Cap “gila” juga didapat dari para kolega Lie sesama dokter. Mungkin lantaran para dokter itu tahu, dana rumah sakit ini sangat terbatas. Apalagi dengan sebuah kapal kecil mereka berani berlayar sampai ke lautan di Indonesia Timur yang terkenal ganas.
Namun terbukti hingga kini kapal masih terus berlayar dengan selamat. Malahan dalam waktu dekat akan ada dua penerus RSA ini yakni kapal Nusa Waluya I dan Nusa Waluya II.
Kesenjangan kaya-miskin
Selama melakukan misinya, Lie merasa kehadiran pemerintah masih belum bisa dirasakan di berbagai pelosok di Indonesia. Memang ada Puskesmas misalnya, tapi belum tentu ada dokternya. Atau sebaliknya, ada dokter tapi tidak ada Puskesmas dan peralatannya.
Belum lagi masalah infrastruktur seperti jalanan atau sarana komunikasi yang tidak memadai.
Baca Juga : Inilah Hubungan Pil KB dan Munculnya Kanker Payudara Menurut Dokter
“Anda boleh punya smartphone yang bagus dan uang jutaan di kantong, tapi kalau tidak ada sinyal, Anda bisa berbuat apa?” kata Lie yang melihat lebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin di negeri ini setelah merasakan hidup di Indonesia Timur.
Beruntung masih ada orang-orang yang peduli dengan doctorSHARE melalui sumbangan uangnya. Menariknya, kata Lie, kebanyakan mereka justru masyarakat biasa dari kalangan menengah ke bawah.
Sumbangan mereka memang tidak besar, tapi setidaknya ada 1.000 orang yang rutin memberi setiap bulannya.
Bantuan kadang juga datang dalam bentuk tenaga sukarelawan. Mereka bisa dari tenaga medis maupun awak kapal, tapi umumnya merupakan tenaga tidak tetap.
Baca Juga : 30 Dokter Lakukan CPR Selama 5 Jam Demi Selamatkan Nyawa Bocah 8 Tahun Penderita Gagal Jantung Akut
Dalam catatan doctorSHARE setidaknya ada 250 orang yang setiap saat bisa dikontak jika ingin dilibatkan dalam misi di berbagai daerah.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR