Find Us On Social Media :

Pimpinannya Telah Lama Dimusnahkan Amerika, Al-Qaeda Baru-baru Ini Umumkan Perang Lawan Amerika, Ternyata Begini Detik-detik Saat Osama Bin Laden Ditangkap

By Maymunah Nasution, Senin, 8 Februari 2021 | 15:38 WIB

Osama Bin Laden

Intisari-online.com - Baru saja dikabarkan, Al-Qaeda rupanya merencanakan melanjutkan perang dengan AS.

Informasi yang menyebar mengatakan mereka ingin melanjutkan melawan lagi setelah Biden mulai melaksanakan pemerintahannya di Gedung Putih.

Rencana ini merupakan bagian dari balas dendam atas pembunuhan Osama Bin Laden.

Cuitan oleh unit media Taliban Afghanistan Al Emarah mengklaim jika Biden adalah salah satu dari pejabat tinggi administrasi Obama yang terlibat pada pembunuhan Osama Bin Laden/

Taliban juga memperingatkan Jumat lalu jika akan ada "perang besar" dan "ketegangan berbahaya" jika pasukan AS tidak ditarik Mei tahun ini.

Kebijakan itu turun sesuai kesepakatan Doha yang ditandatangani di bawah administrasi Trump.

"Jika kesepakatan Doha dihancurkan, hal ini akan memimpin pada perang besar, tanggung jawabnya akan menjadi milik Amerika," demikian peringatan Taliban.

Baca Juga: Jadi Penangkap Teroris-teroris Dunia, Terkuak Cara Mengerikan Amerika Serikat Perlakukan Para 'Teroris' Kelas Kakap, Penjara Ini Justru Jadi Simbol Ketidakadilan AS Sendiri

NBC laporkan banyak pejabat Taliban kembali ke garis depan di Afghanistan untuk tugas mereka, di tengah kekhawatiran yang tumbuh atas pasukan asing di bawah administrasi Biden, menurut sumber militer yang ada.

Ia mengklaim ada beberapa isu termasuk matinya pembicaraan perdamaian dengan pemerintah Afghanistan mengenai masa depan Biden di Washington.

Peneliti Ashley Jackson di Insitut Pengembangan Luar Negeri mengatakan Taliban akan menonton dan menunggu dan sepertinya tidak punya strategi besar di saat ini.

"Sangat sulit bagi Taliban di Doha yang jelas-jelas punya pasukan di darat yang tidak pernah percaya dengan AS untuk ikuti perjanjian.

"Mereka juga berniat kembali ke medan perang karena mereka berpikir bisa membuat pendapatan besar, jika tidak mendominasi negara itu," ujarnya.

Baca Juga: Hampir Dibiarkan Membusuk di Salah Satu Penjara Terkejam di Dunia, Hambali dan Para Pelaku Bom Bali 1 Ini Kini Akan Diadili Secara Militer oleh Pentagon AS, Ini Kekejian Penjara Guantanamo AS

Penangkapan Osama Bin Laden

Penangkapan Osama Bin Laden sendiri merupakan penangkapan paling sulit dilakukan oleh pasukan AS.

Penulis Majalah Intisari Mayong S. Laksono menulis untuk edisi Juni 2013 sebuah artikel berjudul Operasi Senyap Memburu Osama Bin Laden.

Tulisan itu ia lansir dari buku No Easy Day: The Autobiography of a Navy SEAL karya Mark Owen dan Kevin Maurer.

Buku ini ditulis oleh salah satu pelaku pasukan khusus yang menyerbu tempat persembunyian Osama Bin Laden di Abbottabad, Pakistan.

Namun nama asli penulis dan detail peristiwa disamarkan.

Berikut adalah saat penangkapannya.

Komandan membuka pintu geser helikopter Black Hawk. Udara masuk menciptakan guncangan, dan suara mesin memekakkan telinga.

Baca Juga: Kemenangan AS pada Operasi Badai Gurun 1990-1991 Berkat 5 Senjata Ini, Ada yang Ikut Bantu Navy SEAL Menewaskan Osama bin Laden pada 2011

Tak ada kata bisa didengarkan kecuali isyarat jari dari komandan yang sebagian wajahnya tertutup helm dan kacamata malam.

Teman-teman saya, para anggota pasukan khusus, sedikit beringsut dari duduknya.

Bukan kursi asli helikopter itu, melainkan lantai dan bangku-bangku kemping ukuran kecil demi mengurangi beban muatan.

Kami melihat ke bawah, berharap untuk memahami suasana Kota Abbottabad. Tapi malam kelewat pekat.

Satu setengah jam sebelumnya, kami diangkut dari markas kami di Jalalabad, Afghanistan, dengan dua helikopter MH-60 Black Hawk dan terbang di malam tanpa bulan.

Dalam 30 menit sampai di perbatasan Pakistan, dan satu jam kemudian menuju target yang citra satelitnya telah kami pelajari selama beberapa minggu.

Baca Juga: Ini 9 Pasukan Khusus Paling Mematikan di Dunia, Ada yang Sampai Masuk Islam untuk Jalankan Misi Berbahaya

Tugas dengan nama sandi Operation Neptune Spear itu dilaksanakan oleh 24 orang dalam tim penyerbu utama. Terbagi menjadi dua regu, Chalk One dan Chalk Two, yang masing-masing menggunakan satu Black Hawk.

Kami berasal dari Navy SEAL Team Six atau nama resminya Naval Special Warfare Development Group atau DEVGRU, unit kontraterorisme paling elit di militer AS. Sebagian besar anggota telah saling kenal, malah sudah lebih dari 10 tahun bersama-sama dalam aneka tugas.

Di Irak, Afghanistan, Somalia untuk membebaskan kapten kapal kargo Maersk Alabama Richard Philips yang disandera perompak Somalia pada 2009, dan ke Pakistan pun pernah. Kami saling percaya.

Lima menit sebelumnya, seisi heli begitu gaduh. Kami membuka helm, mengecek radio, juga pemeriksaan terakhir senjata dan perlengkapan tempur lain. Saya mengenakan setelan dan rompi seberat 30 kg yang setiap gramnya dihitung cermat agar sesuai dengan misi.

Kami adalah pasukan terlatih, masing-masing memiliki kualifikasi khusus dan terbaik di skuadron asal.

Baca Juga: Bikin Geger Saat Ditangkap Ditemukan Banyak Kaset Film Porno di Persembunyian Osama bin Laden, Diduga Inilah Fungsi Asli Kaset Itu Ternyata Tidak Sembarangan

Sekarang heli sangat bising oleh bunyi mesin dan angin kibasan rotor. Kabin gelap, cahaya hanya berasal dari instrumen di kokpit. Karena sempit, kami sulit bergerak, bahkan untuk menjulurkan kaki. Tapi kami sangat siap dengan tugas di depan mata ini.

Sampai di atas kompleks rumah yang dituju, kami melihat lokasi pendaratan yang hanya seluas area parkir. Kami bersiap melemparkan tali buat meluncur ketika terdengar perintah komandan lewat radio, “Kita berputar. Kita berputar!”

Waktu bertambah, penghuni rumah jadi punya waktu untuk bersiap-siap. Padahal misi ini dipersiapkan dengan menghabiskan ratusan, bahkan ribuan, jam pelatihan. Yang utama dalam operasi ini adalah unsur kejutan, tapi kalau pendaratan gagal di kesempatan pertama, kejutan tidak ada lagi. Kami harus menyiapkan Plan B, Plan C, dst.

Heli berguncang-guncang membanting penumpang ke segala arah. Ini terbilang biasa. Bahkan tadi kami sempat berkelakar, kalaupun heli jatuh, itu pasti yang mengangkut Chalk Two, bukan kami, karena sebagian besar dari kami sudah kenyang dengan kecelakaan helikopter.

Tapi upaya pendaratan benar-benar sulit. Dengan susah payah saya melepaskan lilitan tali yang tadi batal kami gunakan. Saya mendekat ke pintu, namun tiba-tiba heli berguncang lagi sampai rotor belakangnya menghantam atap bangunan.

Heli kehilangan keseimbangan dan meluncur ke tanah dalam posisi miring. Pandangan saya memudar, tapi saya siap dengan benturan besar.

Baca Juga: Pembunuhan Osama Bin Laden Masuk Daftar Prestasinya, Tapi Ternyata Pasukan Khusus Terbaik Dunia Navy SEAL Nyaris Gagal Gara-gara Hal Ini

"Kita akan menangkap UBL”

Sejak Tragedi 11 September, satuan-satuan tempur di luar negeri diintensifkan untuk memerangi terorisme. Kami tak hanya menggempur kekuatan-kekuatan Taliban di Afghanistan dan sebagian Pakistan, intelijen pun meningkatkan pelacakan terhadap Osama bin Laden.

Sampai tahun 2007, saya sudah menjalani lima misi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Misi keenam adalah Provinsi Khost di Afghanistan yang berbatasan dengan Pakistan untuk memburu anggota Al Qaeda dan Taliban. Juga Osama.

Sebuah serangan pada tahun itu gagal, karena informasi intelijen yang katanya “100%” ternyata tidak tepat. Kami harus bekerja lebih keras.

Memasuki tahun 2011, Tanduk Afrika bergolak. Mesir ganti pemerintahan, Libya dilanda revolusi. Di Asia, Suriah juga menjadi titik panas, sementara Afghanistan juga tak bisa dilepaskan. Irak pun tetap bergejolak, banyak kepentingan Amerika terancam.

Saya mestinya libur musim semi ketika sebuah panggilan dari Mabes AL di Virginia Beach membatalkannya. Di sebuah ruangan yang disebut Sensitive Compartmented Information Facility, atau SCIF (diucapkan “skif ”), saya bertemu beberapa teman lama seperti Walt, Charlie, dan Tom, instruktur saya di Green Team dulu.

Baca Juga: Dilatih Secara Brutal, Pasukan Khusus Korea Utara Diklaim Bisa Kalahkan Pasukan Khusus Terbaik Dunia Navy SEAL AS

Hampir 30 orang semuanya. Sedikit penjelasan dari pimpinan, kemudian diakhiri dengan perintah agar kami segera memulai latihan di sebuah tempat di Karolina Utara.

Sebagian besar dari kami terbiasa dengan tugas mendadak. Tapi latihan dengan ketidakjelasan, rasanya baru kali itu. Tak ada bahan persiapan – senjata, peralatan, bahan peledak. “Berapa lama latihan nanti?” seseorang bertanya.

“Tidak jelas. Yang pasti dimulai hari Senin,” jawab orang lain.

Saya baru mau bertanya ketika Tom melihat saya dan menggelengkan kepala. Saya pun membatalkan niat. “Kita akan sama-sama tahu hari Senin,” kata Tom.

Setiap orang memiliki dugaannya. Ada yang mengira akan ke Libya, ke Suriah, bahkan ke Iran.

“Kita akan menangkap UBL,” kata Charlie. Ia pun menduga-duga.

Karena tak ada standar internasional untuk terjemahan bahasa Arab ke Inggris, kami menggunakan ejaan ala FBI dan CIA untuk Osama, yaitu Usama bin Laden, disingkat UBL. Dan pada kesempatan kumpul pertama di hari Senin, dugaan Charlie terbukti.

“Di mana intelijen menemukannya?” saya bertanya.

“Pakistan.”

Baca Juga: Disebut Sebagai 'Leluhurnya' Teroris Berkedok Agama, Inilah Carlos The Jackal, Pembenci Israel yang Tak Ragu Kotori Tangannya Sendiri Demi Perjuangkan Keyakinannya

Di ruangan sepi, kecuali beberapa orang sipil anggota CIA yang bekerja tanpa suara, kami berkumpul menghadap peta Pakistan. Di sebelahnya ada peta kota bernama Abbottabad, juga beberapa foto sebuah area perumahan yang setiap bagiannya sudah diberi kode-kode huruf.

Banyak pula cetakan dan transkrip pembicaraan telepon serta peralatan pembantu. Proyektor, laptop yang menampilkan banyak data tambahan, juga tumpukan data intelijen. Saya masih belum yakin bahwa keberadaan Bin Laden bisa diketahui Amerika.

Sebagai anggota satuan berkualifikasi khusus, kami semua berharap dilibatkan dalam operasi pengejaran UBL. Tapi ketika kesempatan itu tiba, saya tetap tak percaya.

Mike menunjukkan susunan anggota tim. Ada 28 nama di sana, termasuk seorang teknisi bom, seorang penerjemah bernama Ali yang menguasai bahasa Arab dan Pashtun, dan seekor anjing pemburu bernama Cairo.

“Kamu akan berada di Chalk One, sebagian anggota bertanggung jawab menangani wisma tamu C1 di selatan,” kata Mike kepada saya. “dan sebagian menyerang ke A1.”

Kadang-kadang Osama tinggal di C1, bangunan terpisah, kadang pula tidur di bangunan utama yang merupakan bagian yang kami beri kode A1. Di sana terdapat dua istri Osama, anak-anak, sejumlah pengawal, dan mungkin kurir beserta keluarganya.

Perempuan dan anak-anak memang sering dijadikan perisai perlindungan, dan kami cukup terbiasa dengan cara itu.

Baca Juga: Pesan Jenderal Qasem Kepada Mantan Direktur CIA ini Menunjukkan Kengerian Untuk Bermasalah Dengannya, Sosoknya Membuat Osama bin Laden Terlihat 'Normal', Ternyata Ini Alasan AS Bunuh Dia

Di Chalk One saya bersama Charlie dan Walt, juga Pelatih Mike yang di darat bertugas mengatur alur serangan dan mengendalikan waktu.

Di tim kami juga ada Will, anggota yang bisa berbahasa Arab, yang sekarang masih di Jalalabad (J-bad). Tim lain, Chalk Two, akan turun di sisi utara untuk mengamankan bagian luar. Lima pasukan berjaga, dua penembak dan anjing pelacak akan mengejar siapa pun yang mungkin melarikan diri.

Dua anggota lagi dan penerjemah Ali berjaga di bagian timur laut untuk mencegat kalau ada orang mau mendekat. Tak lupa kami juga memiliki dua orang penembak tepat yang berjaga di pintu heli Chalk One.

Kami berlatih berdasarkan mockup kompleks yang terletak di Jalan Kakul, perumahan di dekat akademi militer Pakistan di Abbottabad, utara Islamabad, itu. Nama kota itu diambil dari pendirinya, seorang mayor berkebangsaan Inggris James Abbott.

Baca Juga: Dimusuhi AS, Osama Bin Laden Bukan Orang Sembarangan, Konglomerat yang Jadi 'Tulang Punggung' Perekonomian Arab

Dalam brifing intelijen dijelaskan, Osama memiliki dua orang kurir yang rutin datang ke kompleks itu. Sebuah area seluas 4.000-an meter persegi yang dikelilingi tembok setinggi 3-5 m. Tembok bagian selatan dibuat lebih tinggi untuk menghalangi orang luar melongok ke halaman.

Bangunan lain juga sengaja dibuat untuk menutupi jendela atau pintu bangunan utama. Yang mengundang kecurigaan, properti buatan tahun 2005 seharga AS$1 juta itu tak memiliki jaringan telepon atau sambungan internet.

Penghuninya selalu membakar sampah dan jarang berinteraksi dengan tetangga. Mereka tahu ada beberapa orang di dalamnya, tapi satu-satunya nama yang dikenal adalah Ahmed al-Kuwaiti.

Hasil pengembangan kasus 11 September dan interogasi terhadap orang-orang yang dicurigai menunjukkan bahwa Al-Kuwaiti adalah kurir Bin Laden meski bukan anggota Al-Qaeda.

Baca Juga: Hampir 18 Tahun Berlalu, Mendadak Amerika Ajukan Tuntutan Resmi pada Dalang Bom Bali dan Bom Marriot di Hari Pertama Joe Biden, Ternyata Musuh Besar AS Ini yang Jadi Alasannya

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini