Terjadi Sengketa
Di halaman Masjid Jami Al-Makmur Cikini, Ade Purnama dari Sahabat Museum juga selaku pemandu dalam PTD ke-191 menyampaikan bahwa pernah terjadi sengketa pada lahan masjid ini.
“Pada tahun 1924 Pemerintah Belanda memerintahkan untuk membongkar masjid ini, tetapi ditentang oleh tokoh Betawi dan Islam se-Jawa yang tergabung dalam Sarekat Islam (SI) sehingga akhirnya Belanda tidak mengungkit-ungkit lagi pemindahan tempat ini,” ujarnya.
Salah satunya upaya menentang rencana Belanda adalah dengan memasang lambang partai Sarekat Islam pada dinding bagian depan masjid.
SI waktu itu merupakan partai islam terbesar di Indonesia dan memiliki pengaruh yang sangat kuat.
Pembangunan masjid kemudian dilakukan secara bertahap. Pada tahun 1941, dibangun menara dan balkon di tengah ruang utama. Disusul penambahan teras pada sisi utara dan di belakang pada tahun 1970.
Serangkaian pembangunan yang dilakukan menggunakan dana yang berasal dari swadaya masyarakat dan pemerintah daerah.
Saat berkunjung ke masjid ini, para peserta juga bertemu dengan keturunan ketiga penjaga Masjid Jami Al-Makmur.
Ada satu fakta menarik yang ia ceritakan kepada para peserta.
Pada masa penjajahan Belanda, masyarakat sekitar sering menggunakan menara di Masjid Al-Makmur untuk melihat kondisi di Lapangan Ikada.
Keramaian sering terjadi apabila Bung Karno sedang melakukan pidato di sana.
Baca Juga: Plesiran Tempo Doeloe ke-191: Menyusuri Pertokoan Modern Era Batavia
Penulis | : | Akbar Gibrani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR