Advertorial
Intisari-Online.com -Dalam Perang Dunia II yang berlangsung di front Afrika Utara pernah terjadi pertempuran sengit antara pasukan Inggris melawan pasukan gabungan Jerman dan Italia.
Ketika pasukan Inggris bermaksud mengalahkan pasukan Jerman dan Italia yang sedang menguasai Libia, operasi khusus bersandi Operation Crusader pun digelar dan langsung berada di bawah pengawasan Perdana Menteri Inggris saat itu, Wiston Churchil.
Melalui Operation Crusader, pasukan Jerman-Italia memang berhasil dipukul mundur hingga garis pertahanan pinggiran pantai El Agheila, Libia.
Tapi gerak mundur pasukan lapis baja Jerman Nazi yang dipimpin Marsekal Rommel yang sangat terlatih ternyata bukan merupakan gerak mundur yang kacau dan tidak terkoordinasi .
Itu adalah gerakan mundur untuk segera melaksanakan upaya konsolidasi dan sekaligus melaksanakan serangan balik.
Pasukan Inggris yang semula mengejar tiba-tiba menghentikan serbuannya karena para komandan tempur mengira pertahanan pasukan Jerman di El Agheila merupakan benteng pertahanan kuat
Dua panglima pasukan Inggris yang sedang memimpin pertempuran Jenderal Auchinleck dan Mayjen Ritchie bahkan sengaja memerintah pasukan Inggris untuk berhenti mengejar karena perlu melaksanakan konsolidasi dan memperbaiki jalur logistik.
Baik Auchinleck maupun Ritchie merasa cukup puas karena kepungan terhadap Tobruk saat itu sudah berhasil didobrak.
Demi memperbaiki jalur logistik, pasukan Inggris yang berada di garis depan dan berhadapan langsung dengan pasukan Jerman-Italia yang sedang membangun kekuatan di El Agheila justru dikurangi.
Untuk mempertahankan wilayah yang sudah berhasil dikuasai Auchinleck dan Ritchie, Inggris kemudian menempatkan satu brigade pasukan tempur didukung kekuatan lapis baja .
Sistem pertahahanan satu brigade pasukan itu berbentuk kotak kubus dan sekeliling perimeter ditebar ranjau antipersonel dan antitank serta gulungan kawat berduri.
Garis pertahanan digelar hingga mendekati kawasan pantai dan khusus untuk kawasan Bir Hakeim dipertahankan oleh pasukan Perancis, 1st Free French Division.
Tak hanya perkuatan pasukan tank yang terdiri dari tank-tank baru buatan AS, General Grant, Inggris juga menerimma pasukan baru untuk mempertahankan Tobruk.
Tank tipe Grant khusus dikirim oleh militer AS ke Inggris untuk melawan tank Jerman, Panzer IV.
(Baca juga:Ini Belum Diserang Nuklir Korea Utara Lo, Amerika Serikat Sudah Kelabakan Hadapi Amukan Badai Harvey)
Rommel ternyata punya rencana khusus untuk segera menggempur pasukan Inggris yang berada di kawasan Gazala dan Tobruk.
Semangat Rommel untuk segera melancarkan serbuan dipicu oleh kemajuan kampanye militer Jerman Nazi di Eropa Timur.
Pada saat itu pasukan Jerman Nazi sukses menguasai wilayah Eropa Timur hingga ke pedalaman Rusia dan terpukulnya pasukan Persemakmuran Inggris di Timur Jauh (Burma) oleh pasukan Jepang.
Setelah menilai keadaan bahwa kemenangan perang sedang berada di pihaknya, Rommel kemudian melancarkan gempuran menyamping ke wilayah Bir Hakeim untuk menghancurkan kekuatan lapis baja Inggris sekaligus membuka jalur menuju Gazala.
Tugas untuk menggempur Bir Hakeim dilaksanakan oleh pasukan lapis baja 132nd Armored Division Ariete, Italia dan untuk gempuran menyamping dilaksanakan kekuatan tempur 21st dan 15th Panzer Division.
Gempuran yang dilaksanakan secara menjepit itu juga bertujuan untuk menghadang pasukan 90th Light Division yang diperkirakan akan datang membantu.
Serbuan dimulai pada pertengahan bulan Mei 1942 dengan terlebih dahulu melumpuhkan ladang ranjau yang digelar di sebelah utara Bir Hakeim dan kawasan Sidi Mutfah.
Tugas melumpuhkan ranjau darat dilaksanakan oleh pasukan lapis baja Italia, XX Motorized Corps dan 101st Motorized Division Trieste.
Sedangkan untuk menahan gempuran pasukan gabungan Inggris-Prancis dikerahkan pasukan XXI Corps dan X Italia yang kemudian terus bergerak menuju garis pertahanan Inggris di Gazala.
Serangan untuk merebut Bir Hakeim yang berlangsung sengit berjalan lancar disusul mundurnya pasukan Prancis.
Sementara itu Rommel yang memimpin pasukan pansernya menggempur ke arah selatan sempat tertahan beberapa jam oleh serangan pasukan 7th Armoured Division dan 3rd Indian Motor Brigade.
Pertempuran berlangsung sengit dan pasukan Jerman yang begitu ambisius tampak seperti pasukan berani mati.
Para perwira komandan tempur bertarung seperti Rommel dan berada di garis depan. Jumlah perwira yang gugur bahkan mencapai jumlah di atas 50 %.
Meskipun pasukan Persemakmuran Inggris akhirnya berhasil dipukul mundur dan kemudian membangun perimeter di kawasan El Adem, kerugian yang dialami pasukan Rommel sangat besar.
(Baca juga:Tidak Hanya di Dunkirk, Pasukan Gabungan Inggris-Perancis Juga Terpukul Mundur di Asia Tenggara)
Tapi pasukan Rommel yang terus melaju dan kemudian tiba di kawasan Bir Hakeim bisa beristirahat karena pasukan Inggris yang bertugas menjaga Bir Hakeim telah dipukul mundur oleh pasukan Italia.
Pasukan Rommel yang sedang berada di Bir Hakeim sebenarnya memasuki jebakan karena adanya ancaman serangan dari arah selatan (sisa pasukan Prancis di Bir Hakeim), pasukan Inggris dari utara (Tobruk) dan hamparan ranjau di arah barat.
Serangan yang kemudian dilancarkan Inggris dari arah utara dan timur berakibat pada terputusnya jalur logistik bagi pasukan Rommel.
Namun pasukan lapis baja Italia, Trieste and Arete Division berhasil mendobrak isolasi setelah melumpuhkan ranjau darat dari arah utara Bir Hakeim.
Pasukan Rommel yang terus menyerang ke arah barat bahkan bisa bergabung dengan pasukan X Corps Italia dan selanjutnya menghancurkan pertahananan pasukan Inggris di kawasan Sidi Mutfah.
Gempuran pasukan Rommel itu memaksa pasukan Persemakmuran Inggris bergerak mundur dan kemudian membangun pertahanan di seputar Gazala sekaligus memperkuat pertahanan jalur menuju Tobruk.
Kini serangan pasukan Jerman-Italia mulai difokuskan untuk merebut wilayah Gazala yang saat itu dipertahankan oleh lebih dari 100 ribu pasukan Persemakmuran Inggris.
Serangan pasukan Jerman bisa berjalan sesuai rencana setelah sukses menjebol garis pertahanan Inggris di sepanjang perimeter Gazala.
Setelah berlangsung duel tank yang sangat sengit selama dua hari dan kedua kekuatan lapis baja yang bertempur sama-sama kehabisan bahan bakar pertempuran seolah terhenti.
Rommel yang saat itu masih memiliki 250 tank dan Inggris tinggal 330 tank, mulai mendekati akhir pertempuran. Apalagi pada malam hari menjelang 29 Mei, Rommel berhasil menghimpun bahan bakar sementara tank-tank Inggris masih minim bahan bakar.
(Baca juga:Operasi Jubille: Arena Banjir Darah Pasukan Inggris saat Ingin Balaskan Dendam Kekalahan di Dunkirk)
Berkat modal bahan bakar yang dimiliki, tank-tank Jerman yang dilindungi meriam antitank 88 mm kemudian siap melancarkan serbuan pungkasan.
Tapi serbuan itu baru akan dilancarkan setelah pasukan penjinak ranjau berhasil membuat jalur aman.
Setelah dua hari bekerja jalur aman pun terbuka dan panzer-panzer Jerman mulai menderu maju dan tidak bisa dicegah lagi oleh pasukan Inggrjs yang bertahan di Gazala.
Lewat misi tempur, Operation Aberdeen, Gazala pun akhirnya jatuh ke tangan Rommel.
Jatuhnya Gazala selain meruntuhkan moril tempur pasukan Inggris juga mengakibatkan 6000 personel pasukan 8th Army tewas dan hilang, hancurnya 150 tank, serta 4000 pasukan tertawan.
Kekalahan pasukan Inggris oleh Jerman Nazi di front Afrika Utara itu sangat pahit mengingat dua tahun sebelumnya pada Mei 1940 pasukan gabungan Inggris juga pernah dipukul mundur di kawasan Dunkirk, Perancis.