Lewat Kama Sutra, Vatsyayana, sang Begawan, hendak membebaskan kita dari perbudakan, dari belenggu yang menjerat.
Tuhan bukanlah yang menciptakan belenggu-belenggu itu, tapi masyarakatlah penciptanya.
Nilai-nilai yang mendasari suatu masyarakat semuanya dapat berubah. Tidak ada yang baku.
Vatsyayana mengajak kita untuk sepenuhnya menerima perubahan dan ikut berubah.
Dalam bahasa modern, inilah yang disebut Adequency Quotient - kemampuan untuk bertindak sesuai dengan tuntutan zaman, waktu, keadaan, budaya lokal, dan sebagainya.
Vatsyayana tidak percaya pada Intellectual Quotient, Emotional Quotient, Spiritual Quotient atau gabungan kedua atau ketiganya.
Ia menerima semuanya dan tidak berhenti pada ketiganya itu saja.
Ia pun menerima segala aspek kehidupan manusia, termasuk seks - dan lahirlah Kama Sutra sebagaimana dipahami oleh Vatsyayana.
Kama, artha, dharma, dan moksha harus bertemu, dan titik temu keempat upaya itulah tujuan hidup, itulah jati diri kita!
Titik temu itu adalah antara pasangan yang berseberangan.
Janganlah mempertemukan kama dengan artha, karena kedua titik itu masih segaris.
Pertemuan antara kama dan artha itulah yang selama ini terjadi - kita hanya berkeinginan untuk mengumpulkan uang, mencari keuntungan, dan menambah kepemilikan, entah itu berupa benda-benda yang bergerak atau tak bergerak.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR