menanggapi," jelasnya melalui Daily Express.
"Atas dasar rasional, konfrontasi apa pun tidak akan diizinkan untuk meningkat. Tapi risiko yang terlibat bukan hanya soal perhitungan logis," paparnya seperti dikutip Express.co.uk.
Choyleva juga menambahkan, "Seperti yang diamati oleh sejarawan Yunani dan jenderal Thucidydes, pendorong perang adalah ketakutan, kehormatan, dan keuntungan - dan semuanya meningkat."
Source: Kontan.co.id