Kedua tangan digerak-gerakkan, menyesuaikan diri dengan bacaan zikir dan selawat.
Puncaknya, pada bagian akhir zikir, sebagian dan mereka melakukan tarian darwis. Sambil diiringi tabuhan gendang dan selawat Nabi atau puisi cinta Rumi, badan mereka berputar-putar seperti gasing.
Kata Arief, saat menari dan berputar-putar seperti gasing itu merupakan puncak ekstase spiritual. Mabuk cinta.
Seperti yang diungkap dalam salah satu puisi Rumi: "Ketika gendang ditabuh, perasaaan ekstase merasuk bagai buih yang meleleh di lautan."
Dalam kesaksian Arief, saat tubuh berputar-putar itu, ia merasakan pengalaman spiritual, seolah-olah badan, jiwa, dan ruhnya terangkat ke atas.
"Tarian ini memang bukan sekadar tarian fisik biasa, tapi tarian spiritual," katanya.
Tarian darwis memang merupakan ciri khas yang paling mudah dilihat dari tradisi zikir tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani.
Ciri ini membedakannya dari tradisi zikir pada umumnya, bahkan dengan tradisi zikir di tarekat Naqshbandi lainnya.
Tapi bukan berarti semua anggota tarekat bisa melakukannya. "Saya bisa, tapi nanti saya enggak ikut nari," aku Dede, sesaat sebelum zikir dimulai. Alasannya? Tak jelas.
Menurut Arief, kemampuan menari darwis itu tidak dimiliki semua orang. Ada yang bisa langsung menari dengan baik meski belum pernah berlatih sebelumnya.
Tak sedikit pula yang sudah berkali-kali berlatih, tapi tetap saja tidak bisa menari dengan bagus.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR