Intisari-Online.com – Anak-anak kecil dengan wajah cerah bersih yang digandeng Hitter dalam gambar tulisan ini, adalah anak-anak para pembantu-pembantunya yang terdekat.
Kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh ayah-ayah mereka dibawah pimpinan Hitler, memang mengerikan dan rasa perikemanusiaan kita memberontak dan menuntut dipenuhinya keadilan terhadap mereka itu.
Tapi hati kita merasa terharu mendengar kisah tentang nasib anak-anak mereka. Bagaimanapun juga tokoh-tokoh Nazi yang kini dikutuk oleh masyarakat Jerman dan oleh dunia itu, adalah ayah mereka sendiri, makhluk paling tercinta di dunia yang telah memberi mereka kehangatan kasih sayang yang bekasnya tak terhapuskan.
Jahatkah bila anak-anak itu tetap cinta kepada dan bangga atas ayah-ayah mereka?
Salah seorang dari anak-anak itu ialah Gudrun Himmler, putera Heinrich Himmler, panglima SS (semacam “Cakrabirawa”nya Hitler), kepada Gestepo Rusia, polisi rahasia Jerman. Salah seorang dari tokoh-tokoh Nazi yang mempunyai tanggung jawab terbesar dalam pemusnahan orang-orang Yahudi di kamp-kamp konsentrasi.
Baca juga: Ini Eksperimen Medis Nazi yang Renggut Ribuan Nyawa, Mulai Heterokromia hingga Gas Mustard
Ketika ayahnya aktif membantu Hitler, Gudrun masih kanak-kanak. Tak banyak yang diingatnya tentang ayahnya yang kerapkali terpaksa meninggalkan keluarganya.
Salah satu kenang-kenangan tentang ayahnya ialah ketika ia sebagai gadis cilik diajak ke kamp konsentrasi Pachau, dan bergandengan dengan ayah tercinta melihat pertamanan memetiki bunga-bunga dan dedaunan di sana.
Ceriteranya, “Papa memperlihatkan para tahanan padaku. Yang bertanda segi tiga merah katanya tawanan-tawanan politik, yang hitam penjahat-penjahat. Tak banyak berbeda dengan para tahanan dalam setiap penjara di dunia. Pakaian jelek, kumis, jangkut tak tercukur.
Saya takut melihat mereka. Tapi yang menarik saya adalah kebun sayuran dan pertamanan. Ayah menerangkan pentingnya tanaman-tanaman yang dipelihara di situ. Saya boleh memetik beberapa daun dan bunga sebagai kenangan.”
Sesudah perang, nama Himmler dikutuk dan dibenci. Lama Gudrun dan ibunya harus disembunyikan dan diberi nama palsu agar tidak dikuliti hidup-hidup oleh khalayak ramai. Tetapi kini Gudrun tak mau lagi memakai nama samaran.
“Saya bangga atas nama saya yang sebenarnya seperti juga saya bangga atas ayah,” katanya. Maka dipakainya nama itu sekalipun karenanya ia sering mengalami banyak kesulitan dan gangguan. Ia bahkan tak mau menikah karena hendak mempertahankan nama yang diturunkan oleh ayahnya.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR