Find Us On Social Media :

Mental Armenia Remuk Bubuk Setelah Kekalahannya Dari Azerbaijan Atas Wilayah Nagorno-Karabakh, Bukan Karena Pencaplokan, Melainkan Pengkhianatan Negara Sekutu Mereka Ini

By Maymunah Nasution, Minggu, 15 November 2020 | 14:35 WIB

Peta Pertempuran Nagorno-Karabakh

Intisari-online.com - Semenjak ketegangan sengketa Nagorno-Karabakh merebak lagi mulai 27 September lalu, tidak ada yang mengira Azerbaijan bisa memenangkan perang melawan Armenia tersebut.

Armenia terbilang memiliki superioritas militer lebih tinggi daripada Azerbaijan.

Lantas, mengapa Armenia malah kalah di pertarungan itu?

8 November, pasukan Azerbaijan berhasil menguasai kota Shusha, menguatkan posisi mereka.

Baca Juga: Baru Saja Armenia-Azerbaijan Genjatan Senjata, Konflik Ethiopia Meluas ke Luar Negeri, Roket Hantam Ibu Kota Eritrea

Selanjutnya Rusia dan Turki masuk dan mengajukan gencatan senjata yang membuat Armenia mengakui kekalahan mereka.

Kekalahan ini membuat Armenia terkejut, lebih-lebih dengan posisi mereka yang sebenarnya lebih unggul daripada Azerbaijan.

Mengapa konflik tidak berjalan seperti yang dibayangkan pemimpin Armenia?

Jawabannya terletak pada berbagai salah perhitungan Armenia.

Baca Juga: Padahal Baru Saja PM Armenia Tandatangani Berakhirnya Konflik Nagorno-Karabakh, Krisis Baru Muncul, Orang-orang Tumpah di Jalanan Lakukan Protes Ini

Pemimpin Armenia salah membaca hampir semua tentang konflik itu.

Pertama, mengenai lingkungan internasional lebih luas yang terlibat, kedua, respon Rusia.

Ketiga, peran Turki dalam konflik itu, serta keempat, keunggulan Azerbaijan sendiri.

Melansir artikel National Interest, paradoks mendalam selalu dibangun dalam konflik Armenia-Azerbaijan.

Baca Juga: 'Perdana Menteri Nikol Adalah Pengkhianat', Setujui Gencatan Senjata Nagorno-Karabakh, Ribuan Warga Armenia Justru Menuntut Perdana Menterinya untuk Mundur Dari Posisinya, Apa yang Terjadi?

Armenia memiliki populasi sepertiga dari populasi Azerbaijan.

Armenia juga tidak memiliki sumber daya alam dan kunci geopolitik di lokasi mereka.

Armenia tapi berhasil memenangkan perang di awal tahun 1990-an sebagian besar karena dua faktor.

Faktor pertama adalah kehancuran internal Azerbaijan dan dukungan Rusia kepada Yerevan.

Baca Juga: Sudahlah, Disebut Gencatan Senjata Pun Armenia Tumbang Oleh Azerbaijan, Rupanya Lewat Senjata Sederhana Ini Azerbaijan Bisa Menang Banyak: Masa Depan Peperangan Ada di Senjata Itu

Faktor-faktor itu membantu Armenia memenangkan kontrol atas Nagorno-Karabakh dan juga teritori lebih besar di sekitar wilayah itu.

Saat Armenia menguasainya, 750 ribu warga Azerbaijan dipaksa melarikan diri dari Nagorno-Karabakh.

Kemenangan ini menjadi dasar kesombongan militer Armenia yang bertahan sampai bulan lalu.

Namun secara diplomatik, Armenia segera tampak jika posisi mereka sangat dirugikan.

Baca Juga: 8 Helikopter dan Puluhan Kendaraan serta Peralatan Didatangkan Bersamaan dengan 400 Tentara ke Armenia, Ada Apa?

Sebagian besar penyebabnya adalah sejarah tragis negara itu, yang membuat Aremnia mendapat belas kasihan internasional.

Namun, pandangan internasional berubah sejak Yerevan memanfaatkan keunggulan teritorial mereka di Nagorno-Karabakh dan mengusir etnis Azerbaijan yang tinggal di sana pada 1993-1994.

Resolusi dibuat di organisasi internasional pada 1996 seperti di PBB dan OSCE, jelaskan jika semua negara di dunia harus mengembalikan wilayah milik Azerbaijan dan solusi untuk konflik bahwa Nagorno-Karabakah akan berdiri sendiri tapi tidak mendapatkan kemerdekaan.

Sementara itu, luasnya wilayah yang diduduki Armenia memastikan bahwa baik kepemimpinan Azerbaijan maupun masyarakatnya tidak akan menerima situasi tersebut.

Baca Juga: Sebelumnya Perang Makin Panas, Armenia dan Azerbaijan Rupanya Sudah Sampai Tahap Gencatan Senjata, Ini Beberapa Poin yang Perlu Diketahui Sejauh Mana Perseteruan Atas Nagorno-Karabakh Itu

Sebaliknya, Azerbaijan mulai bangkit, dan Baku menginvestigasikan sebagian besar pendapatan minyak ke militer Azerbaijan.

Kedua negara menjadi semakin berbeda, Azerbaijan semakin kuat sedangkan Armenia malah hanya menggantungkan militer mereka kepada Rusia, yang dilihat mereka sebagai penjamin kemajuan militer mereka.

Armenia semakin jumawa setelah tahun 2008 perang di Georgia dan krisis finansial global yang buktikan pihak Barat tidak dapat mencegah kekalahan militer mereka di Kaukasus, Georgia.

Kemerdekaan Kosovo di tahun yang sama menciptakan negara Albania kedua di wilayah Balkan, yang dilihat Armenia sebagai bukti kemerdekaan Nagorno-Karabakh untuk mereka suatu hari annti.

Baca Juga: Merangsek Masuk ke Tengah Pertempuran Sengit antara Armenia dan Azerbaijan, Rusia Kirimkan 10 Pesawat dan 2.000 Pasukan Perdamaian, Putin: Armenia Kalah dan Azerbaijan Menang

Harapan semakin melambung tinggi setelah aneksasi Krimea oleh Rusia tahun 2014, yang tunjukkan beberapa kesamaan dengan pencaplokan Armenia ke Nagorno-Karabakh dua puluh tahun sebelumnya.

Hasilnya, Armenia menghiraukan negosiasi yang dipimpin OSCE dan menganggapnya hanya angin lalu saja.

Kondisi mulai berubah memasuki April 2016, ketegangan meningkat membawa perang empat hari yang sebabkan Azerbaijan mendapatkan kontrol beberapa wilayah yang dulunya diduduki Armenia.

Lebih pentingnya, saat Moskow menegosiasikan gencatan senjata beberapa hari sebelumnya, mereka tidak memukul mundur pendudukan Azerbaijan, sebuah alarm bagi Armenia jika mereka memperhatikan.

Baca Juga: Menang Perang di Nagorno-Karabakh, Begini Taktik Azerbaijan Lawan Armenia, Simak Logika Militernya!

Namun, Armenia tidak memperhatikan tindakan Moskow.

Perubahan pertama tidak terasa, banyak orang Armenia secara bertahap mulai menyebut wilayah pendudukan di sekitar Nagorno-Karabakh sebagai "wilayah yang dibebaskan", Armenia tidak lagi tunjukkan tidak bersedia mengembalikan wilayah tersebut ke Azerbaijan.

Saat Nikol Pashinyan mendapat kekuasaan pada musim semi 2018 lalu setelah Revolusi Beludru, dia awalnya tampak bersedia memulai kembali proses perdamaian, dan menariknya elit Azerbaijan menyambut kedatangannya: Baku melewatkan kesempatan untuk melancarkan operasi militer selama kekacauan internal Armenia.

Baku juga bersedia memberi Armenia waktu untuk mengkonsolidasikan kekuatannya, dan ketika Aliyev serta Pashinyan bertemu di Dushanbe pada Oktober 2018 lalu, mereka sepakat untuk mengurangi ketegangan.

Baca Juga: Makin Membara, Armenia Umumkan 'Gencatan Senjata Menyakitkan' dengan Azerbaijan dan Rusia, Medan Pertempuran Langsung Pindah ke Lokasi Ini

Prospek perdamaian tampak lebih baik daripada sebelumnya, sampai kemudian 2019 Armenia menolak dasar negosiasi dari OSCE, dan menuntut keterlibatan dalam pembicaraan pemimpin lokal di Nagorno Karabakh, singkatnya, Armenia mengubah cara negosiasi mereka sampai sebabkan Turki khawatir, pasalnya Armenia mengancam hancurkan infrastruktur energi di jalur pipa minyak dan gas Azerbaijan.

Kesalahan Armenia berikutnya dan yang paling fatal adalah mungkin Armenia tidak melihat Putin berupaya menarik Azerbaijan ke orbit Rusia.

Ahli banyak melihat Kremlin memandang Armenia sebagai pijakan mencapai pengaruh atas Georgia dan Azerbaijan, yang lebih penting secara geopolitik bagi Rusia.

Jika tidak, tidak mungkin Moskow menjual sistem senjata ke Azerbaijan dan mengajak Baku bergabung dalam organisasi pimpinan Rusia seperti Uni Ekonomi Eurasia.

Baca Juga: Trump Ogah Perbarui Perjanjian Nuklir, Putin Buru-buru Perkuat Bunker 6375 Pengendali Nuklir Rusia, Bersiap Hadapi PD III

Ironisnya lagi, ada ketidakpercayaan tinggi antara Putin terhadap Pashinyan terutama dalam caranya memimpin, serta Armenia gagal melihat jika Rusia tidak lagi relevan dalam kancah politik internasional maupun regional.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini