Intisari-Online.com - Selesai menelusuri rumah Raden Saleh, para peserta Plesiran Tempo Doeloe (PTD) ke-191, kolaborasi antara komunitas Sahabat Museum dan Intisari, berjalan dengan jarak sekitar 240 meter menuju sebuah masjid bersejarah, yaitu Masjid Jami Al-Makmur Cikini.
Masjid ini kerap disebut juga dengan Masjid Raden Saleh, sebab saat pertama kali didirikan, masjid ini terletak tepat di samping rumah Raden Saleh.
Masjid ini sekaligus menjadi destinasi terakhir dari Plesiran Tempo Doeloe (PTD) ke-191 pada Minggu (29/1/2024).
Memiliki gaya arsitektur yang otentik dengan sebuah menara menjulang di sisi kiri bangunan, masjid ini begitu ikonik.
Mengutip dari buku Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia karya Abdul Baqir Zein, Raden Saleh mewakafkan sebagian tanahnya yang luas untuk dibangun masjid sebelum menjualnya ke Sayid Abdullah bin Alwi Alatas.
Alwi Alatas kemudian mewariskan tanah tersebut ke anaknya yang bernama Ismail Alatas. Anaknya yang tidak mengetahui sejarah keberadaan tanah masjid sebagai tanah wakaf menjual tanah warisan ayahnya ke Yayasan Koningin Emma.
Yayasan ini kemudian membuat rumah sakit di daerah tersebut yang kemudian sekarang dikenal sebagai Rumah Sakit PGI Cikini.
Setelah berpindah kepemilikan, pihak yayasan menganggap lahan masjid tersebut sebagai miliknya dan menuntut agar masjid dipindahkan.
“Awalnya masjid ini merupakan masjid sederhana dari gedek atau anyaman bambu yang sejak Raden Saleh tinggal disini sudah ada dalam kebun luasnya. Akan tetapi, kemudian karena lahan dan bangunannya dibeli oleh Yayasan Koningin Emma dan mau dijadikan rumah sakit, masjid ini dipindah ke arah Sungai Ciliwung (lebih ke timur) lokasinya,” jelas Nadia Purwestri dari Pusat Dokumentasi Arsitektur kepada para peserta PTD.
Beberapa sumber yang ada juga mengatakan masjid tersebut dipindahkan dengan cara digotong oleh beberapa warga karena konstruksinya belum berupa bangunan paten seperti yang kita lihat sekarang.
Barulah pada tahun 1923-1924 dilakukan pembangunan dengan konstruksi bangunan yang hampir sama seperti saat ini.
Baca Juga: Plesiran Tempo Doeloe ke-191: Menelusuri 'Istana' Raden Saleh
Penulis | : | Akbar Gibrani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR