Pejabat yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, menjelma menjadi predator yang menindas.
Penyalahgunaan wewenang, pemberian izin usaha kepada kroni, dan penyalahgunaan dana negara menjadi pemandangan yang lumrah.
Kepercayaan rakyat terkoyak, luka bangsa menganga.
Pancasila, ideologi bangsa, diinterpretasikan sepihak untuk melanggengkan kekuasaan.
Program P4 dipaksakan sebagai alat indoktrinasi, membungkam kritik, dan melegitimasi otoritarianisme.
Nilai-nilai demokrasi dan musyawarah mufakat dipinggirkan, digantikan oleh sentralisasi dan ketaatan buta. Pancasila dimanipulasi, esensinya dinodai.
Tragedi pembantaian terhadap mereka yang dianggap terkait dengan G30S pada 1965-1966 meninggalkan luka mendalam.
Baca Juga: Bagaimana Akhir Masa dari Pemerintahan Orde Baru Pimpinan Soeharto?
Pembantaian massal tanpa proses hukum, penembakan misterius Petrus, dan penindasan di Timor Timur juga menjadi saksi bisu kekejaman rezim Orde Baru.
Hak asasi manusia diinjak-injak, kemanusiaan terluka parah.
Penyimpangan-penyimpangan ini bagaikan bom waktu yang siap meledak. Krisis multidimensi tak terelakkan, mengantarkan Orde Baru pada kejatuhannya di tahun 1998.
Sejarah kelam Orde Baru menjadi pengingat untuk teguh menjaga demokrasi, memberantas KKN, menjunjung tinggi Pancasila, dan melindungi HAM
Penyimpangan pada masa Orde Baru tak boleh terulang kembali. Indonesia harus melangkah maju dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa.
Baca Juga: Bagaimana Dampak Pemerintahan Orde Baru dan Relevansinya Bagi Masa Kini?
KOMENTAR