Tapi gempuran dari pasukan Easy Company yang makin kekurangan amunisi dan makanan tidak membuat keadaan berubah.
Gempuran mortir Taliban kembali menghantam dan dalam serangan ini dua personel Easy Company gugur ketika sedang menuju post observasi di atas benteng yang dikenal dengan nama The Alamo.
Posisi di pos observasi itu pun tidak lagi diisi pasukan karena menjadi sasaran empuk bagi sniper Taliban. Saat itu posisi pasukan Easy Company benar-benar kritis karena setiap personelnya bisa gugur kapan saja.
Mereka hanya bisa bertahan sebisanya sambil menghemat makanan dan amunisi. Sedangkan Taliban terus saja melancarkan gempuran mortir dan roket.
Pada 11 September para pejuang Taliban yang yang sudah mendapatkan pasokan senjata dan tambahan pasukan, berencana merebut benteng Musa Qala dan telah menyiapkan serbuan pungkasan.
Seluruh pasukan Easy Company pun sudah menyadari akan adanya rencana serbuan besar-besaran itu dan sudah menyiapkan diri untuk bertempur sampai mati.
Mereka saling berpandangan dan menyiapkan persenjataan yang dimiliki, memasang bayonet, dan bersiap menghadapi pertempuran terakhir.
Semua pasukan bahkan sudah bersiap untuk menyongsong serbuan para pejuang Taliban secara komando, keluar benteng dan bertempur sampai mati.
Namun, anehnya ditengah kedua pasukan yang sedang mempersiapkan diri untuk bertempur habis-habisan, tiba-tiba seorang kepala suku setempat yang dituakan dan memiliki pengaruh turun tangan.
Tetua suku itu yang tak mau wilayahnya rusak akibat perang, bahkan bisa mempengaruhi pemimpin Taliban untuk melakukan tawaran gencatan senjata dengan pasukan Easy Company.
Mayor Jowett sebenarnya ragu atas tawaran gencatan senjata itu karena merasa hanya jebakan belaka.
Tapi Mayor Jowett akhirnya setuju asalkan pasukannya dijamin keselamatan ketika sedang berjalan menuju dua heli Chinook yang siap mengevakuasi.
Tapi demi menghadapi kemungkinan terburuk, semua pasukan Easy Company yang keluar dari benteng Musa Qala pada 14 Oktober dengan berbaris rapi, tetap dalam kondisi siap tempur dan bayonet terhunus.
Semuanya telah menyiapkan diri untuk bertempur sebagai prajurit komando sampai mati.
Gencatan senjata yang ditawarkan tetua suku tenyata bukan tipuan. Pasukan Easy Company bahkan mendapat pengawalan dari pejuang suku Phatsun yang berjajar di jalan dengan kereta barang yang ditarik lembu .
Semua pasukan Easy Company pun berhasil dievakuasi dengan aman menggunakan dua Chinook yang selanjutnya terbang menuju markas pasukan Inggris di Camp Bastian, Helmand.
Atas kegigihan dalam pertempuran sengit di benteng Musa Qala, sebanyak 11 personel Easy Company berhak menyandang medali tertinggi dari Ratu Inggris, Victoria Cross.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR