Advertorial
Intisari-Online.com – Mereka berputar dan terus berputar. Seperti gasing yang bertumpu pada satu poros, namun seolah tak mengenal kata nenti.
Whirling dance atau tarian darwis, yang terlihat amat eksotik itu, merupakan salah satu ritual keagamaan dari tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani.
Dengan tarian itu pula, para murid mencoba mencapai ekstase spiritual, seperti yang diajarkan sang guru, Jalaluddin Rumi, lebih dari delapan abad lalu.
Apa hebatnya seorang Jalaluddin Rumi sampai lembaga PBB untuk pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) menetapkan tahun 2007 ini sebagai "Tahun Rumi"?
La bukan seorang panglima perang agung seperti Aleksander Agung. Bukan pula seorang raja besar seperti Julius Caesar. Atau sastrawan populer seperti Shakespeare.
(Baca juga:Katak Menjadi Vegetarian Ketika Cuaca Panas!)
Rumi adalah seorang pencinta. la penyair sufi yang semua puisinya bicara cinta. Cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama.
Agamanya adalah agama universal alam semesta. Memang ia seorang muslim, tapi dalam sebuah puisi ketika menggambarkan pengalaman spirtualnya, ia berucap:
Aku bukan Kristen, Yahudi, Islam, ataupun Hindu
Bukan pula Buddha, sufi, atau zen Aku tidak berasal dan agama dan budaya mana pun
Tidak dari Timur, tidak dari Barat,
Dalam pandangan Rumi, kerinduan kepada Tuhan adalah kerinduan yang dipunyai setiap manusia sebagai sesuatu yang tabii, tak peduli apapun agama dan ideologinya.
Dalam sebuah puisinya, ia menggambarkan kerinduan untuk bersatu dengan Tuhan itu seperti kerinduan yang dipendam seruling kepada rumpun bambu, asal muasal sang seruling.
Rumi memang sudah hidup delapan abad lalu. Tapi ajaran cintanya hingga kini seolah tak pernah mati. Bersamaan dengan menyebarnya murid-murid spiritual Rumi ke seluruh penjuru dunia, begitu pula ajaran cintanya.
Puisinya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia. Yang sayangnya, karena keterbatasan penerjemahan bahasa Persia, keindahan puisi-puisinya tidak bisa tersampaikan sebagaimana aslinya.
Bukan hanya puisi-puisinya yang menjadi warisan dunia. Tarian darwis (biasa disebut juga tari "Sama"), yang awalnya hanya menjadi kekayaan budaya di Turki, Iran, dan Afghanistan, kini masuk ke dalam berbagai budaya, termasuk Indonesia.
Sufi, darwis, tarekat, mursyid? Istilah-istilah yang mungkin terdengar asing! Memang, untuk memahami potret budaya ajaran Rumi, kita tidak bisa melepaskan diri dan istilah-istilah Timur Tengah ini.
Zikir semua golongan
Rabbani Sufi Institute Indonesia boleh dibilang sebagai penggiat utama tradisi Rumi di Indonesia, terutama tarian darwisnya.
Yayasan ini merupakan cabang dari organisasi internasional Rabbani Sufi Institute yang bermarkas di Michigan, Amerika Serikat. Cabang Jakarta ini berdiri tahun 2005, sementara pusatnya di Amerika Serikat ada sejak 1990.
Tarekat Naqhsbandi sendiri sebetulnya sudah ada di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. Adapun tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani, subtarekat Naqshbandi, baru masuk ke Indonesia sekitar tahun 1997.
(Baca juga:Dicampakkan Suami dalam Keadaan Lumpuh, Perempuan Ini Menemukan Cinta Sejati dari Pelatih Pribadinya)
Yayasan Rabbani Sufi Institute sendiri hanya sebuah organisasi, bukan tarekat.
Kegiatan tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani ini tak ubahnya organisasi keagamaan lainnya. Markas besarnya di Cinere, Depok. Markas yang biasa disebut zawiyah ini konsepnya mirip pesantren atau balai milik umum.
Siapapun boleh masuk ke situ. Tak hanya anggota tarekat.
Di sana, setiap hari diadakan acara pengajian agama. Tiap Rabu malam, ada zikir bersama. Pesertanya sekitar seratusan orang.
Sambil berzikir itulah, beberapa orang akan melakukan whirling dance atau tarian darwis, tarian yang gerakannya berputar-putar mirip gasing.
Peserta zikir berasal dari bermacam-macam latar belakang. Sebagian besar peserta memelihara jenggot. Kebanyakan usia mereka masih muda.
Ada yang datang berjubah, tapi banyak pula yang datang dengan pakaian kasual: jins dan kaos oblong.
Ada yang rambutnya dicat merah, sebagian lagi dikuncir, bahkan beberapa orang memakai tindik telinga.
Tampilan mereka sama sekali berbeda dengan kesan anggota jemaah zikir yang biasa dikenal di Indonesia, misalnya zikir yang biasa dipimpin oleh Ustaz Arifin llham.
Tak sedikit peserta yang berambut gondrong, khas seniman atau musisi. Sebelum acara zikir, mereka bermain gitar.
"Mereka ini kalau disuruh buka baju, akan kelihatan badannya pada tatoan semua," kata Arief Hamdani, pendiri Rabbani Sufi Institut Indonesia, sambil menunjuk peserta zikir.
"Saya juga punya tato," kata Dede, seorang peserta zikir yang duduk di sebelah Arief.
Penampilan Dede pun tak jauh beda dari peserta zikir yang baru saja ditunjuk Arief. Rambut gondrong, jenggot dibiarkan panjang.
Lalu Dede bercerita bagaimana dulu ia kali pertama ikut tarekat. la ingin rnenemukan kedamaian dari agama yang dipeluknya, Islam.
la ingin merasakan spiritualitas dengan cara sederhana yang bisa dilakukan. Tapi baginya, agama dirasakan sebagai ideologi yang garang dan keras.
"Padahal Islam itu sebenarnya 'kan lembut," katanya.
Satu kali ia menemukan situs Rabbani Sufi Institute di internet (rabbanisufi.blogspot.com).
la kemudian berkenalan dengan Arief, pengelola situs. Setelah sempat mengobrol, ia merasa tertarik untuk ikut zikir. "Pertama kali datang, ya saya datang gitu aja," katanya.
Ia mengaku tak pernah punya tradisi ikut zikir bersama sebelumnya. Juga tak punya banyak pengetahuan agama, kecuali yang didapat dari sekolah.
Begitu ikut zikir, Dede seperti menemukan komunitasnya. Banyak peserta zikir yang gayanya seperti dia. Rambut gondrong, pakaian santai, bebas.
Sejak itu ia kemudian rutin datang ke zawiyah, yang memang terbuka 24 jam bagi siapapun. Di situ kegiatan sohbet (ceramah, pengajian) yang diadakan setiap hari, mulai diikutinya.
Bahan pengajian berupa ceramah atau tulisan mursyid tarekat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Topik ceramah, misalnya, bagaimana cara melawan ego, mengendalikan nafsu, mendekatkan diri kepada Tuhan, dsb.
Kadang materinya dari buku, kadang dari video. Semua topiknya tentang cinta. Cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama.
Karena zawiyah seperti sebuah balai umum yang selalu terbuka, Dede, bapak satu orang anak ini, seperti menemukan rumah kedua. Tinggal di situ, makan pun di situ.
"Di sini keluar masuk, biasa aja," tutur pria yang rumah aslinya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan ini.
Sejak ikut tarekat, ia merasakan jiwanya lebih tenang. la merasa menemukan kedamaian agama yang dicarinya selama ini.
Agama yang sederhana, yang bisa dijangkau oleh orang seperti dia yang belum begitu mahir memahami teks-teks kitab suci.
Sejak ikut tarekat, ia mengaku menjadi tidak gampang marah, lebih bisa menahan diri, tidak lagi dikuasai rasa benci kepada orang lain.
Arief bertutur, anak-anak muda seperti Dede itu memang sasaran utama dakwah tarekatnya.
Sekalipun mungkin pengetahuan agama mereka masih kurang, anak-anak muda itu juga punya kerinduan kepada Tuhan seperti dirinya. Itu adalah bentuk dari ajaran cinta yang diajarkan di tarekatnya.
Lewat cinta, ajaran Rumi bisa menjangkau orang-orang yang bahkan tak paham apa itu sufisme atau tasawuf. Tarekat membantu mereka menemukan kedamaian dalam beragama.
Mabuk cinta
Zikir bersama di tarekat ini terbilang unik jika dibandingkan zikir umumnya. Sebagian orang mungkin menganggap aneh.
Zikir berlangsung mulai pukul sebelas malam sampai pukul satu dinihari. Tempatnya di zawiyah, sebuah bangunan mirip pendopo, beratap tapi tidak berdinding.
Umumnya, orang berzikir dengan duduk bersila, seperti yang biasa kita lihat selama ini. Di zawiyah tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani, mereka melafalkan zikir dan selawat sambil berdiri, mengayunkan tubuh ke depan belakang.
Kedua tangan digerak-gerakkan, menyesuaikan diri dengan bacaan zikir dan selawat.
Puncaknya, pada bagian akhir zikir, sebagian dan mereka melakukan tarian darwis. Sambil diiringi tabuhan gendang dan selawat Nabi atau puisi cinta Rumi, badan mereka berputar-putar seperti gasing.
Kata Arief, saat menari dan berputar-putar seperti gasing itu merupakan puncak ekstase spiritual. Mabuk cinta.
Seperti yang diungkap dalam salah satu puisi Rumi: "Ketika gendang ditabuh, perasaaan ekstase merasuk bagai buih yang meleleh di lautan."
Dalam kesaksian Arief, saat tubuh berputar-putar itu, ia merasakan pengalaman spiritual, seolah-olah badan, jiwa, dan ruhnya terangkat ke atas.
"Tarian ini memang bukan sekadar tarian fisik biasa, tapi tarian spiritual," katanya.
Tarian darwis memang merupakan ciri khas yang paling mudah dilihat dari tradisi zikir tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani.
Ciri ini membedakannya dari tradisi zikir pada umumnya, bahkan dengan tradisi zikir di tarekat Naqshbandi lainnya.
Tapi bukan berarti semua anggota tarekat bisa melakukannya. "Saya bisa, tapi nanti saya enggak ikut nari," aku Dede, sesaat sebelum zikir dimulai. Alasannya? Tak jelas.
Menurut Arief, kemampuan menari darwis itu tidak dimiliki semua orang. Ada yang bisa langsung menari dengan baik meski belum pernah berlatih sebelumnya.
Tak sedikit pula yang sudah berkali-kali berlatih, tapi tetap saja tidak bisa menari dengan bagus.
Arief sendiri termasuk golongan pertama yang langsung bisa menari dengan baik, meski belum pernah latihan sebelumnya. Pelahap buku-buku Rumi ini kali pertama melakukannya pada tahun 2003.
Sebelum itu, ia hanya pernah melihat foto-foto tari Sama. Hanya dari foto itu saja ia membayangkan gerakan tarian yang berputar-putar. Malah ia belum pernah melihat gambar videonya.
Begitu mursyid (guru) menyuruhnya menari, ia langsung bisa melakukan dengan baik, dalam tempo lama, putaran cepat, dan tanpa merasa pusing sama sekali.
Padahal banyak kawannya sesama anggota tarekat yang saat menari kali pertama langsung terjatuh atau mual.
Hingga sekarang, Arief masih rutin melakukan tarian Sama ini tiap Rabu di zawiyah Cinere saat acara zikir bersama.
Satu kali Arief juga pernah kedatangan anggota baru tarekat. la seorang penggemar grup musik Dewa, yang tahu tarian gasing ini dari klip video grup kesayangannya itu.
Sekadar untuk diketahui, Ahmad Dhani, pentolan grup musik Dewa, termasuk anggota tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani. Tarian darwis pernah dipakai dalam klip video lagu Laskar Cinta, yang dinyanyikan Dewa.
Penggemar Dewa itu datang kepada Arief, ingin dipertemukan dengan Syaikh Hisyam Kabbani Rabbani, yang kebetulan saat itu sedang berada di Jakarta.
Ketika bertemu dengan si mursyid, ia mengutarakan kemauannya untuk melakukan tarian darwis ini. Seperti sudah tahu kemampuan pemuda itu, Syaikh Hisyam langsung mengiyakan.
Benar saja, begitu menari, ia bisa langsung melakukannya dengan baik, seolah-olah sudah pernah belajar sebelumnya.
Kata Arief, bagi anggota jemaah zikir yang tidak ikut menari, tarian darwis merupakan medium untuk ikut merasakan pengalaman spiritual.
Jadi, sekalipun mereka duduk bersila diam di sekeliling penari, mereka juga merasa seolah-olah sedang berputar-putar.
Jika mereka tune in dengan tarian itu, seolah bukan hanya penari yang berputar-putar, tapi mereka juga ikut tersedot pusarannya.
Satu kali, Arief dan kawan-kawannya pernah melakukan tarian gasing ini di sebuah acara pernikahan.
Lucunya, ada seorang undangan yang pusing, mabuk melihat tarian itu, padahal yang menari baik-baik saja.
Toh tidak semua penari sampai pada tingkat ekstase spiritual. Ada juga yang melakukan hanya sebagai seni untuk tujuan keindahan saja.
"Saya menari untuk keindahan saja. Tidak sampai mabuk spiritual," aku Aat, salah satu penari darwis. Pengakuan yang jujur.
Ini juga merupakan salah satu ciri lain dari tarekat ini. Mursyid tidak memaksakan sesuatu pada muridnya. Siapa saja boleh ikut berzikir dan menari. Semua orang boleh datang.
Persis seperti panggilan Rumi dalam sebuah gazal (puisi cintanya):
Mari kemari, datang, datanglah, siapapun dirimu
Pengelana, peragu, dan pencinta
Mari, kemari, datanglah
Tak penting kau percaya atau tidak
Mari, mari, kemari, datanglah
Meski kau telah jatuh ribuan kali
Meski kau ingkari ribuan janji
Mari kemari, datang, datanglah...
Dan para murid akan berputar, dan terus berputar, dalam pusaran penuh cinta.
Jargon Sufi
Sufisme adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan aliran di dalam Islam yang punya tradisi olah spiritual untuk merasakan emosi terdalam berdekat-dekat dengan Tuhan.
Pelakunya disebut sufi atau darwis. Contohnya, Jalaluddin Rumi.
Sufisme memiliki banyak subaliran. Masing-masing aliran punya organisasi yang biasa disebut tarekat. Misalnya, tarekat Naqshbandi.
Di dalam tarekat ini pun ada sub-sub tarekat. Misalnya, tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani yang merupakan bagian dari tarekat Naqshbandi.
Pemimpin atau "master" tarekat disebut mursyid. Contohnya, Syaikh Hisyam Kabbani Rabbani adalah mursyid dari tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani.
Para anggotanya biasa disebut murid.
Meditasi Sufi
Selain lewat tarian darwis yang berputar-putar, olah spiritual dalam tarekat Naqshbandi Haqqani Rabbani juga dilakukan lewat meditasi.
Dikenal dengan sebutan meditasi sufi. Perpaduan antara zikir dengan meditasi pada umumnya.
Salah satu ciri khas meditasi dalam tradisi sufi ini, ada proses tawasul (mendekatkan diri kepada Tuhan dengan perantara mursyid).
Mursyid tidak harus hadir secara fisik, cukup hadir dalam meditasi si murid. Tawasul ini tidak hanya dilakukan pada saat bermeditasi, tapi juga saat melakukan zikir dan melakukan tarian darwis bersama.
Di sebagian kalangan Islam, tradisi tawasul ini tidak dikenal. Karena itu Arief mengaku sering menerima pendapat kontra terhadap tradisi tarekatnya ini dari sebagian kalangan.
"Tidak apa-apa. Itu biasa," katanya dengan intonasi rendah.
Seragam khusus
Selain sebagai medium mendekatkan diri kepada Tuhan, tarian darwis ini juga sering ditampilkan sebagai sebuah karya seni yang menampilkan keindahan.
Wajar saja, gerakan tarian ini memang unik dan indah, yang tidak dijumpai dalam tradisi tari di dalam budaya lain.
Saat berputar-putar itu, tangan kanan penari mengarah ke atas, sementara tangan kiri terjuntai ke bawah.
Gerakan ini punya makna spiritual, bukan sekadar gerakan tanpa arti. Tangan kanan yang ke atas melambangkan pengharapan rahmat dan hidayah dari Tuhan semesta alam.
Sementara tangan kiri terjuntai ke bawah, melambangkan usaha menyebarkan rahmat bagi sesama.
Sekali ber-whirling dance, penari harus berputar-putar selama paling tidak sekitar 45 menit. Kadang sampai tiga jam. Hanya disela jeda beberapa menit.
Ketika penari berputar-putar, pakaian jubahnya mengembang seperti mangkuk terbalik. Ini juga sebuah daya tarik tersendiri dari tarian ini.
Di tradisi aslinya, di Turki, Afgansitan, atau Iran, jubah ini terbuat dari kain khusus yang sangat tebal.
Untuk membuat satu jubah, diperlukan kain selebar tujuh meter. Berat satu jubah bisa beberapa kilogram. "Saya punya yang asli," kata Anef bangga.
Selain jubah, penari juga menggunakan tutup kepala khusus. Dalam tradisi aslinya, tutup kepala ini terbuat dari kulit unta.
Tapi di kalangan penari darwis di Indonesia, tutup kepala yang dipakai terbuat dari beludru. Kainnya juga tidak harus kain khusus yang tebal, tapi kain katun biasa.
Di berbagai pagelaran, jubah yang dipakai penari biasanya berwarna hitam. Ini memang warna kebesaran.
Selain warna putih, ada juga jubah yang berwarna hitam, merah, atau hijau. Ini terutama dipakai untuk tujuan pagelaran. (M. Sholekhudin)
(Artikel ini pernah dimuat di Mind Body & Soul – Intisari )