Kendati Inggris mengirimkan kedua pasukan elitnya ke Aghanistan dengan kemampuan yang sangat terlatih, medan tempur dan lawan sangat menentukan jalannya peperangan.
(Baca juga: Cakrabirawa Pasukan Elit Pengawal Presiden yang Dibubarkan Gara-gara Sejumlah Oknumnya Tersangkut G30S)
Mereka ternyata mengalami kesulitan ketika bertempur melawan para pejuang Taliban yang bertempur dengan taktik teror.
Pengebom bunuh diri. Pada bulan Januari 2004 untuk pertama kalinya seorang personel pasukan Inggris gugur di Afghanistan akibat serangan bom bunuh diri.
Korban dari pasukan Inggris terus berjatuhan ketika para pejuang Taliban mulai mengembangkan taktik serangan menggunakan bahan peledak yang sudah dimodifikasi, Improvised Exsplosive Devices (IEDS) dan difungsikan sebagai ranjau darat.
Namun demikian kedua pasukan elit tersebut tetap terbukti sebagai pasukan yang tangguh ketika menghadapi serbuan ratusan pejuang Taliban di benteng Musa Qala, Helmand.
Dalam kondisi terdesak dan hanya ada pilihan hidup dan mati, para personel pasukan Parachute Regiment dan Royal Irish Regiment yang sudah kehabisan amunisi sampai mengambil keputusan untuk bertempur sampai mati.
Ciri khas bertempur sampai mati ala pasukan elit Inggris adalah melancarkan serbuan komando dengan bayonet terpasang di senapan, berteriak bersama sambll terus berlari dan menembak menggunakan peluru terakhir, lalu bayonet, menuju posisi musuh.
Pertempuran sengit di benteng Musa Qala berlangsung sepanjang bulan Agustus dan September 2006. Pertempuran yang membuat pasukan Inggris sampai mengambil prinsip bertempur hingga mati itu mengakibatkan tiga personel pasukan gugur dan 12 personel lainnya terluka parah.
Korban termasuk bisa diminimalisir mengingat para pejuang taliban yang bersenjata roket, granat, mortir, dan senapan mesin sudah berada dalam posisi mengepung dari semua arah.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR