Advertorial
Intisari-Online.com – “Andaikata karena sesuatu mukjizat engkau kelak dapat lolos dari neraka ini, tulislah pengalaman-pengalamanmu dan ceritakanlah kepada dunia apa yang mereka lakukan terhadap kita.”
Itulah pesan terakhir tahanan-tahanan kamp konsentrasi Dachau pada rekan-rekan yang mereka tinggalkan — pesan terakhir sebelum mereka diberangkatkan kekamar gas ditempat lain, atau sebelum menghembuskan napas mereka yang penghabisan.
Kini tak ada mayat-mayat telanjang yang menumpuk seperti bukit di halaman sebelah kamar pembakar mayat. Tak ada tahanan-tahanan kurus kering, berpakaian lurik-lurik yang berjajar-jajar di sepanjang pagar beraliran listrik dan menatap dengan mata layu cekung.
Tetapi dikamp konsentrasi Dachau, Jerman Selatan, yang kini telah diubah menjadi suatu museum kejahatan dan kekejaman Jermannya Hitler itu, tetap masih terasa suasana yang mencekam hati karena museum ini dengan tugu peringatannya mengenangkan apa yang pernah terjadi antara tahun 1933 dan -1945. Suatu tragedi yang mungkin tak ada taranya di dunia ini.
Tragedi dimulai tanggal 25 Maret 1933, waktu pemerintah Hitler mulai membangun bangunan kayu itu disebelah pabrik mesiu yang sudah berdiri sejak Perang Dunia I. Kamp itu mungkin sengaja dibangun disitu supaya penghuninya dapat dipekerjakan secara prodeo.
Satu hal yang sering dilupakan oleh dunia ialah bahwa neraka Dachau sudah ada jauh sebelum Perang Dunia II dan bahwa kamp tahanan itu juga terbuka bagi orang-orang Jerman sendiri yang dianggap menentang beleid rejim Hitler waktu itu.
Pada bulan Mei tahun 1933 penghuninya sudah 1200 orang kebanyakan tahanan-tahanan politik dari Munich, Neurenberg, Augsburg dan kota-kota lain di Jerman Selatan. Antara lain orang-orang komunis, sosial demokrat dan, banyak orang katolik, dokter-dokter, dan pengacara-pengacara Yahudi.
Dalam bulan itu juga para penjaga sudah mulai minta jiwa-jiwa pertama. Pada saat pembebasan pada tahun 1945 jumlah korban sudah mencapai angka 29.438 orang: 27.734 mati dalam kamp dan 1.704 meninggal waktu sudah dibebaskan.
Belum orang-orang yang tak diketahui namanya, yaitu mereka yang mendahului rekan-rekannya antara tahun 1933 dan 1940.
Baca juga: Nasib Mengerikan Wanita Korut di Kamp Konsentrasi, Diperkosa Lalu Dibunuh Setelah Melahirkan
Suatu hal yang menarik perhatianku ketika masuk ruangan pameran ialah bahwa orang-orang Jerman tidak berusaha menutup-nutupi apa yang telah dilakukan oleh rejim lama. Foto-foto yang mengerikan seluas 1 m2 menggambarkan tumpukan mayat dan apa saja yang dilakukan rejim Hitler untuk memudahkan penghuni kamp itu kedunia lain, pembagian makanan yang menyebabkan mereka tidak hidup dan tidak mati.
Sunguh ngeri melihat aneka macam penganiayaan jasmani dan rohani yang dilakukan atas tahanan-tahanan itu. Masih kulihat sel-sel yang berukuran 80 x 80 cm dan tinggi 2 meter.
Cukup untuk berdiri saja. Seakan-akan itu belum cukup, sel yang begitu sempit masih diterangi dengan lampu yang berkekuatan 1.000 watt. Berapa lama mereka ditahan dalam sel semacam itu tergantung dari kemurahan hati para pejabat kamp tersebut.
Entah 3 atau 14 hari. Mungkin juga sampai 28 hari. Jika hukuman itu berlangsung 3 hari tak perlu diberi makan. Jika melebihi jangka waktu itu, setiap empat hari diberi sekedar ransum supaja tahan beberapa hari lagi.
Sesuatu yang sangat ditakuti ialah hukuman "gantung tangan" artinya anggota badan ini ditelikung kebelakang, lalu orangnya diangkat setinggi kira-kira 2 meter. Jika hukuman itu berlangsung beberapa jam, niscaya pemilik tangan itu kemudian tak akan dapat menggunakannya selama beberapa hari.
Baca juga: Terus Dihantui Mimpi Buruk, Korban Selamat Holocaust Ini Masih Mengenakan Seragam Kamp Konsentrasi
Namun yang paling mengerikan ialah jika seorang tahanan diperintahkan serdadu SS untuk memanjat sebuah pohon, sedangkan tahanan lain disuruh menebang pohon tersebut.
Selama duduk diatas dahan pohon itu sambil menunggu ajalnja, si terhukum diharuskan menyanyikan suatu nyanyian rakyat Jerman. Praktek ini pada permulaan didirikannya kamp Dachau itu telah beberapa kali dilakukan.
Bahwa tahanan-tahanan lain tidak betah melihat perlakuan sedemikian kiranya tidak mengherankan. Banyak diantaranya yang mencoba menghindarinya dengan bunuh diri, satu-satunya hak yang tidak dicabut.
Barak yang menakutkan juga ialah bagian untuk pasien-pasien yang diserang penyakit diare. Kadang-kadang hitam karena lalat dan seringkali kotoran rekan diatas membasahi pasien yang tidur dibawahnya. Belum kutu-kutu busuk.
Penghuni yang masih sehat juga ada "fungsi"nya, yakni sebagai kelinci percobaan. Pelaksanaan "eksperimen" berlangsung disuatu blok yang tertutup bagi eetiap orang yang tidak berkepentingan. Yang paling disukai sebagai “kelicinci” ialah pastor-pastor Polandia, orang-orang Rusia, Gipsy, dan orang-orang dari Ukraina.
Baca juga: Francine Christophe, Penyintas Holocaust yang Mengenang Banyaknya Kebaikan di Kamp Konsentrasi Nazi
Apa jang terjadi jika seseorang jatuh didalam air laut? Berapa lama ia akan bertahan. Untuk mengetahui reaksinya dengan tepat, "para penyelidik" tidak segan-segan untuk membenamkan
seseorang selama beberapa jam kedalam air es atau air yang lambat laun didinginkan sampai titik beku. Biasanja "kelinci" tidak akan keluar hidup-hidup dari percobaan semacam itu.
Namun perlu juga kiranya dikatakan bahwa didalam alam kekejaman itu ada pula titik terang. Diantara komandan kamp yang terkenal kejam, ada juga yang masih mempunyai perasaan prikemariusiaan.
Salah seorang diantaranya ialah Weiss. Ia melarang kepala-kepala bagian untuk memukul bawahannya , memperbolehkan orang-orang luar mengirim paket makanan dan ia tidak melakukan perintah Himmler untuk membom dan membakar Dachau bersama dengan "isinya" pada malam tanggal 28/29 April 1945.
Namun tragisnya Weiss kemudian dihukum mati oleh Sekutu. Mungkin berdasarkan penandatangan dan pelaksanaan hukuman mati yang diperintahkan dari Berlin.
Baca juga: Buchenwald, Kamp Konsentrasi Nazi yang Kini Menjadi Tempat Penampungan Pengungsi
Disamping itu ada juga kejadian yang hampir tidak dapat dipercaya. Pada tanggal 14 November 1942, suatu kelompok tahanan tiba di Dachau dari Stutthof. Waktu rombongan tiba, beberapa tahanan yang sudah mati ada yang sudah digerogoti rekan-rekannya.
Dari enam diantaranya anggota badannya tinggal tulangnya saja, karena dagingnya telah dimakan rekan-rekannya yang sudah tidak tahan lapar karena hampir tidak diberi ransum selama 15 hari itu. Kanibalisme di Eropah pada tahun 1942.
Titik terakhir dari jalan sengsara itu ialah tempat pembakaran mayat, yang sampai sekarang masih dapat dilihat seperti apa adanya. Bedanya dengan jaman Hitler ialah bahwa ruangan itu kini penuh dengan karangan-karangan bunga.
Kamar-kamar gas juga sudah siap, namun yang di Dachau ini belum sempat dipergunakan. Sel-sel douche yang ternyata saluran gas beratjun. Entah sugesti ataukah memang begitu. Namun seakan-akan bau mayat itu masih tetap meliputi ruang itu.
Diatas dikatakan bahwa orang-orang Jerman sekarang ini tidak berusaha menutup-nutupi kejahatan-kejahatan yang terjadi di Dachau pada jaman Hitler. Mereka secara bathiniah memisahkan diri dari jaman itu, dan memandang rejim Hitler dengan nasio sosialismenya yang menginjak-injak hak-hak azasi manusia, sebagai kejahatan terkutuk.
Baca juga: Nasib Anak-anak Para Pemimpin Nazi: Ternyata Ada yang Meneruskan Cita-cita Nazisme Ayah Mereka
Tetapi merekapun merasa seolah-olah harus ikut memikul tanggung jawab dari apa yang telah dilakukan bangsanya dari generasi terdahulu. Pada tahun 1960 ketika di Munich diadakan Konggres Ekaristi Internasional — suatu kebaktian dari umat Katholik — ribuan pemuda-pemudi Jerman mengadakan ziarah ketempat itu.
Dari Munich mereka bersama-sama berjalan kaki ketempat yang letaknya belasan kilometer itu sambil berdoa. Ziarah itu dimaksud sebagai tanda penyesalan dan sebagai denda yang dipersembahkan kepada Tuhan untuk korban-silih bagi kejahatan yang dilakukan oleh Jerman diiwaktu Hitler.
Pada saat ziarah tersebut, tepatnya tanggal 5 Agustus 1960, umat Katolik Jerman meresmikan kapel (tempat kecil untuk ibadat dan korban misa), yang dipersembahkan kepada Kristus yang ditaman Getsemani sedih dan ngeri sampai sakratulmaut karena melihat dosa umat manusia juga akan ditebusnya dengan kematian-Nya dikayu salib.
Kapel itu terletak pada poros "Jalan Kamp" ditengah-tengah lapangan yang ternoda oleh kejahataa Nazi itu. (Disamping kapel itu kini juga sudah dibangun sebuah biara Carmelit dari Darah Suci dalam kompleks yang sama. Batu pertama diletakkan tanggal 20 April 1963).
."Bagi kami generasi muda, fakta-fakta kekejaman yang terjadi di Dachau, benar-benar merupakan sesuatu yang mengejutkan. Sungguh tak bisa dibayangkan bahwa kejahatan semacam itu, masih bisa terjadi dinegara kita, hanya dua puluh tahun berselang. Rasanya seperti dongeng dari beberapa ribu tahun yang lalu".
Demikian kata seorang pemuda Jerman kepada saya. Memang itu pulalah perasaan saya sendiri.
(Tulisan Jacob Oetomo, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1967)
Baca juga: Ketika Perayaan Ulang Tahun Adolf Hitler yang ke-129 Diwarnai Aksi Bakar-bakaran oleh Massa Neo Nazi