Presiden pertama AS saat itu, George Washington, dalam Perang Rovolusi melawan colonial Inggris kebetulan bertempur memihak rakyat bagian selatan (Virginia) sehingga ketika memerintah, sistem perbudakan makin tumbuh subur.
Sebanyak 275.000 budak didatangkan ke Amerika dari Afrika, hingga dalam satu wilayah (state) jumlah warga kulit hitam mencapai 40% dibandingkan warga kulit putih.
Meskipun di benua Amerika, Inggris yang kalah dalam Perang Revolusi karena memiliki armada laut yang kuat masih menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan transportasi di Laut Atlantik.
Pola transportasi yang dikenal sebagai pelayaran segitiga itu menggunakan rute Amerika,Afrika, dan Inggris.
(Baca juga: Berkat Suara Intuisi, Abraham Lincoln Menghapuskan Perbudakan di AS)
Dari Afrika setelah kapal-kapal Inggris menyetorkan tenaga budak ke Amerika lalu berlayar kembali ke Inggris sambil membawa barang-barang kebutuhan pokok dan hasil industri AS lainnya, khususnya yang dibuat dari bahan kapas.
Jadi dari sisi bisnis kapal-kapal transport Inggris sangat beruntung karena kapalnya bisa digunakan mengangkut budak untuk dijual ke Amerika.
Sedangkan barang-barang dagangan dari kapas yang juga dikerjakan oleh para budak bisa dibawa ke Inggris untuk dijual.
Antara tahun 1820-1850 baik wilayah utara maupun selatan Amerika masih sama-sama menyetujui dan berkompromi dengan adanya perbudakan serta mewujudkan kompromi itu dalam bentuk Undang Undang.
Namun seiring perkembangan ekonomi, politik, dan juga peradaban, apalagi secara politik orang-orang utara banyak dipengaruhi politikus asal Belanda yang menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan individu, pihak utara mulai berpikir menghapuskan sistem perbudakan.
Pemahaman politik ala Belanda itu diwariskan oleh orang-orang Belanda yang berpetualang ke Amerika dan kemudian membentuk pemukiman sendiri.
Paham politik yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan kebebasan individu ternyata dianut juga oleh Presiden George Washington yang dikemudian hari menjadi wacana untuk memberi kebebasan dan pengampunan bagi para budak kulit hitam.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR