(Baca juga: Sofyan Tsauri, Eks Anggota Al-Qaeda yang Mengaku Pernah Sengaja Ditabrak Anggota Densus 88 di Pasar Rebo)
Hasil investigasi resmi telah menemukan bahwa, dua menara di New York—yang masing-masing memiliki 110 lantai—roboh karena dampak dari serangan pesawat.
Serangan pesawat pertama terjadi pada lantai 80 di North Tower dan serangan ke South Tower terjadi di lantai 60.
Menurut teori konspirasi, terjadi ledakan bom di beberapa lantai di bawah lantai 60 sebagaimana terlihat dari hasil rekaman CCTV yang diarahkan setelah serangan ke North Tower.
Dari rekaman video itu terlihat adanya penggunaan bahan peledak selama serangan itu, tidak semata-mata karena serangan pesawat.
Sehari setelah serangan tersebut, Donald Trump yang kini menjadi Presiden AS, memberikan sebuah wawancara TV yang menyebutkan bahwa menara WTC roboh karena bom.
Ia mengatakan bahwa menara roboh bukan karena masalah arsitektur. Bagaimana mungkin pesawat terbang, entah itu Boeing 767 atau 747 atau apa pun itu, bisa menembus baja gedung itu?
“Saya berpikir, mereka (teroris) tidak hanya dengan (menggunakan) pesawat terbang, tapi juga memiliki bom-bom yang meledak bersamaan,” ujarnya saat itu.
Para ahli telah meragukan kalau ledakan di WTC itu disebabkan bom. Meski begitu, investigasi FEMA menyimpulkan, dampak tabrakan pesawat menyebabkan bangunan runtuh.
Insinyur bangunan yang bekerja pada penyelidikan FEMA yakin, embusan asap yang disebabkan oleh proses yang dikenal sebagai pancake telah membuat gedung runtuh, bukan karena bom.
Lepas dari penyebabnya yang masih menyimpan banyak sekali teka-teki, serangan 11 September 2001 adalah aksi terorisme terburuk dalam sejarah.
(Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul "16 Tahun Serangan “9/11”: WTC Runtuh Bukan karena Tabrakan Pesawat?")
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR