Julukan Ki Amuk diberikan karena benda tersebut mencerminkan kedahsyatan seseorang, saat mengamuk. Kekuatannya bisa meluluh lantakkan apa pun yang ada di depannya. Meriam itu, katanya, merupakan hadiah Raden Fatah dari Kerajaan Demak.
Saat Banten diduduki Belanda, Si Jagur dan Ki Amuk pernah disandingkan. Seusai perang, kedua meriam berusaha diangkut ke Batavia dengan menggunakan dua buah truk. Namun Ki Amuk rupanya betul ngambek. la tidak sudi dibawa ke Batavia, sehingga truk yang mengangkutnya mogok.
Walau sudah lama diperbaiki, mesin truk tersebut masih tetap tidak bisa dihidupkan lagi. Akhirnya Ki Amuk diturunkan. Anehnya, setelah tidak mengikutsertakan Ki Amuk, truk tersebut bisa berjalan lagi.
Beda dengan Si Jagur yang terlihat senang hati hendak dibawa ke kampung halamannya. Mungkin karena merasa "berasal" dari Batavia, truk yang mengangkut Si Jagur sama sekali tidak mengalami rintangan sedikit pun. Si Jagur bisa selamat sampai di Batavia.
Lahir dari rahim sendiri
Terbuat dari coran besi, meriam sundut Si Jagur beratnya sekitar 3,5 ton. Panjang larasnya 3,85 m dan diameternya sekitar 25 cm.
Baca juga: Mengapa Penghormatan Tertinggi di Angkatan Laut Dilakukan dengan Tembakan Meriam Sebanyak 21 Kali?
Pada salah satu sisinya, terdapat tulisan dalam bahasa Latin yang berbunyi: Ex me Ipsa renata Sum, yang artinya kurang lebih "dari saya sendiri aku dilahirkan kembali". Si Jagur memang diperkirakan berasal dari 16 meriam kecil yang dilebur menjadi satu.
Yang agak unik dan menjadi cerita yang amat kontroversial tentang meriam ini, bagian pangkalnya berbentuk kepalan tangan kanan. Tetapi posisi jempolnya dijepit jari telunjuk dan jari tengah.
Bentuk seperti itu oleh banyak orang diidentikkan sebagai simbol atau lambang sanggama. Dalam istilah yang sopan disebut "lambang kesuburan".
Masih menurut cerita. Ada yang percaya bahwa Si Jagur yang juga dijuluki Kiai Setama itu mempunyai pasangan (kali ini bukan pasangan tempur di medan perang, tapi pasangan tempur "di tempat tidur") di Solo yang dijuluki Nyai Setama.
Konon, jika kedua meriam itu disandingkan, ceritanya bakal "seru". Entah apa yang dimaksudkan "seru" di sini.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR