Dia atau kakak laki-lakinya, Jeki, bisa membantu ibunya mengambilkan air untuk basuh turis2 seperti kami yg menggunakan toilet. Tapi dia tentu belum bisa mengupas kelapa dengan golok seperti mama atau papanya.
Margareta, kakaknya, bisa membantu Papa mengambilkan kelapa untuk minum para turis. Margareta sudah kelas 3. Sekarang sekolahnya sudah libur Natal. Ia juga ikut sekolah minggu, kata mamanya. Tapi ia senyum malu-malu tak bisa menjawab waktu ditanya berapa umurnya.
Bagi Margareta, Jeki, Intan dan Novenda, bermain di dalam keindahan alam Raja Ampat adalah keseharian semata. Keindahannya nyaris menyamarkan keterbatasan sarana di pulau itu. Warung kopi kecil milik orangtuanya bertiang bambu dan beratap rumbia. Tirainya dari untaian kerang.
Salah seorang turis membandingkan dengan suasana di Kep. Bahama, AS, yang pernah dikunjunginya, berkata, "Di sana juga ada hiasan dan bangunan seperti ini, tapi lebih indah di sini."
Barangkali karena di P. Friwen hiasan dan bangunan sederhana itu memang ekspresi seadanya dari yang mereka miliki. Pemberian alam Raja Ampat. Kelapa, kerang, klomang, ikan yg berwarna-warni, dan air laut yang bening. Sebuah surga yang jujur yang sayangnya masih menanti saatnya makmur.
Penulis: Lily Wibisono, mantan Pemimpin Redaksi Majalah Intisari
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR