Pada mulanya sang suami tidak setuju.
Namun, belakangan ia menyerah pada kemauan istrinya.
Ia bahkan membawa masuk dua orang istri piaraan sekaligus!
Di cerita roman adat Cina yang lain yang berasal dari abad 16, digambarkan bagaimana di rumah sang tokoh utama hidup lima orang istri piaraan dan seorang istri resmi.
Di Korea, istri piaraan yang resmi bahkan dianggap hal yang biasa sampai kira-kira beberapa tahun terakhir ini.
Anak-anak dari istri piaraan tinggal bersama-sama dan dibesarkan bersama-sama dengan anak-anak dari istri resmi.
Dari kenyataan di atas, orang Asia ternyata cenderung untuk memisahkan antara cinta dan usaha memperoleh keturunan.
Misalnya seorang Jepang rindu terhadap kejelitaan dan cinta seorang wanita, maka ia tidak akan pergi ke "wanita yang melahirkan anak-anaknya", tetapi pergi ke "wanita bunga".
Namun, untuk menjaga hartanya, ia akan mencari istri.
Seorang profesor memberikan penjelasan menarik yang dimulai dari dunia binatang.
Dikatakan oleh sang profesor ada tiga bentuk perkawinan yang tidak hanya berdasarkan seks.
Ada perkawinan monogami, perkawinan poligami, dan perkawinan kelompok.
Poligami adalah perkawinan di mana jantannya hanya satu dengan betina yang banyak, sedangkan perkawinan kelompok, betina dan jantan bisa bertukar-tukar pasangan tetapi masih dalam satu kelompok.
Di dunia binatang, burung adalah salah satu makhluk yang menjalankan perkawinan monogami.
Makin dekat sejenis binatang dengan bentuk perkawinan monogami, perbedaan jenis kelamin makin samar.
Misalnya saja angsa.
Kita tidak bisa langsung tahu apakah angsa itu jantan atau betina.
Lalu, bagaimanakah dengan manusia?
Perbedaan kelamin dalam dunia manusia masih kelihatan jelas.
Pria berjanggut dan tubuhnya pun lain dengan wanita.
Dari segi naluri, manusia itu masuk golongan makhluk yang perkawinannya berbentuk poligami.
Namun, ia bukannya makhluk yang hanya punya naluri saja.
Ia memiliki alat pengenalan yang khas yang membuatnya mampu melakukan perkawinan monogami.
Jadi, manusia itu adalah makhluk peralihan dari poligami ke monogami.
Kalau sudah membaca tulisan di atas, maka mungkin kita tak perlu heran, mengapa pria suka atau cenderung untuk mempunyai istri lebih dari satu.
Jalan keluar untuk masalah di atas mungkin adalah ini: kita sebaiknya tidak membagi-bagi peran pada dunia wanita.
Seorang istri itu sebaiknya merupakan ibu rumah tangga yang jujur, setia, rela berkorban, dan sekaligus merupakan kekasih yang mempesona.
Memang sulit menjalankannya.
Namun, perkawinan monogami itu lebih menguntungkan walaupun tidak mudah memeliharanya. (Karin Haglund)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 1986 dengan judul “Apakah Pria Memang Memerlukan Beberapa Istri?”
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR