Kami juga mempelajari bagian-bagian tubuh. Kepala anobak, tangan enggi dsb. Ternyata bahasa Dani mempunyai kata-kata lengkap untuk anatomi tubuh. Hampir semua organ dalam ada namanya.
Misalnya trachea, bronkhus, usus. Bahkan ada istilah untuk usus dua belas jari, usus halus dan usus besar. Yang lebih mengherankan ialah nama untuk ureter dan uretra. Dalam bahasa Jawa saja istilah-istilah itu tidak ada.
Usut punya usut ternyata perbendaharaan kata itu diambil dari tubuh babi yang menjadi makanan utama mereka di pesta-pesta.
Poliklinik menaikkan pamor desa
Memeriksa pasien bisa dilakukan tanpa kesulitan. Lain halnya dengan minum obat. Orang • Dani tidak mempunyai gelas dan sendok. Air diminum langsung dari sumbernya, diciduk dengan tangan.
Obat dalam bentuk tablet bisa langsung ditelan bersama pisang atau ubi. Tapi bagaimana menelan satu sendok teh obat cair? Padahal obat batuk yang tersedia hanya dalam bentuk sirup.
Karena itu kaleng bekas sardin, wadah plastik bekas kosmetik bahkan tutup semprotan obat serangga dikumpulkan dan dicuci bersih untuk dipinjamkan pada pasien yang perlu minum obat berupa cairan.
Kesulitan lain ialah jadwal minum obat. Mereka biasa makan hanya dua kali sehari. Kalau ada obat yang harus diminumtiga kali sehari sulit untuk mengaturnya. Jadi untuk menghindari kesalahan minum obat, tiap hari mereka harus ke puskesmas untuk mengambil obat untuk hari itu. Biasanya mereka menaatinya.
Walau dalam teknologi suku Dani mungkin ketinggalan beribu-ribu tahun, namun dalam hal kesehatan mereka cukup maju. Kalau sakit, mereka tidak pergi ke dukun, tetapi ke poliklinik.
Banyak poliklinik didirikan secara swadaya. Bahkan desa-desa bersaing dalam hal ini. Soalnya, adanya poliklinik akan menaikkan pamor desa. Dokter dan mantri mempunyai tempat istimewa di hati masyarakat. Banyak orang tua yang menginginkan anak mereka bisa menjadi mantri atau suster.
Setiap tahun seluruh masyarakat mengumpulkan uang untuk dana kesehatan. Waktu itu setiap keluarga menyetor Rp 1.500,00. Karena disiplin mereka tinggi, jumlah dana yang terkumpul jadi cukup banyak.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR