Lie juga bekerja di sebuah panti jompo yang salah satu tugasnya adalah membersihkan kotoran orang tua berusia 80 tahunan.
Sekalipun sibuk bekerja, Lie tetap berprestasi, sehingga ia mendapat beasiswa. Semua itu ia gunakan untuk biaya sekolah adik-adiknya.
Baca Juga : Dokter Malaysia Dihukum Seumur Hidup dengan Tuduhan Membunuh Istri dan Anaknya, Diduga Ini Motifnya
Pada 1974, ia berhasil mendapat gelar Medical Doctor. Pendidikan selanjutnya dilaluinya di University Hospital, Cologne, Jerman. Sementara gelar Ph.D-nya didapat di Free University Berlin.
Semua pendidikan itu ditempuhnya selama sepuluh tahun.
Merasa berutang kepada Tuhan
T: Orangtua Anda mengajarkan apa sehingga muncul tekad untuk menolong sesama?
J: Mama saya pernah berkata, “Kalau kamu suatu saat menjadi dokter, kamu jangan memeras orang miskin. Mereka akan membayar, tapi ketika pulang mereka akan menangis karena ketika pulang mereka tak punya uang untuk membeli beras.”
Akan selalu saya ingat, bagaimana ibu saya menangis ketika saya minta makan (tapi tidak bisa memberikan, Red), dan itu sesuatu yang tidak bakal saya lupakan seumur hidup saya.
T: Anda sudah sukses di Jerman, apa yang mendorong Anda kembali ke Indonesia?
J: Saya bekerja di sebuah rumah sakit di salah satu universitas besar di Jerman. Saya punya jenjang karier yang baik. Kalau saya tetap di Jerman, saya jadi tenaga pengajar. Ilmu yang saya peroleh akan diterapkan sebagian besar untuk ilmu kedokteran.
Saya satu dari sekian ratus ribu dokter di sana. Kalau saya pulang, ilmu kedokteran yang saya pelajari benar-benar bisa diaplikasikan untuk kemanusiaan. Terutama untuk mereka yang membutuhkan pertolongan tapi tidak memiliki akses.
Baca Juga : Seorang Calon Dokter Donorkan 67 Persen Hatinya untuk Guru SD-nya
T: Bagi Anda apa arti kesederhanaan?
J: Saya puas dengan kehidupan saya sekarang. Saya tidak mau berlebihan. Istri saya pernah bertanya ketika kehidupan saya masih belum semapan sekarang, cukupkah uang yang kita berikan untuk orang-orang? Kalau kurang, kan tinggal tambah lagi, kita enggak kelaparan ini.
Sering saya kasih contoh kepada keluarga saya, kalian tahu kita setiap hari bernapas? Coba lihat di ICU, berapa oksigen yang harus kita bayar? Kita seumur hidup bernapas gratis, sudah berapa kita berutang pada Tuhan?
T: Masih punya mimpi apa lagi?
J: Saya tidak akan berhenti di rumah sakit apung. Saya ingin membangun rumah sakit tanpa kelas, low cost hospital. Saya ingin membahagiakan manusia. Saya tidak akan berhenti berpikir.
Baca Juga : Bukan Cuma Lulusan Keguruan, Lulusan Kedokteran Juga Banyak yang Nganggur!
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR