Begitulah kami mengangkatnya ke luar tempat perlindungan. Dekat pintu tempat perlindungan, di taman gedung kanselir kami taruh kedua jenazah berdekatan dalam sebuah lubang kecil.
Kami menyiram kedua mayat dengan minyak, lalu dinyalakan. Di taman sudah ada beberapa kebakaran sehingga sulit untuk menyalakan api pada jarak beberapa meter dari sana karena angin panas meniup api.
Brondongan artileri Rusia yang terus menerus tidak memungkinkan untuk mendekati kedua jenazah dan melemparkan korek api.
Saya kembali ke tempat perlindungan untuk mencari beberapa lembar bulletin berita yang ditujukan kepada Fuehrer.
Bormann yang menyalakannya. Saya yang melemparkan lembaran kertas itu ke mayat Hitler dan Eva yang sudah basah minyak. Api segera menyala.
Di gang masuk, depan pintu ke bunker, kami yang merupakan saksi terakhir yaitu Bormann, Goebells, Stumpfegger, Guensche, Kempka dan saya sendiri menaikan tangan sekali lagi untuk memberi salam "Hitler". Kemudian kami kembali ke bunker.
Saya juga ditugaskan Hitler untuk membakar segala sesuatu, yang mengingatkan orang kepadanya.
Saya tidak bisa menunggui kedua mayat yang tetap membara sampai pukul setengah delapan malam. Saya menghancurkan permadani yang kena darah, seragam Hitler, obat-obat, dokumen dan sebagainya.
Selama itu beberapa orang di bawah komando seorang perwira dari penganut Hitler menaruh mayat yang sudah menjadi arang ke dalam lubang bom.
Semua harus dibereskan cepat-cepat secara rahasia karena kalau tentara dalam gedung kanselir dan gedung-gedung pemerintah tahu apa yang telah terjadi, mereka semua akan meninggalkan tempat tugas.
Saya kira hal itu harus dihindarkan karena Hitler telah merencanakan suatu pemerintah yang akan meneruskan perjuangannya.
Bormann, Goebbels dan beberapa milker berkumpul untuk membicarakan apa yang akan dilakukan setelah Fuehrer tidak ada lagi.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR