Baca Juga : Jutaan Kumbang Menyerbu Pantai Selatan Argentina, Beberapa Orang Menyebutnya sebagai Tanda Hari Kiamat
Waktu berlalu. Imigran baru pun tiba. Rumah-rumah besar itu kemudian dihuni oleh orang-orang yang hidup bebas dan miskin. Baru di tahun 1970 ada sekelompok orang yang menemukan kembali keindahan karya arsitektur yang berharga itu.
Biar pun masih agak kumuh, keindahannya masih tampak sampai sekarang. Sayang kami tidak datang pada hari Minggu saat ada San Telmo Market di Dorrego Square. Biasanya di sana ditawarkan barang antik, karya seni, pertunjukan artis jalanan, dan pasangan yang memberi show tango gratis.
Dalam perjalanan keliling kota di salah satu taman saya melihat patung "The Thinker" yang sedang termenung karya terkenal pematung Prancis Rodin (1840 - 1917). Saya sempat terheran-heran karena menjumpai sesuatu yang tidak saya perkirakan.
Lebih mengherankan si pemandu mengatakan, itu soal kecil. Di Buenos Aires ada sekitar lima "The Thinker". Soalnya, patung itu terbuat dari perunggu dan tinggal dicetak, katanya lagi.
Baca Juga : Dengan Jaring-Jaringnya, Jutaan Laba-Laba Menutupi Daerah di Argentina sehingga Disebut Lendirnya Setan
Kami juga menjumpai jam "Big Ben" hadiah dari pemerintah Inggris. Menara gaya Renaissance itu tingginya sekitar 70 m.
Makam Evita Peron sederhana
Lain San Telmo lain Recoleta, daerah elite yang mengkombinasi tempat jalan kaki, dengan restoran, toko dan butik tingkat tinggi, dengan bangunan dan patung gaya Prancis. Pokoknya mirip Paris. Tak heran bila ada yang mengatakan wilayah ini adalah potongan dari Paris.
Recoleta adalah nama dari ordo Fransiskan Recoleta yang mempunyai biara di sana pada permulaan abad ke XVIII. Kami sempat menikmati hidangan di sebuah restoran di sana.
Baca Juga : Dinosaurus Raksasa Ditemukan di Argentina
Namun, yang lebih mengesankan adalah pemakaman Recoleta. Mula-mula tanah pemakaman itu milik gereja dan biara Recoletos, tetapi sekarang sudah milik kotapraja.
Pemakaman yang terdiri atas empat blok itu dibuka tahun 1822, dan merupakan yang tertua di Buenos Aires. Banyak patung dan kubahnya dibuat oleh seniman lokal maupun luar negeri yang terkenal di dunia.
Tujuan utama kami ke sana melihat tempat peristirahatan terakhir Evita Peron. Dibandingkan banyak "mausoleum" lain dalam kompleks itu, pemakaman keluarga Duarte tidak ada apa-apanya. Hanya seperti ruangan manner hitam biasa dengan nama Familia Duarte di depan.
Padahal, konon sebenarnya Evita bukan anak sah tuan Duarte, tetapi anak dari pembantu Juana Ibarburen. Seharusnya ia memakai nama ibunya, tetapi karena berkuasa ia mengganti namanya menjadi Duarte. Selain Evita, di situ juga disemayamkan ibu dan saudaranya.
Baca Juga : Sergio Romero, Si Tangan Tuhan Baru Argentina
Evita lahir tahun 1919, dan meninggal tahun 1952 karena kanker. Sebagai istri Peron ia sering main Robin Hood. Pernah ia meminta 5.000 sepeda untuk dibagi-bagikan kepada kaum miskin. Akibatnya, banyak pabrik bangkrut.
Dalam perjalanan kami juga banyak melihat gedung hadiah Peron kepada istrinya, yang kini kantor.
Tokoh-tokoh lain yang dimakamkan di situ, di antaranya raja pers Argentina, keluarga Paz yang kaya raya, tetapi tidak mempunyai anak. Selain meninggalkan rumah bagus di kota, makam Paz dihiasi pahatan besar menggambarkan anak-anak.
Baca Juga : Bertemu Evita Peron di Recoleta, Buenos Aires
Banyak pintu makam terbuat dari kaca atau jeruji, sehingga orang bisa melihat ke dalam. Ada yang mempunyai ruang bawah tanah dalam dengan tangga turun, tetapi ada juga yang peti bagusnya jelas kelihatan dari luar.
Ada yang setiap minggu diberi bunga mawar segar. Sayang gang-gang di tempat pemakaman itu sempit sehingga sulit untuk membuat foto yang bagus.
Kunjungan ke Buenos Aires malam itu diakhiri dengan menonton Tango beneran, di gedung tidak terlalu megah di daerah La Boca. Tango menorehkan kesan makin kuat, bahwa Buenos Aires memang kota kesenian. (I)
Baca Juga : Argentina Tersingkir dari Piala Dunia 2018, Penggemar Berat Lionel Messi Ini Bunuh Diri
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Aulia Dian Permata |
KOMENTAR