Pada saat panik itulah, sambil berlari Febri sempat sesekali menengok ke belakang. Dia melihat rekan-rekannya, di antaranya Diana, Hery, Ibu Kus, berjalan dengan tubuh belumuran darah. Darah segar itu mengalir dari kepala, kuping, dan dada.
Febri berhenti, kemudian berlari kencang, kembali menuju kafe untuk melihat keadaan teman yang lain. “Pikirku, pasti masih banyak rekanku yang lain yang juga terluka di sana."
Baca Juga : Bom Kelelawar, Salah Satu 'Instrumen Kematian' Paling Mengerikan yang Kini Dilarang dalam Perang
Benar saja, Febri segera mendapati Sherly menangis histeris, sembari menarik-narik tangannya menuju meja tempat sebelumnya mereka makan.
"Sesampai di meja, aku melihat Hendrik terkapar di kursi. Dengan susah payah aku berusaha membawanya, tapi terlalu berat sehingga aku terjatuh dua kali. Lalu datang orang yang membantuku mengangkatnya keluar menuju pantai. Hendrik saat itu dalam keadaan tidak sadar, sehingga kusiram air supaya siuman."
Setelah itu Febri kembali lagi ke dalam kafe. Saat itu, dia sempat berpapasan dengan Wiyono dan Sherly yang masih menangis sambil membopong Mega yang kelihatannya sudah tak bernapas lagi.
Febri lalu berlari ke dalam lagi dan menemukan Enny dan Elly dalam kondisi yang mengenaskan. Terdapat potongan kayu kira-kira sepanjang 10 cm tertancap menembus leher Elly.
Baca Juga : Ternyata Banyak Hal Konyol Selama Perang Dunia II: Ketika Pesawat Kayu Nazi Dilawan Bom Kayu Sekutu
Sementara kondisi Enny lebih parah, tempurung kepalanya terkelupas di bagian depan. "Aku mengangkat keduanya bersama dengan Atan dan Stefan menuju ke bus. Menyaksikan itu semua, aku berusaha tabah dengan mengambil napas panjang dan kembali lagi ke lokasi.
Berikutnya aku menemukan Ibu Wati juga dalam kondisi mengenaskan, terdapat lubang menganga di lehernya. la juga tergeletak tak berdaya."
Bersama kawan-kawannya, Febri mengangkat Ibu Wati keluar dari pantai, tapi tak ada kendaraan yang mau membawanya. Akhirnya, mereka terpaksa menghentikan seorang pengendara sepeda motor dan memintanya melarikan korban ke rumah sakit.
Untunglah, orang itu bersedia membantu. Tubuh Ibu Wati pun dinaikkan ke jok belakang sepeda motor, sambil dipegangi oleh Stefan di belakangnya.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR