Hor Heang, seorang mahasiswa berusia 22 tahun di Universitas Hukum dan Ekonomi Kamboja yang mengunjungi kota tersebut pada bulan Desember, mengatakan, "Kita harus mengikuti petunjuk ini karena masalah sampah di Kamboja telah tumbuh serius dengan perkembangan ekonominya."
(Baca juga: Samurai, Ninja, Ronin, Apa Perbedaannya? Inilah Penjelasan Lengkap tentang Prajurit Tradisional Jepang)
Kota tersebut mengumumkan pada tahun 2003 bahwa pada tahun 2020 akan berhenti menghasilkan limbah sama sekali, sebagai tujuan "zero waste" -nya.
Saat ini hampir 80 persen limbah non-organiknya sudah bisa didaur ulang, sebuah angka yang jauh di atas angka rata-rata nasional Jepang yang sekitar 20 persen.
Di TPA Hibigaya, satu-satunya tempat pengumpulan limbah Kamikatsu, ditempatkan puluhan keranjang untuk mengumpulkan kaleng baja, kaleng aluminium, botol kaca, tutup plastik, dan kemasan kertas di antara barang-barang kategori sampah lainnya.
TPA ini juga menjadi toko tempat penduduk kota untuk membawa barang-barang yang sudah tidak dipakainya lagi dan membawa pulang barang yang mereka inginkan secara gratis.
"Saya akan senang jika model Kamikatsu ini menyebar ke seluruh dunia," kata Akira Sakano, 28, yang memimpin organisasi nirlaba Zero Waste Academy yang mengoperasikan tempat pengumpulan limbah.
"Kami berharap bisa mewujudkan cita-cita kota ini dan menyebarkan gerakan ke daerah lain pada saat bersamaan," katanya.
Kapan kota-kota di Indonesia bisa meniru cara seperti ini ya?
Source | : | scmp.com |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR