Akan tetapi karena bunganya mekar di tengah malam, ia juga diperdagangkan di kalangan awam sebagai Night Flower.
Bersamaan dengan itu juga beredar beberapa jenis lain yang berbunganya pada malam hari juga, seperti Selenicereus macdonaldiae dan S. grandiflorus.
Semuanya disebut Queen of the Night, dan timbullah kerancuan. Mestinya ada pemilihan Ratu Malam lagi yang benar.
Para hobiis tanaman hias Indonesia lebih bijaksana. Mereka tidak memakai nama Queen of the Night atau keng hua, tapi wijayakusuma.
Tak tercantum dalam sejarah, apa alasannya memakai nama itu. Tetapi ribut-ribut tentang nama ini agaknya tidak ada gunanya, karena sementara itu sudah tercipta lagi ratusan hibrida bunga itu yang lain, hasil silangan para penangkar tanaman hias di Inggris, Amerika, dan Jerman.
Bunganya serupg tapi tak sama dengan Queen of the Night sebelumnya. Antara lain Epiphyllum 'Cooperi'. Inilah yang sebenarnya beredar di Indonesia sekarang, tetapi namanya sudah telanjur dipromosikan sebagai Epiphyllum oxypetalum.
Di bawah bayang-bayang mitos yang menyertai bunga itu, semua pemilik keng hwa, ratu malam, dan wijayakusuma rata-rata rela begadang sampai tengah malam, untuk menunggu mekarnya bunga.
Prosesnya begitu cepat sampai dapat diikuti tahapan penampilannya yang elok. Dengan warna putih sebesar bunga teratai, bunga itu menyebar bau harum seperti vanili.
Tetapi esok harinya ia sudah layu. Keindahannya hanya dapat dinikmati beberapa jam menjelang subuh.
Barang siapa berhasil melihat mekarnya bunga itu akan menerima hoki dari yang berwajib. Ia bisa membeli lotre hwa hwe (undian zaman dulu) atau mengirim bungkus sabun (tulis nama dan nomor KTP) sebanyak-banyaknya, untuk disertakan dalam undian berhadiah mobil nasional dan internasional. Atau rumah idaman.
Wijayakusuma minta lingkungan teduh
Berbeda dengan wijoyokusumo yang berupa pohon, bunga wijayakusuma yang berupa tanaman penempel, meminta sesuatu untuk ditempeli.
Di alam asli ia hidup menempel pada batang tanaman lain, tapi kalau akan ditanam dalam pot, sebaiknya ia diberi media tanam campuran lumut Sphagnum, hancuran batang paku tiang, dan pasir bersih sedikit, seperti yang dipakai untuk menanam anggrek.
Bibit dapat diperoleh dengan memotong cabangnya sebagai stek. Cabang yang pipih seperti daun berdaging tebal dan hijau itu dipotong sependek 15 cm, dan perlu ditunaskan dulu, tetapi tidak boleh di tempat yang lembap.
Lagi pula perlu diangin-anginkan dulu di tempat teduh selama beberapa hari supaya kering lukanya.
Barulah ditancapkan dengan pangkalnya terbenam hanya sedalam 2 cm (kalau terlalu dalam akan busuk). Sebelumnya lagi, pangkal stek ini perlu ditutulkan ke dalam serbuk belerang dulu, untuk mencegah bakteri pembusukan.
Sesudah berakar, yang dapat dilihat tandanya berupa tunas cabang yang muncul segar, stek dipindah ke dalam pot berisi media tanam anggrek.
Ia hidup senang kalau akarnya berdesak-desakan. Jadi pot yang dipilih untuknya sebaiknya yang kecil. Pot berisi akar ini perlu diberi kesempatan mengering dulu, sebelum disirami air benkutnya
Harus ada masa kering yang cukup di antara saat-saat penyiraman itu. Kalau tidak, akar akan busuk.
Karena asalnya dan hutan belantara tropis yang teduh di Amerika Selatan, ia pun minta Iingkungan yang ternaungi dan sengatan matahari terik.
Ketika masih kecil, tanaman boleh saja dibiarkan hidup tegak tanpa sesuatu penopang. Tetapi kalau sudah besar, dan batangnya makin berat, ia perlu diben perkuatan.
Misalnya, potnya dimasukkan ke dalam guci keramik yang lebih besar. Atau didekatkan pada terali, tiang pergola, atau tembok Kalau tidak, batangnya yang berat akan patah pangkalnya.
(Baca juga: Inilah Tujuan Prajurit TNI Digembleng dengan Pemahaman soal Flora dan Fauna)
Berbungahya setahun sekali pada musim hujan. Jadi menjelang musim bunga itu tanaman sebaiknya diberi pupuk seperti yang dipakai untuk anggrek, agar rajin berbunga.
Meskipun berbunganya pada waktu malam, tanaman perlu diberi cahaya matahari ekstra pada siang harinya, agar lebih giat berfotosintesis, untuk merangsang pembukaan kuncup bunga.
Di luar musim bunga, ia mogok jadi percuma diben pupuk dan obat perangsang yang lain.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1997)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR