Baca juga: Inilah Potret Suku Tombak di Pedalaman Papua Nugini, Konon dalam Tubuh Penduduk Bersemayam Roh Buaya
Dana kesehatan digunakan untuk membeli obat, biaya opname, termasuk mencarter pesawat, bila kebetulan ada yang harus dirawat di Rumah Sakit Wamena.
Bila ada kecelakaan atau keadaan gawat darurat lainnya, petugas radio segera menghubungi MAF. Dalam waktu kurang dari setengah jam, pesawat MAF sudah tiba. Pasien segara diangkut ke Wamena.
Desa yang tidak ada lapangan terbangnya dijangkau dengan helikopter yang langsung mendarat di halaman Rumah Sakit Wamena.
Honai untuk "rumah rawat inap"
Air sungai di Tiom umumnya jernih. Buang air besar maupun kecil di sungai dianggap tabu. Mengotori sungai adalah dosa. Buang hajat dilakukan di jamban, karena semua keluarga mempunyai jamban.
Kesadaran imunisasi juga tinggi. Sayang, persediaan vaksin tidak selalu ada, karena sulitnya transportasi. Setiap bulan dilakukan penimbangan balita di puskesmas dan pos penimbangan lain.
Baca juga: Cerita Tanah Papua, Tanah Kaya akan 'Gunung Emas' Namun Justru Jadi Daerah Termiskin di Indonesia
Bila ada ibu yang malas menimbang anaknya, dokter tinggal mengirimkan laporan ke gereja setempat. Hari Minggu selesai ibadah, pendeta akan mengumumkan nama para orang tua yang malas menimbang anaknya. Biasanya bulan berikutnya anak itu pasti ditimbang.
Orang Dani tinggal di rumah yang disebut honai, berupa bangunan bulat beratap kerucut. Bagian dalamnya terdiri atas dua tingkat: Bagian atas untuk tidur, bagian bawah untuk kegiatan keluarga seperti makan, mengobrol dsb.
Di tengahnya ada perapian. Rumah itu tidak berjendela dan hanya memiliki satu pintu kecil. Atapnya dari rumput, lantainya diberi alas rumput kering.
Puskesmas Tiom tidak dilengkapi dengan fasilitas untuk rawat inap. Padahal sangat diperlukan untuk pasien yang sakit berat. Karena itu di samping puskesmas (yang berbentuk rumah panggung dari kayu) dibangun dua buah honai.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR