Pertempuran makin sengit, kedua pasukan Utara dan Selatan sama-sama memiliki kekuatan yang sama. Pasukan Selatan dan AS sempat dipaksa membentuk pertahanan terakhir di ujung semenanjung yang terkenal dengan nama "perimeter pusan".
Perang besar di Korea melibatkan pasukan PBB dari berbagai negara, sedikitnya 40 negara bersedia siap membantu dalam bentuk apapun. Ini berarti Amerika Serikat yang menjadi sponsor utama Korea Selatan merasa mendapat dukungan.
Dalam keadaan itu maju tidak mundur pun tidak, Jendral Douglas MacArthur yang sengaja diterbangkan dari markasnya di Tokyo berusaha untuk memecahkan situasi dengan melancarkan front ke dua.
Strategi besar muncul dari Panglima Besar Jenderal Mac-Arthur, dirancang suatu pendaratan amphibi di pantai Inchon dekat Seoul.
Serangan ini selain untuk merebut kembali kota Seoul juga memotong tentara utara menjadi dua bagian. Pada tanggal 15 September di pagi buta pasukan pendaratan laut menginjakkan kaki di Inchon. Serbuan bom dasyat membangunkan tentara Utara dari tidur. Untuk kedua kalinya Seoul jatuh kembali ke tangan AS.
Gagasan cemerlang MacArthur benar-benar menjadi titik balik peperangan. Kepungan Utara terhadap Pusan buyar, selanjutnya pasukan Utara terpaksa mengalami kepahitan luar biasa. Mereka terdesak kembali ke Utara melewati garis lini.
MacArthur mendapat mandat PBB untuk menyeberangi garis batas walaupun sebelumnya pasukan Korea Selatan lebih dulu melintasi. Kota Pyongyang ibukota Korea Utara dilumpuhkan Korea Selatan 10 Oktober, Kim Sung II dengan sisa pasukannya lari ke Utara dekat sungai Yalu (perbatasan dengan Cina).
Untung tak dapat diraih
Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, begitu ambang kemenangan Korea Selatan hampir tiba, nah Republik Rakyat Cina datang membantu Korea Utara. Pasukan Cina yang terdiri 38 divisi di Manchuria, secara bergelombang ditumpahkan ke Korea.
Datangnya pasukan Cina dan Korea Utara mematikan inisiatif pasukan PBB. Dalam keadaan genting, Letjen Walton Walker panglima pasukan AS tewas dalam kecelakaan mobil. Dalam waktu singkat pasukan Korsel dan PBB dipaksa mundur kembali melintasi perbatasan. Untuk kedua kalinya Seoul jatuh ke tangan komunis tanggal 4 Januari 1951.
Kopi pahit ganti direguk pasukan PBB dari cangkir Korea Utara, beberapa komandan terbaiknya tewas dihantam cuaca buruk dan salju ganas. Konfrontasi besar timbul antara Presiden Amerika Serikat Truman dengan MacArthur. Truman menghendaki perbatasan pararel 38 tetap dipertahankan, namun dari segi militer MacArthur berpandangan lain.
MacArthur berpandangan, AS harus berani menghantam sasaran Cina bukan terbatas pada Korea saja. Pertentangan makin sengit, akhirnya hanya ada satu pilihan bagi MacArthur, yaitu dipecat dan diganti dengan Ridgway.
Panglima besar Amerika Jenderal Douglas MacArthur mengundurkan diri 11 April 1951. Kata-kata terakhirnya mencerminkan, bahwa dirinya tetap panglima besar, "Prajurit sejati tidak pernah mati, mereka hanya bersembunyi.”
Garis lini
Keadaan perang terus berlanjut maju-mundur sekitar garis lini. Perundingan gencatan senjata dicoba di Kaesong. Gagal. Dan peperangan berlangsung tambah sengit. Perundingan dicoba lagi di Panmunjom dan garis batas lintang 38 derajat disetujui sebagai garis demakrasi.
Sementara itu kedua pasukan terus meningkatkan jumlah pasukannya sekitar perbatasan, 620.000 pasukan Cina dan Korea Utara 225.000. Sedang Korsel 341.000 ditambah pasukan PBB menjadi 760.000 tentara.
Sesudah melewati berbagai proses rumit berakhirlah perang Korea yang berlangsung tiga tahun satu bulan dua hari, dengan persetujuan gencatan senjata 27 Juli 1953.
Usaha Kim II Sung mempersatukan semenanjung Korea dengan kekerasan gagal total. Daerah Utara mendapat 120.500 Km persegi sedang Selatan seluas 98.500 Km persegi. Perang tiga tahun ini membawa korban besar.
Di pihak PBB tewas 74.000 orang di antaranya 44.000 prajurit Korsel, 27.000 Amerika Serikat, dan 3.000 tentara PBB lainnya. Jumlah korban pihak komunis lebih banyak lagi, diperkirakan 900.000 tentara Cina tewas dan 520.000 pasukan Korea Utara terbunuh atau luka.
Rindu
Perang Korea telah berlalu 35 tahun silam, namun satu keluarga yang dipaksa berpisah ini akhirnya juga merindukan perjumpaan. Petugas Palang Merah Korea Selatan dan Utara bertemu Juli 1985 membicarakan kunjungan timbal balik di antara sanak keluarga yang terpisah.
Kunjungan tersebut direncanakan 20-26 September 1985 dengan mengizinkan orang Korea Selatan yang berasal dari Korea Utara mengunjungi tanah leluhumya. Dan sebaliknya. Kedua belah pihak mengungkapkan harapannnya ketika perundingan itu dimulai "Marilah kita mengubah kata-kata menjadi perbuatan dan marilah kita berikan berita gembira".
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR