la tetap di situ, bungkuk dan rambut depannya seperti " biasanya menutupi keningnya. Hanya rambutnya sekarang sudah memutih. Ia memandang saya, dengan mata lelah, sebagai tanda bahwa ia sekarang akan mengundurkan diri.
Hari pukul 3 sore. Saya pamit dalam sikap resmi untuk terakhir kali. Dengan suara tenang, seakan-akan menyuruh saya ke kebun sebentar untuk mengambil sesuatu ia mengatakan:
"Linge saya akan bunuh diri sekarang. Kau tahu apa yang harus kaulakukan. Saya telah memberi perintah kepada yang lain untuk mencari jalan keluar bunker. Ikutilah salah satu kelompok itu untuk menuju ke barat."
“Mengapa kami harus berusaha untuk menyelamatkan diri?" tanya saya. Ia menjawab: "Untuk generasi yang akan datang.”
Saya menghentakkan sepatu. Hitler maju dua atau tiga langkah, ragu-ragu menuju saya, lalu memegang tangan saya.
Untuk terakhir kali dalam hidupnya ia memberi salam Jerman. Saya berdiri di situ sejenak, karena sangat terharu.
Saya berdiri tegap kembali, menutup pintu dan lari ke pintu keluar tempat perlindungan di mana masih ada komando yang bertugas melindungi Fuehrer.
Karena saya berpendapat bahwa Hitler segera akan menghabiskan kehadirannya di dunia ini, saya tidak pergi lama dan segera kembali ke kamar tunggu di sebelah kamar kerja.
Ketika saya tiba, saya membaui mesiu. Semua sudah berakhir. Biarpun demikian saya masih ragu-ragu di depan pintu dan tidak berani masuk ke kamar.
Saya menuju ke ruang di mana beberapa orang sedang mengelilingi Martin Bormann. Saya tidak teringat lagi apa yang sedang dibicarakan.
Pokoknya mereka tidak tahu apa yang terjadi. Saya memberi isyarat kepada Bormann, dan minta dia mendampingi saya masuk ke kamar kerja Hitler. Kami menuju ke pintu, saya buka lalu masuk.
Bormann menjadi putih seperti kapur dan memandang saya dengan pandangan yang kaget. Di atas dipan Adolf dan Eva Hitler sedang duduk.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR