Secara resmi, Keraton Surakarta Hadiningrat di Desa Sala mulai ditempati pada 17 Februari 1745, meskipun pembangunannya belum selesai sepenuhnya.
Saat ini, masyarakat familiar dengan nama Kota Surakarta dan Kota Solo.
Pengamat Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Dr. Bani Sudardi menjelaskan, nama Solo diambil dari Desa Sala, lokasi keraton baru.
“Sebutan masyarakat umum, karena tempat itu namanya Sala, maka sering menyebut Sala,” terangnya dikutip dari Kompas.com (9/11/2022).
Bani menjelaskan pelafalan nama Sala seperti huruf sa dan la dalam aksara Jawa.
Sayangnya, masyarakat acapkali salah eja dengan menggunakan huruf A, sehingga guna menghindari salah pelafalan tersebut, maka tulisannya diganti dengan Solo, dengan menggunakan huruf O.
“Orang membacanya cenderung menjadi Sala, kemudian diubah tulisannya menjadi Solo. Maksudnya supaya dibaca menjadi Solo, sehingga ditulis Solo,” terangnya.
Meskipun masyarakat lebih familier dengan nama Solo, namun Bani menyatakan bahwa nama administrasi yang digunakan hingga saat ini adalah Surakarta.
Hal ini sesuai dengan informasi dari laman situs DPRD Kota Surakarta, bahwa nama Surakarta digunakan dalam kondisi formal atau pemerintahan.
Sedangkan, nama Solo lebih banyak digunakan dalam percakapan umum.
“Nama resmi untuk pemerintahan adalah Surakarta,” katanya.
Begitulah, sejarah berdirinya Kota Solo ternyata tak bisa dipisahkan dari peristiwa Geger Pecinan yang terjadi pada 1740-an, semoga bermanfaat.
Baca Juga: Ketika Amangkurat I Memimpin Mataram Islam Dengan Sewenang-sewenang
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR