Satu untuk pria dan satu untuk wanita. Infus dilakukan di honai, biarpun tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Bangunan puskesmas sendiri terlalu dingin untuk tubuh telanjang, tanpa persediaan pakaian dan selimut.
Baca juga: Ruang Udara Papua jadi Jalur Penerbangan Internasional, TNI AU Siagakan Skuadron Tempur
Sedangkan di honai cukup hangat, karena tidak ada ventilasi dan perapian di tengah selalu dinyalakan. Cuma kadang-kadang mengakibatkan luka bakar pada pasien, seperti yang pernah terjadi pada seorang pasien pria.
la terkena luka bakar pada dada dan punggungnya. Walau lukanya hanya di permukaan, tetapi cukup lebar. Kalau tidak diperban pasti infeksi, karena dia tidur di honai yang beralas rumput kering. Padahal perban tidak ada.
Untung ada perawat misionaris yang menganjurkan menggunakan daun pisang saja. Kami mencari daun pisang muda yang masih tergulung, yang berarti belum dicemari kotoran.
Setelah dipanggang di atas api supaya steril, daun pisang itu dililitkan di dada seperti kemben, dan diikat. Setiap hari daunnya diganti. Luka bakar itu akhirnya sembuh tanpa infeksi.
Sejak kejadian itu ada seorang misionaris menyumbang seprai yang sudah usang, Seprai itu kami potong-potong dan kami bungkus dengan kertas, kemudian dimasukkan ke dalam kaleng, lalu dikukus.
Baca juga: Belati dari Tulang Manusia, Senjata Para Pria Papua yang Bikin Antropolog Penasaran
Jadilah perban steril untuk persiapan bila ada luka bakar lagi. Begitu berharganya secarik kain di sana, sampai perban bekas seprai itu pun setelah dipakai tidak dibuang, tetapi dicuci untuk digunakan lagi.
Jarang makan garam
Garam pun sangat langka. Mungkin orang Dani merasakan makanan bergaram hanya setahun sekali, pada waktu pesta. Sehari-hari mereka makan ubi dan sayur hambar. Karena itulah penyakit tekanan darah tinggi tidak ada.
Karena langkanya, maka garam dianggap suatu kenikmatan yang luar biasa. Para misionaris yang biasa minta bantuan anak-anak orang Dani untuk mendorong sepeda mereka waktu mendaki bukit, mengupahi anak-anak itu dengan sejumput garam yang diletakkan di telapak tangan.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR